Berita  

Ada Denda Hingga Rp30 Juta untuk Penunggak BPJS Kesehatan

Denda BPJS Kesehatan

Ngelmu.co – Peserta BPJS Kesehatan yang menunggak iuran, terancam denda hingga Rp30 juta. Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Dilansir CNN, jika pembayaran tertunggak, maka untuk sementara, status kepesertaan akan diberhentikan.

Lalu, dalam waktu 45 hari, sejak status kepesertaan kembali aktif—iuran telah dibayarkan—peserta tetap wajib membayar denda dari setiap pelayanan kesehatan rawat inap yang didapat.

Tak tanggung-tanggung, denda tersebut mencapai 5 persen, dengan ketentuan maksimal jumlah iuran tertunggak, yakni 12 bulan, di mana besaran denda tertinggi adalah Rp30 juta.

Pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan oleh Mahkamah Agung (MA), batal setelah Perpres tersebut ditandatangani 27 April lalu, dan resmi dikeluarkan pada Kamis, 7 Mei 2020.

Sebelumnya diketahui, kenaikan iuran BPJS Kesehatan, mulai 1 Juli mendatang, kembali berlaku bagi peserta kelas I dan II, sementara untuk kelas III mandiri, baru berlaku per 1 Januari 2021.

“Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5), yaitu sebesar 5 persen dari perkiraan biaya paket INA-CBGs, berdasarkan diagnosa dan prosedur awal untuk setiap bulan tertunggak,” tulis ayat 6 pasal 43 Perpres tersebut.

Baca Juga: Iuran BPJS Naik di Tengah Pandemi, Din Syamsuddin: Kezaliman yang Nyata

Namun, untuk tahun ini, denda dipatok 2,5 persen dari perkiraan biaya paket INA-CBGs, dengan ketentuan jumlah iuran tertunggak maksimal 12 bulan, dengan denda tertinggi Rp30 juta.

“Ketentuan pembayaran iuran dan denda dikecualikan untuk peserta PBI (penerima bantuan iuran) jaminan kesehatan, dan peserta PBPU (pekerja bukan penerima upah), dan BP (bukan pekerja), yang iuran seluruhnya dibayar oleh pemerintah daerah,” jelas ayat 8 pasal 42.

Ketentuan pembayaran iuran serta denda, diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan, usai koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.

“Perpres ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” demikian yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, dalam Perpres tersebut.