Berita  

Aktivis Hingga Purnawirawan Jenderal Turut Gugat UU IKN ke MK

Aktivis Hingga Purnawirawan Jenderal Turut Gugat UU IKN ke MK

Ngelmu.co – Puluhan orang, ramai-ramai menggugat UU Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK), karena dinilai cacat formil.

Bahkan, jumlah penggugat, hingga kini masih terus bertambah. Per hari ini (4/2/2022) tercatat sudah ada 75 nama yang bergabung.

 

Empat Purnawirawan

Mereka tergabung dari berbagai kalangan, mulai dari aktivis, profesor, akademis, tokoh agama, polikitus, hingga ada empat purnawirawan yang turut andil di dalamnya.

Terkait empat purnawirawan jendal yang turut menggugat UU IKN pun dibenarkan oleh Viktor Santoso Tandiasa, yakni kuasa hukum pemohon.

“Benar ada empat (purnawirawan jenderal)” ungkapnya.

Adapun keempatnya adalah Jederal (Purn) Taysno Sudarto, Letjen (Purn) Suharto, Mayjen (Purn) Soenarko dan Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat.

Tyasno adalah mantan KSAD pada 1999-2000. Sebelumnya, ia juga merupakan Kepala Bais TNI dan Pangdam Diponegoro.

Sedangkan Mayjen Soenarko lahir pada 1 Desmeber 1953 dan pernah meduduki jabatan sebagai Danjen Kopassus.

Sementara itu, Letjen (Purn) Suharto lahir pada 2 Desember 1947 dan merupakan Komandan Korps Marinir ke-12.

Letjen Suharto merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) tahun 1969. Kemudian melanjutkan Sesko pada 1992.

Lantas, siapakah Letjen (Purn) Yayat Sudrajat? Jabatan terakhir di militer adalah Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI 2015-2016 dan setelahnya menjadi Sesmenko Polhukam 2016-2017.

Yayat tercatat pernah menjadi Direktur Kontra Terorisme Deputi Bidang Kontra Intelijen BIN. Kini, ia berkiprah di dunia politik dengan duduk di puncak pimpinan Partai Berkarya.

Namun, atas dasar perimbangan kebutuhan administrasi pendaftaran gugatan, tim hukum hanya mencantumkan 12 nama. Selain pertimbangan hal ini juga didesak oleh waktu.

 

Masih Akan Bertambah

Jumlah penggugat kemungkinan akan terus bertambah karena tim PNKN hingga kini masih membuka pendaftaran bagi masyarakat yang henak menggugat UU IKN ke MK

“Masih bisa bertambah.” kata Viktor.

Dalam gugatan tersebut, Viktor memaparkan bahwa banyak cacat formil di UU IKN. Salah satunya, tidak masuk dalam RPJM, tapi justru diloloskan DPR.

Di mana pemerintahan Presiden Joko Widodo, telah dua kali merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019 dan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024.

“Sebagai dokumen perencanaan yang memiliki nilai konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 ternyata belum merumuskan perencanaan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN),” paparnya.

Tak sampai di situ saja, tak sedikit pula materi UU Ikn yang harusnya diatur dalam lavel UU, yaitu:

  • Rencana Induk merupakan materi yang harusnya diatur dalam level undang-undang.
  • Bahwa struktur organisasi merupakan materi muatan yang diatur dalam level undang-undang karena berkaitan dengan kelembagaan.
  • Bahwa wewenang ororita harusnya diatur lebih detail dalam undang-undang, tidak kemudian didelegasikan dalam peraturan pelaksana.
  • Bahwa pembagian wilayah adalah materi yang harusnya dirinci dalam undang-undang. Tidak kemudian dirumuskan dalam peraturan pelaksana.
  • Bahwa proses perpindahan lembaga negara dan ASN merupakan materi yang sangat strategis. Oleh karenanya harus diatur dalam level undang-undang.
  • Bahwa pendanaan merupakan hal yang pokok dan isu strategis dalam proses pemindahan IKN. Oleh karenanya harusnya diatur dalam level undang- undang, bukan dalam level peraturan pelaksana undang-undang.

“Bahwa berdasarkan dalil-dalil pemohon dapat disimpulkan UU IKN bertentangan dengan asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, karena. Karena banyak mendelegasikan materi yang berkaitan dengan IKN dalam Peraturan Pelaksana. Dengan demikian dapatlah dikatakan pembentukan UU IKN bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan khususnya bertentangan dengan asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,” tuturnya.

Baca Juga: