Analis Politik Exposit Strategic Sebut Kualitas Demokrasi di Indonesia Menurun

Analis Politik Exposit Strategic Sebut Kualitas Demokrasi di Indonesia Menurun

Ngelmu.co – Kualitas demokrasi di Indonesia cenderung menurun dalam enam bulan terakhir. Hal ini disampaiakn oleh Analis Politik Exposit Strategic, Arif Susanto.

Analis Politik Exposit Strategic Sebut Kualitas Demokrasi di Indonesia Menurun

Sejauh ini, Indonesia telah menunjukan langkah positif dalam demokrasi. Mulai dari Pemilu yang dilaksanakan secara berkala dan relatif bebas hingga adanya kesadaran politik dari masyarakat.

Kendati demikian, ia juga menyebut hal negatif yang menghambat demokrasi pun banyak. Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah dalam memperbaiki kemerosotan kualitas demokrasi di Indonesia.

“(Tetapi) negativitas yang menghambat demokrasi kita lebih banyak,” ujar Arif dalam diskusi “Peringatan 22 Tahun Reformasi” yang digelar melalui daring, Kamis (21/5/2020).

Arif pun menjelaskan, apa saja faktor yang menjadi penyebab turunnya kualitas demokrasi di Indonesia. Ternyata hal tersebut disebabkan oleh enam faktor.

Pertama, korupsi dan ketertutupan menjadi praktik meluas, sedangkan lembaga anti rasuah justru dilemahkan.

Kedua, ancaman kebebasan berekspresi semakin terang-terangan, baik dari negara pun masyarakat.

Ketiga, kebebasan berorganisasi cenderung mengaami regresi.

Dan yang keempat, kebebasan dan independensi media semakin rentan karena terdampak adanya pemusatan kepemilikan dan intervensi kekuasaan.

Kelima, penegakan hukum nyaris tak pernah mengalami kemajuan.

“Faktor lain adalah macetnya regenerasi dan pembangunan kesadaran dalam situasi yang abu-abu. Antara belum demokratis, tetapi tidak sungguh otokratik,” kata Arif.

“Terakhir, teknologi komunikasi digital bantu atasi jarak, tetapi relatif gagal menghasilkan progresifitas,” tegas dia.

Arif menilai, ancaman terhadap demokrasi datang dari hampir semua arah. Pertama, negara, di mana terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, mulai dari korupsi, peraturan tidak adil, intimidasi samar/terang, kekerasan, dan diskriminasi.

Kedua, elite politik yang kerap melakukan praktik korupsi, pemusatan kuasa ekonomi-politik, populisme dan propaganda.

Ketiga, elite ekonomi. Faktor tersebut membuat terjadinya perburuan rente, pemusatan kuasa ekonomi-politik, pendanaan tidak sah politik, dan peminggiran.

Keempat, banyaknya masyarakat yang mengalami kekerasan, pemecilan, hingga jebakan kabar bohong alias hoax.

Ia juga memaparkan, kondisi civil society yang saat ini memprihatinkan. Hal ini menjadi dampak paling nyata dari adanya pemutusan ekonomi-politik yang menciptakan ketergantungan pada hampir semua sektor.

Secara internal pun, progresifitas dan kohesivitas civil society cenderung menyusut. Hal itu semakin diperparah dengan adanya ruang ekspresi yang semakin terbatas.

Baca Juga: Teori Bandit, Kekuasaan, dan Demokrasi di Masa Pandemi

Di sisi lain, sebelumnya institusi pendidikan banyak menyumbang penguatan civil society yang kini justru terjebak pada segmen industrialisasi.