Anjloknya Nilai Rupiah, Benarkah Memberikan Keuntungan?

Ngelmu.co – Pelemahan rupiah tak selalu berdampak buruk bagi Indonesia. Hal itu dikemukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Sri Mulyani menagtakan secara tak langsung pelemahan rupiah menyumbang penerimaan negara. Menurut Sri, setiap rupiah melemah Rp 100, maka pendapatan negara bertambah Rp 4,7 triliun.

Sementara itu, belanja negara naik Rp 3,7 triliun. Namun, angkanya tak mengkhawatirkan karena penerimaan negara angkanya lebih besar. Total neraca positif Rp 1,6 triliun setiap kali rupiah melemah Rp 100.

Namun, di sisi lain, untuk menjaga rupiah tetap stabil, BI telah mengeluarkan Rp 11,9 triliun baik di pasar valuta asing maupun membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

“Sejak Kamis, Jumat, Senin, Rabu kita intervensi jumlahmya meningkat. Juga di pasar sekunder koordinasi dengan Kemenkeu, pembelian SBN tidak hanya stabilkan pasar SBN tapi juga mendukung stabilitas nilai tukar, agar suhu badan kita turun. Hari Kamis kita beli Rp 3 triliun, Jumat Rp 4,1 triliun, Senin Rp 3 triliun, dan kemarin Rp 1,8 triliun,” ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Rabu (5/9/2018) seperti dikutip dari Kompas.com.

Perry menyatakan bahwa intervensi ganda merupakan salah satu bentuk langkah jangka pendek untuk stabilkan rupiah.

Selain itu, sebelumnya Sri Mulyani mengatakan pemerintah melalui forum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan memantau detail perilaku pelaku pasar.

“Kami akan bersama-sama dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, lewat forum KSSK, akan meneliti dan memonitor secara detail tingkah laku pelaku pasar. Mana-mana transaksi yang legitimate demi memenuhi keperluan industrinya, atau tidak legitimate,” katanya seusai rapat di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 3 September 2018, dikutip dari Tempo.

Bahkan Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah akan menindak pihak-pihak yang membuat rupiah makin melemah.

“Kalau tidak legitimate kami akan lakukan tindakan tegas agar tidak menimbulkan spekulasi atau sentimen negatif,” ujar Sri Mulyani.

Lalu, jika pernyataan Sri Mulyani benar, maka apakah perlu Bank Indonesia (BI) menggelontorkan biaya besar untuk menjaga nilai tukar rupiah? Kenapa BI harus mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk menstabilkan nilai rupiah? Kenapa saat rupiah terus anjlok mencapai lebih dari Rp15.000, Sri Mulyani mengancam pengusaha yang menahan dolarnya?