Opini  

Ada Apa dengan Pak SBY?

 

Saya ingin menulis sesuatu yang menjadi unek-unek di hati, jika tidak saya ungkapkan, bisa menjadi enek.

Saya ingin bicara kepada pak sby, kenapa Anda gemar sekali melakukan perbuatan yang Anda yakini itu bisa menimbulkan luka di hati Pak PS? Walaupun saya tahu bahwa Pak PS berlapang dada dan berjiwa besar, abai terhadap goresan luka jika itu terkait dengan pribadinya.

Partai Anda berkoalisi dengan partai yang mengusung dan mendukung Prabowo Sandi dalam pilpres 2019, tetapi saya tak melihat Anda berkampanye untuk memenangkan Prabowo Sandi.

Kalaupun ada, itu kental dengan nuansa basa basi. Anda terlihat ingin mengamankan suara untuk partai Anda dalam pileg, karena Anda mungkin merasa bahwa mayoritas rakyat akan membenamkan partai Anda jika Anda berkoalisi dengan 01.

Saat kampanye 02 di GBK, Anda menulis surat seakan tertutup tetapi aslinya dibuka selebar-lebarnya, dan Anda mengkritiknya sebagai kampanye yg tidak lazim, hanya karena ada kegiatan sholat tahajud, sholat subuh berjamaah serta sholawat kepada Rasulullah SAW. Anda menafikan tindakan rezim ini yang mengubah waktu kampanye dari semula diajukan siang sampai sore hari, kepada pagi hari jam 06.00.

Apakah Anda tidak berpikir, bagaimana mungkin sebuah kampanye dilakukan pada jam di mana sebagian orang mungkin belum beranjak dari tempat tidur.

Tetapi umat Islam menyambut perubahan itu dengan sukacita, karena umat Islam biasa terjaga pada dini hari menjelang fajar menyingsing. Dalam segala kesempitan yang ditimpakan, umat selalu menikmatinya sebagai kesempatan.

Lalu adakah aktivitas lain yang mengalahkan kemuliaan bertahajud dan bersholawat di penghujung waktu tersebut? Dan Anda dengan sikap seakan paling bijak serta demokratis menganggap perbuatan tersebut negatif.

Lalu di tengah kecurangan KPU yang terstruktur, sistematis dan massiv, dengan menghalalkan segala cara untuk memenangkan 01, manakala umat sedang berjuang untuk mendapatkan haknya, menjaga amanah suaranya yang dititipkan kepada 02, kembali Anda mengambil sikap yang berseberangan, dengan cara mengutus putra Anda menemui presiden merangkap capres 01.

Dengan terang-terangan Anda menunjukkan keberpihakan kepada 01, menghormati kecurangan dan memberi selamat kepada 01 yang kemenangannya sangat diragukan.

Anda berkoalisi di 02, tetapi berharap jabatan dari 01. Anda melupakan kedaulatan yang sesungguhnya ada di tangan rakyat.

Anda mencari aman, menyuruh 02 menempuh cara sesuai konstitusi untuk meneruskan sengketa pilpres ini ke MK, yang Anda pasti sudah tahu bagaimana konstitusi itu hanya dijadikan kemasan, sedangkan isinya bisa diatur sesuai kehendak Penguasa.

Anda tentu sudah berpengalaman soal curang mencurangi, dan telah pula berlaku jargon bahwa sesama pelaku curang dilarang saling mengkritisi.

Terakhir, ketika Pak PS yang baru tiba dari perjalanan jauh dan memprioritaskan waktu untuk bertakziah ke kediaman Anda, berbelasungkawa atas kematian istri Anda, lalu dengan apa adanya menyampaikan kesan beliau terhadap mendiang Ibu Ani, Anda kembali mencerca beliau seakan beliau berucap tidak elok hanya karena beliau terkesan bahwa mendiang Ibu Ani memilihnya pada tahun 2014 dan 2019.

Anda nampaknya bahagia jika masyarakat Indonesia tertular oleh virus keji ini dan ramai-ramai ikut mencerca pula.

Saya memahaminya sebagai rasa DENGKI, di mana rasa bahagia itu tumbuh saat menyakiti hati Pak PS, dan rasa duka menerpa Anda jika Pak PS mendapat kebahagiaan dan pembelaan dari rakyat yang mendukungnya.

Apa yang salah dari ucapan Pak PS? Sebagai politisi yang mencalonkan diri dalam sebuah kontestasi pemilihan presiden, tentu sangat wajar bila Pak PS terkesan oleh sikap Ibu Ani yang memilih dirinya, karena itu berarti sebuah KEPERCAYAAN.

Pak PS tak butuh harta dan jabatan, karena dalam perjalanan hidupnya, jabatan apalagi harta sudah sering dimilikinya. Tahun 2014, pasangan Pak PS adalah besan Ibu Ani, sangat wajar jika Ibu Ani mendukung besannya sebagai cawapres. Tahun 2019, partai demokrat mendukung 02, kembali wajar jika Ibu Ani menjatuhkan pilihannya kepada Pak PS.

Kepercayaan, atau AMANAH itulah pemberian yang paling bernilai pada kondisi apa pun apalagi dalam situasi carut marut seperti ini. Kepercayaan lebih tinggi dari segala HARGA.

Anda berlatar sedang berduka merasa itu tak elok? Dan mengatakan bahwa pilihan Ibu Ani tak ingin dikaitkan dengan politik? Wahai kiranya pikiran apa yang berkecamuk dalam benak Anda?

Pilihan politik tetap akan dikenang, kematian tak menghapus kenangan tersebut. Sering apresiasi masyarakat terhadap seseorang, meskipun orang tersebut telah tiada, adalah keputusan politiknya.

Anda tetiba alergi dengan masalah politik, padahal hampir semua percakapan Anda, sepenuh waktu Anda dan segenap keluarga Anda melangkah di jalur politik.

Anda sedang berduka, semua orang memahami itu, dan masyakatpun sudah memberi penghormatan tinggi untuk rasa duka itu.

Sebuah duka pribadi, sangat biasa seorang suami kehilangan istri, istri kehilangan suami, orang tua kehilangan anak, anak kehilangan orang tua yang diakibatkan oleh KEMATIAN, semua makhluk bernyawa ini pun sedang menuju kematian.

Ibu Ani meninggalkan dunia ini dengan wajar, sudah pula mendapat perawatan maksimal dan tentu saja mahal.

Sedangkan di negeri ini ada duka yang lebih mendalam, banyak orang meninggal dunia dengan tidak wajar, meninggal dunia karena keputusan politik. Kematian yang menimbulkan tanda tanya, betapa jenazah bergelimpangan tanpa perawatan maksimal. Apatah lagi menikmati perawatan mahal di luar negeri, sedangkan untuk sekadar tiba di Rumah Sakit terdekat saja perlu jerih payah yang terasa berat.

Apakah Anda pernah mengucap duka? Merasa empati, membela mereka yang teraniaya? Apakah mereka dianggap teroris? Dianggap makar padahal hanya menuntut hak agar KPU tidak curang?

Apakah mereka bersenjata, lalu mencoba menumbangkan pemerintahan yang sah? Siapakah yang mereka tuntut untuk didiskualifikasi? Apakah presiden ataukah capres 01? Karena presiden tak mengambil cuti itulah, posisi capres jadi tak jelas, karena capres dan presiden melekat pada diri yang sama.

Saya memang memilih 02, dan pilihan ini bukan pilihan membabibuta. Jika 02 memang dikalahkan secara jujur dan adil, maka saya lebih tahu diri untuk menerima dengan tawakal.

MK belum menetapkan, perjuangan masih berlangsung, sementara Anda sudah terlihat berdiri di barisan mana.

Hari ini, HARI KEMENANGAN, semoga menjadi titik tolak bagi terciptanya kemenangan bagi yang berhak. Kemenangan yang dilandasi oleh kejujuran dan keadilan. Dan saat kemenangan itu tiba, saya tak ingin lagi melihat Anda memeluk kembali Pak PS dengan tujuan akhir menusuk dari belakang.

Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1440 H

Kartini Wulan Murad