Badai PHK: Dari Indosat Hingga Pabrik-Pabrik di Daerah

Badai PHK
Foto: detikcom, Ilustrasi PHK (Tim Infografis: Zaki Alfarabi)

Ngelmu.co – Setahun belakangan, badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus terjadi di berbagai sektor dunia usaha. Mulai dari telekomunikasi, startup yang sudah menjadi unicorn, perusahaan baja, hingga manufaktur. Seperti dilansir Detik, Senin (17/2):

Indosat

PT Indosat Tbk. Belum lama ini, pihaknya mengaku menawarkan PHK kepada karyawannya, dengan jumlah mencapai 677 karyawan.

“Per tanggal 14 Februari 2020 kemarin, dari 677 karyawan yang terdampak, lebih dari 80 persen, telah setuju menerima paket kompensasi ini,” beber Director & Chief of Human Resources, Irsyad Sahroni, Sabtu, (15/02).

“Dan kami juga menjalin kerja sama dengan mitra Managed Service untuk memberi kesempatan bagi mereka, agar tetap dapat bekerja di mitra kami tersebut,” sambungnya.

Irsyad berdalih, langkah tersebut diambil sebagai upaya Indosat melakukan perubahan organisasi.

Merancang agar bisnis bisa lebih lincah, dan fokus kepada pelanggan, serta semakin dekat dengan kebutuhan pasar.

Bukalapak

Begitupun dengan perusahaan yang sudah menjadi unicorn satu ini, juga melakukan PHK, sebagai upaya restrukturisasi di internal perusahaan.

“Sebagai perusahaan dengan jumlah karyawan total 2.500-an, kami menata diri secara terbatas dan selektif untuk bisa mewujudkan visi kami sebagai sustainable e-commerce,” jelas Juru Bicara Manajemen Bukalapak.

Krakatau Steel

Sementara rencana PHK sejumlah karyawan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), sudah bukan rahasia lagi.

Dalam rangka restrukturisasi, awalnya KS akan PHK hingga 1.300 orang, terdiri dari karyawan organik dan outsourching.

Hingga sebagian besar pekerja outsourching mengadu ke Disnaker Kota Cilegon, karena per 1 Juni 2019, 300 karyawan outsource sudah dirumahkan.

Kebijakan itu, akan terus berlanjut hingga 1 Juli mendatang, dengan merumahkan 800 karyawan.

Namun, angka yang dilaporkan itu, belum termasuk karyawan organik mereka.

Direktur Utama KS, Silmy Karim, pun buka suara. Ia menegaskan, yang terjadi adalah restrukturisasi, dan tak melulu identik dengan PHK.

Menurut Silmy, produsen baja pelat merah itu sedang menjalankan restrukturisasi, demi perbaikan kinerja.

Agar roda bisnis berjalan efisien dengan merestrukturisasi utang, organisasi, dan sumber daya manusia (SDM), serta bisnis, upaya penyelamatan perusahaan perlu dilakukan.

Sampai akhirnya, sebanyak 2.683 karyawan kontrak dari 9 vendor di lingkungan KS, setuju untuk diberhentikan, dengan kompensasi dua kali pesangon dari pihak vendor.

NET TV

Sementara untuk kabar NET TV akan melakukan PHK, Chief Operating Officer PT Net Mediatama, Azuan Syahril memastikan, tak ada rencana PHK massal terhadap karyawannya.

Tetapi ia tak menampik, jika pihaknya sedang melakukan efisiensi, menawarkan karyawannya untuk mengundurkan diri secara suka rela.

“Yang ada kita di sini dalam rangka, salah satunya efisiensi segala macam, kita mencoba menawarkan ke karyawan yang berminat mengundurkan diri, kita kasih kesempatan, dan akan diberikan benefit,” tuturnya, Jumat (9/8/2019) lalu.

Azuan juga menjelaskan, meski industri televisi saat ini mengharuskan pihaknya mengambil langkah efisensi, PHK massal dan sepihak tak akan jadi pilihan.

Badai PHK di Batam

Badai PHK juga terjadi di Batam. Sebanyak 2.500 orang di Kepulauan Riau, kehilangan pekerjaan, karena dua pabrik setempat tutup.

Adalah PT Foster Electronic Indonesia dan PT Unisem Batam, sebagaimana disampaikan Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, Rudi Sakyakirti.

“Foster sudah merencanakan penutupan perusahaan setahun lalu. Di sana ada sekitar 1.000 karyawan, yang banyak adalah karyawan kontrak, yang permanennya tidak sampai 800 orang,” kata Rudi, Selasa (27/8/2019).

Sedangkan PT Unisem, jumlah karyawannya mencapai 1.505, dengan rincian:

  • 1.127 karyawan permanen, dan
  • 358 karyawan kontrak.

Perusahaan, menurut Rudi, sudah merencanakan untuk menutup usahanya di akhir September 2019 lalu.

“Namun, demikian customer tidak mau (PT Unisem tutup), karena ada orderan yang harus diselesaikan,” ujarnya.

“Mereka menemui saya, lalu kemarin di perusahaan disepakati bahwa akhir September nanti akan ada PHK 700 orang, jadi tinggal 800 orang untuk menyelesaikan semua orderan,” lanjutnya.

Menurut Rudi, pengerjaan pesanan akan diselesaikan selama enam bulan, baru setelahnya, PT Unisem akan ditutup total.

Badai PHK di Surabaya

Seirama dengan Batam, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur, juga telah menerima laporan adanya lebih dari 2.000 pekerja di perusahaan rokok, akan di PHK.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Disnakertrans Jatim, Himawan Estu Bagijo.

Ia menyebut, pabrik rokok Sigaret Kretek Tangan yang berlokasi di Kletek, Sidoarjo, akan mem-PHK karyawannya.

“PHK tahun depan banyak, beberapa perusahaan yang alas kaki misalnya. Kemudian di Kletek. Skema-skema itu sudah kita bicarakan dengan pengusaha,” kata Himawan.

“Kemudian ada penyesuaian dengan pelatihan dan pilihan-pilihan job apa yang dipilih nanti. Kalau mau disebut, lebih dari 2.000-an,” bebernya, di Kantor Gubernur Jatim, Surabaya, Rabu (20/11/2019) lalu.

Badai PHK di Industri Tekstil

Terakhir yang dikabarkan akan melakukan PHK besar-besaran adalah industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Maraknya impor produk kain menjadi penyebabnya.

Seperti disampaikan Wakil Sekretaris Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat, Rizal Tanzil.

Berdasarkan penelusuran timnya pekan lalu, Rizal mengatakan, hasilnya cukup miris dua—memproduksi dengan kapasitas yang sangat minim—untuk dua pabrik tekstil kain di Cisirung dan Majalaya, Kabupaten Bandung.

“Ada yang produksi dengan utilisasi hanya 40 persen dan 25 persen, padahal bila normal, utilisasi sampai 80 persen dari kapasitas terpasang,” jelas Rizal, Jumat (27/9/2019).

Baca Juga: Ratusan Perusahaan Tekstil di Jawa Barat Gulung Tikar

Tetapi pemilik kedua pabrik tersebut, tak mau disebutkan identitasnya. Mereka hanya bersedia membeberkan kondisi bisnisnya yang sedang sakit.

Produksi kain dari dua pabrik tersebut, menumpuk di gudang-gudang, karena tak ada pesanan.

“Testimoni dari manajer pabrik, ‘Saya sudah kerja 30 tahun lebih, baru tahun ini parah, hanya seperempat mesin yang jalan’,” ungkap Rizal menyampaikan.

Tekanan tersebut sudah terjadi sejak dua tahun terakhir, tetapi puncaknya terjadi jelang tutup tahun 2019.

Awalnya, terdapat pabrik yang memiliki pekerja mencapai 1.200 orang, kemudian menyusut menjadi 500 orang.

Ada pula pabrik yang awalnya punya pekerja 600 orang, kini tinggal 100 orang yang aktif bekerja.

Akan kah badai PHK ini terus berlanjut dan menyebar? Semoga tidak.