Berita  

6 Sikap ‘Aisyiyah Terkait SKB 3 Menteri soal Seragam Sekolah

Aisyiyah SKB Mendikbud Mendagri Menag
Saat ini pemerintah daerah ataupun sekolah tidak boleh mewajibkan pun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama di sekolah. Hal itu sesuai SKB tiga menteri. (FOTO: BBC)

Ngelmu.co – ‘Aisyiyah menyampaikan enam sikap resmi terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri–Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas, [tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah].

Berikut selengkapnya 6 sikap ‘Aisyiyah, mengutip Suara Muhammadiyah, Senin (8/2):

1. Pemerintah, semestinya membuat kebijakan yang memberikan kelonggaran kepada sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah untuk membuat pengaturan yang positif.

Pengaturan yang arahnya menganjurkan, membolehkan, dan mendidik para siswa untuk taat menjalankan ajaran agama, sesuai keyakinannya. Termasuk dalam berpakaian seragam kekhasan agama siswa.

2. Pengaturan yang kaku dan ketat pada diktum Ketiga dalam SKB Tiga Menteri tersebut, secara substantif tidak sejalan dengan prinsip dalam Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 yang mengatur:

“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”

3. Memakai pakaian khusus keagamaan [pakaian seragam khas muslimah] merupakan bagian dari pelaksanaan ajaran agama–sebagaimana dijamin oleh Pasal 29 UUD 1945.

Karenanya pemerintah, harus melindungi hak siswa dalam menjalankan ajaran agamanya, melalui peraturan sekolah yang bijaksana dan moderat.

Peraturan yang menumbuhkan keberagaman siswa yang religius, damai, toleran, serta meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia, sebagaimana tujuan Pendidikan Nasional.

Baca Juga: Tak Pernah Dipaksa Berjilbab, Alumnus Non-Muslim, “Guru Selalu Beri Ruang Memilih”

4. Merespons diktum Kelima huruf d, dalam SKB Tiga Menteri yang menyatakan:

“Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan sanksi kepada sekolah yang bersangkutan terkait dengan bantuan operasional sekolah dan bantuan pemerintah lainnya yang bersumber dari Kemendikbud, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

[Hal itu] Tidak sejalan dengan ketentuan dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2).

Ketentuan Pasal 31 UUD 1945, ayat (1) mengatur setiap warga negara, berhak mendapat pendidikan.

Ketentuan Pasal 31 UUD 1945, ayat (2) yang mengatur setiap warga negara, wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 45 Tahun 2014 [tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah, khususnya bagi siswa Muslimah, sangat akomodatif dan konstitusional].

Ketentuan Pasal 1 angka 4 Permendikbud mengatur, “Pakaian seragam khas Muslimah adalah pakaian seragam yang dikenakan oleh peserta didik Muslimah, karena keyakinan pribadinya.”

“Sesuai dengan jenis, model, dan warna yang telah ditentukan dalam kegiatan proses belajar mengajar untuk semua jenis pakaian seragam sekolah.”

Karenanya Permendikbud tersebut, masih sangat relevan untuk dilaksanakan di sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah, dan dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu membentuk insan Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berkarakter akhlak mulia.

6. Pemerintah, khususnya Kemendikbud, Kemenag, dan Kemendagri, dapat lebih fokus dalam mengatasi masalah dan dampak yang sangat berat akibat pandemi COVID-19.

Semua komponen bangsa, sebagaimana telah dilakukan ‘Aisyiyah-Muhammadiyah, dapat bekerja sama mengatasi COVID-19, dan segala dampaknya dengan jiwa Persatuan Indonesia.

Karenanya hal-hal yang menimbulkan kontroversi, semestinya dihindari oleh semua pihak, sehingga bangsa Indonesia lebih ringan dalam menghadapi COVID-19, dan dapat menyelesaikan masalah-masalah nasional lainnya untuk kepentingan bersama.

Baca Juga: Mantan Walkot Padang soal Aturan Siswi Berjilbab, “Kebijakan 15 Tahun Lalu, kok Baru Ribut?

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini, mengatakan, pemerintah harus melindungi hak siswa [dalam menjalankan ajaran agamanya, melalui peraturan sekolah yang bijaksana dan moderat].

Ia juga menjelaskan, tujuan pendidikan nasional berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

“Sistem Pendidikan Nasional, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.”

“Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Demikian tegas Noordjannah, dalam Konsolidasi Nasional Pimpinan ‘Aisyiyah–yang diikuti 600 pimpinan ‘Aisyiyah seluruh Indonesia, serta Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah di luar negeri, Sabtu (6/2) lalu.

Sebelumnya, KH Cholil Nafis, juga mengkritik keras SKB Tiga Menteri di Kabinet Indonesia Maju soal seragam sekolah.

“Kalau pendidikan tak boleh melarang dan tak boleh mewajibkan soal pakaian atribut keagamaan, ini tak lagi mencerminkan pendidikan,” tuturnya.

“Memang usia sekolah itu perlu dipaksa melakukan yang baik dari perintah agama, karena untuk pembiasaan pelajar,” sambung Kiai Cholil.

“Jadi SKB tiga menteri itu [perlu] ditinjau kembali, atau dicabut,” lanjut Ketua MUI itu, dalam cuitan di akun Twitter-nya, @cholilnafis, Kamis (4/2) kemarin.

Pernyataan Kiai Cholil ini pun langsung mendapat tanggapan dari warganet. Ada yang sepakat, ada pula yang bertanya.

Selengkapnya: KH Cholil Nafis Kritik Keras SKB 3 Menteri soal Seragam Sekolah