Berita  

Anak Mentan Syahrul Jadi Pejabat BUMN, Sorotan Mengarah pada Klan Limpo di Sulses

Anak Mentan Komisaris Petrokimia Gresik

Ngelmu.co – Belum genap setahun Syahrul Yasin Limpo, menjabat sebagai Menteri Pertanian (Mentan), anak sulungnya, Indira Chunda Thita Syahrul Putri, ditunjuk untuk menduduki kursi Komisaris Independen PT Petrokimia Gresik; anak perusahaan PT Pupuk Indonesia Holding Company (Persero).

Hal ini membuat klan Limpo asal Sulawesi Selatan (Sulses), kembali menjadi sorotan, di periode kedua pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Penempatan Thita, ditetapkan saat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) perusahaan, di Jakarta, Selasa (25/8) lalu.

RUPSLB, juga memangkas direksi dari lima menjadi tiga, dengan alasan efisiensi dan memperkuat Holding BUMN bidang pupuk.

Beberapa hari setelah anaknya menjabat, Mentan Syahrul, berkunjung ke Petrokimia Gresik. Tepatnya pada Jumat (4/9).

Ia menyimak, penjelasan mengenai kesiapan Petrokimia, menyiapkan pupuk bersubsidi untuk masa tanam berikutnya.

Perlu diketahui, Thita, meraih gelar S1 dari Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, pada 2003.

Sementara gelar pascasarjana dari kampus yang sama, ia kantongi di tahun 2007.

Sebelum menjabat di Petrokimia, Thita, merupakan anggota DPR RI dua periode, yakni 2009-2014 dan 2014-2019.

Ia juga pernah menjadi Wakil Bendahara Fraksi PAN di tahun 2009-2012, serta Wakil Sekretaris Jenderal PAN, di periode kedua menjadi legislator.

Thita, juga aktif di asosiasi pengusaha, Kamar Dagang dan Industri (KADIN), dan menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Infrastruktur, Konstruksi dan Properti.

Harta kekayaannya selama menjadi legislator–merujuk LHKPN KPK–mencapai Rp4,9 miliar, pada April 2014, yang setelah enam bulan bertambah Rp1 miliar, menjadi Rp5,9 miliar.

Pada Desember 2017, dalam laporan LHKPN, harta kekayaannya terus melonjak hingga Rp6,8 miliar.

Di Pileg 2019, Thita, pindah ke Partai NasDem, mengikuti sang ayah yang juga pindah dari Golkar.

Tetapi keduanya gagal melenggang ke Senayan. Begitupun dengan klan Limpo lainnya–kakak Syahrul–Tenri Olle Yasin Limpo, ikut tersingkir dari pileg Dapil Sulawesi Selatan I.

Masih ada klan Limpo lainnya?

Ada. Dilansir Tirto, selain level nasional, klan Limpo, sudah lama menempati beragam jabatan politik dan birokrat, di Sulsel.

Syahrul, adalah Gubernur Sulsel dua periode (2008-2018). Sebelumnya, ia menjabat sebagai wagub, periode 2003-2008.

Adik Syahrul, Ichsan Yasin Limpo–meninggal pada 2019–menjabat Bupati Gowa dua periode (2005-2015).

Jabatan itu juga pernah di-emban oleh Syahrul, pada 1994-2002.

Siapa Bupati Gowa saat ini? Keponakan Syahrul, tepatnya anak dari mendiang Ichsan, Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo.

Ia merupakan generasi ketiga klan Limpo, yang kembali maju di Pilbup Gowa 2019-2024.

Sejak lama, klan Limpo, memang punya catatan panjang di Gowa.

Ayah Syahrul, Muhamamad Yasin Limpo, juga pernah menjadi Bupati Gowa.

Adik Syahrul lainnya, Irman Yasin Limpo, melebarkan sayap dari Gowa, dengan maju di Pilwakot Makassar 2019-2024; mundur dari jabatan ASN Sulsel.

Selama berkarier di pemerintahan, Irman, pernah menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Luwu Timur.

Baca Juga: Pilwalkot Solo, Publik Jawab Kebingungan Gibran soal Politik Dinasti

Belum selesai. Di tahun 2015, adik kandung Syahrul, Dewie Aryaniliza alias Dewie Yasin Limpo, yang merupakan anggota Komisi VII DPR RI 2014-2019, ditangkap KPK.

Ia yang merupakan kader Partai Hanura, disebut menerima suap 117.700 ribu dolar Singapura, atau setara Rp1,7 miliar.

Suap itu berkaitan dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH), di Kabupaten Deiyai, Papua.

Dewi, divonis enam tahun penjara, di pengadilan tingkat pertama Jakarta Pusat pada 13 Juni 2016 lalu. Tapi hak politiknya, tidak dicabut.

Namun, dalam tingkat banding, vonis Dewi, menjadi delapan tahun penjara dan denda Rp200 juta, subsider tiga bulan serta hak politik untuk dipilih dan memilih, dicabut selama tiga tahun; terhitung selesai menjalani pidana pokok.

Vonis itu, semakin kuat lewat putusan kasasi pada 2017, yang dibacakan hakim Artidjo Alkostar.

Artidjo, memang dikenal pro pemberantasan korupsi. Maka tak heran, jika PK Dewie, juga ditolak, hingga status hukumnya telah inkracht.