Berita  

Alexei Navalny Tuntut Sipir yang Tak Memberinya Al-Qur’an, Begini Tanggapan Ramzan Kadyrov

Alexei Navalny Al-Qur'an Ramzan Kadyrov

Ngelmu.co – Pemimpin Chechnya [wilayah mayoritas Muslim di Rusia] Ramzan Akhmadovich Kadyrov, menanggapi langkah Alexei Navalny [pemimpin oposisi Rusia] yang menggugat sipir tempatnya ditahan.

Pada 13 April lalu, melalui akun Instagram-nya, @navalny, mengatakan, “Mereka tidak menyerahkan Al-Qur’an milik saya, dan itu membuat saya kesal.”

“Sebagai seorang Kristen, saya sadar, bahwa saya juga perlu belajar Al-Qur’an,” imbuhnya.

Tanggapan Kadyrov

Maka Kadyrov pun merespons tuntutan Navalny terhadap sipir, dengan menuding Navalny sebagai calo politik ‘murah’.

“Jelas bahwa [sosok yang lekat dengan] Islamofobia ini mencoba menggunakan kitab suci [Al-Qur’an] untuk tujuan politiknya sendiri.”

“Dan pasti, [Navalny] akan menggunakan kutipan untuk provokasi, seperti yang telah lama mereka pelajari di Eropa.”

Demikian sambung Kadyrov, melalui Telegram resminya, mengutip The Moscow Times, Rabu (14/4).

“Jika narapidana [Navalny] tulus bertobat, hendak mengambil jalan kebenaran, menerima Islam, dan ingin mendengar firman Allah yang Maha Kuasa…”

“…dengan segenap hatinya [yang saya ragu], maka ini diperbolehkan. Namun, jika sebaliknya, maka ia tidak boleh menyentuh Al-Qur’an dengan tangan kotornya.”

Pernyataannya itu bukan tanpa alasan. Sebab, Kadyrov mengaku percaya, bahwa Navalny terlibat dalam aksi menentang pembangunan Masjid.

“Itu mengapa sekarang, ia berusaha untuk merehabilitasi reputasinya dan mendapatkan bantuan umat Islam dengan cara yang murah.”

Tuai Kecaman di Awal Karier Politiknya

Di awal karier politiknya, Navalny menuai kecaman karena komentar nasionalis, dan mencemooh para imigran di Rusia yang berasal dari negara-negara mayoritas Muslim di Asia Tengah.

Sebelumnya, Navalny mengaku, niatnya mempelajari Al-Qur’an adalah salah satu cara memperbaiki pribadi, selama berada di tahanan.

Namun, sudah sebulan terakhir, ia mengeklaim, belum dapat mengakses satu pun buku miliknya.

Sebab, masih harus melewati pemeriksaan berkaitan dengan ekstremisme yang menurut para pejabat, butuh waktu hingga tiga bulan.

“Jadi, saya menulis satu petisi lagi ke kepala [sipir] dan mengajukan gugatan.”

“Buku adalah segalanya bagi kami, dan jika saya harus menuntut hak saya untuk membaca, maka saya akan menggugat.”

Baca Juga: Eks Ketua Dewan Wakaf Syiah Ini Minta MA Hapus 26 Ayat Al-Qur’an

Navalny merupakan oposisi pemerintah Rusia yang paling keras perlawanannya. Ia juga menuding pemerintah telah meracuninya.

Pada Januari 2021, aparat langsung menangkapnya yang baru saja kembali ke Moskow [setelah lima bulan berada di Jerman, memulihkan diri dari keracunan zat saraf].

Pengadilan memutuskan, Navalny harus menjalani hukuman 2,5 tahun penjara, lantaran melanggar persyaratan masa percobaannya hukuman penggelapan pada 2014.

Termasuk karena menjalani pemulihan di Jerman.

Navalny pun menolak hukuman tersebut karena merasa dibuat-buat. Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa juga menganggapnya sewenang-wenang, tidak masuk akal.

Pihak berwenang Rusia memindahkan Navalny dari penjara Moskow ke penjara di Vladimir, pada Maret lalu.

Tempat yang terkenal memiliki pengamanan ketat, serta perlakuan keras terhadap para tahanan.

Ingin Jadi Juara Al-Qur’an

Di mata Navalny, setiap orang di Rusia, tidak berhenti membicarakan soal Islam dan Al-Qur’an.

Di mana 99 persen dari apa yang dibicarakan orang-orang tersebut [tentang Al-Qur’an dan Islam], menurut Navalny, tidak masuk akal.

“Saya telah memutuskan akan menjadi juara Al-Qur’an dari politikus non-Muslim Rusia,” tuturnya.

Itu mengapa Navalny, meminta untuk selama Ramadhan, dapat menghabiskan waktu di penjara dengan Al-Qur’an.

Namun, sipir tak memberi akses ke buku-buku miliknya, termasuk kitab suci Al Quran.

Pihak berwenang khawatir, buku yang Navalny pesan, mengandung materi ekstrimisme.

Maka buku-buku itu harus diseleksi terlebih dahulu oleh otoritas lapas, sebelum sampai di tangan Navalny.

Sebelumnya, Navalny juga mengaku telah mogok makan. Bukan karena berpuasa.

Melainkan bentuk protesnya yang tak diizinkan bertemu dengan dokter, perihal penyakit punggung dan kaki.

Navalny harus mendekam di penjara dengan vonis 2,5 tahun, karena dianggap melanggar penangguhan hukumannya perihal kasus penipuan di tahun 2014.

Penahanan Navalny memang memicu kecaman hingga sanksi dari negara Barat, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Namun, atas tuduhan penggelapan, vonis terhadap Navalny tidak berubah.