Berita  

Apa Alasan Dewas Hapus Nilai Religiusitas dari Kode Etik KPK?

Kode Etik KPK

Ngelmu.co – Terdapat perbedaan pada Kode Etik Pimpinan-Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini. Pasalnya, nilai religiusitas yang sebelumnya ada, kini tak lagi tercantum. Lantas, apa sebenarnya yang menjadi pertimbangan hingga hal ini terjadi?

Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengatakan, pihaknya memutuskan untuk menambahkan unsur nilai sinergi yang sebelumnya tidak ada dalam Kode Etik Pimpinan-Pegawai KPK terdahulu.

“Kita cantumkan satu nilai dasar baru, yaitu sinergi,” kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, seperti dilansir Detik, Kamis (5/3).

Penambahan itu dilakukan, seiring berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Menurut Tumpak, dalam UU tersebut, KPK diharuskan bersinergi dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi.

“Karena Undang-Undang kita terjadi perubahan, di mana dalam Undang-Undang itu dijelaskan tegas, bahwa KPK harus melalukan kerja sama yang baik,” tuturnya.

“Bersinergi, koordinasi, dan supervisi secara baik, bahkan di situ ada juga join operation. Oleh karena itu, kita cantumkan itu sebagai salah satu nilai dasar,” lanjut Tumpak.

Ia juga menegaskan, penambahan nilai dasar sinergi itu, tak akan mengurangi independensi KPK.

“Tetap juga independensinya kita jaga. Kita atur sedemikian rupa. Sinergi tidak berarti kompromi, jelas itu disebut dalam kode etik kita,” jelas Tumpak.

Baca Juga: Kritik KPK, MAKI Nilai Hasto dan Donny Harusnya Jadi Tersangka

Sementara Ketua KPK, Firli Bahuri, mengatakan Kode Etik Pimpinan-Pegawai KPK yang baru, merupakan gabungan dengan aturan sebelumnya.

Menurutnya, hanya sedikit penambahan tentang nilai sinergitas yang diberikan pada aturan baru.

“Kode etik ini adalah menggabungkan kode etik yang sudah ada selama ini, tidak ada yang dikurangi. Bahkan ada nilai-nilai yang kita tambahkan,” kata Firli.

“Antara lain adalah sesuai dengan amanat undang-undang, bahwa kode etik pelaksanaan tugas pokok KPK itu sinergi, maka kita tambahkan juga salah satu nilai kode etik adalah sinergitas,” sambungnya.

Sebelumnya, Dewas KPK merampungkan penyusunan Kode Etik Pimpinan-Pegawai KPK.

Penyusunan kode etik ini merupakan bagian dari tugas Dewas KPK, sebagaimana tercantum dalam Pasal 37B UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Dilihat dari website resmi KPK, kpk.go.id, setidaknya ada beberapa perbedaan pada Kode Etik Pimpinan-Pegawai KPK yang baru, yakni:

1. Perihal persidangan kode etik terjadi pelanggaran, pegawai dan pimpinan KPK.

Dalam kode etik yang baru, pimpinan dan pegawai KPK yang melakukan pelanggaran akan disidang oleh Dewas KPK.

Namun, bila Dewas melakukan pelanggaran, maka akan disidang oleh Majelis Kehormatan Kode Etik.

Sedangkan pada Kode Etik KPK sebelumnya, pegawai disidang oleh DPP, sedangkan pimpinan oleh Komite Etik.

2. Kode Etik KPK yang baru ini berlaku sama bagi semua insan KPK, mulai dari Dewas KPK, pimpinan hingga pegawai.

Sedangkan pada Kode Etik sebelumnya, terdapat tambahan Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang berlaku secara khusus bagi pimpinan serta penasihat.

3. Dalam Kode Etik KPK sebelumnya, memuat lima nilai dasar lembaga.

Keadilan, profesional, kepemimpinan, religiusitas, dan integritas.

Tetapi pada kode etik yang baru, nilai religiusitas diganti dengan nilai sinergi.

Nilai religiusitas, sebelumnya disebut secara eksplisit, dianggap melekat, dan meresap ke dalam setiap insan manusia, serta memayungi seluruh nilai dasar yang ada.

Perubahan nilai sinergi ini merupakan wujud penjelasan UU Nomor 19 Tahun 2019 bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, KPK harus menjadikan aparat penegak hukum lain sebagai counterpart KPK.

Dalam nilai sinergi, terdapat beberapa poin penting, antara lain saling berbagi informasi, pengetahuan, dan data untuk meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi, kecuali yang bersifat rahasia atau yang harus dirahasiakan.