Bank Dunia Prediksi Indonesia Alami Ancaman Terbesar Ekonomi

Bank Dunia Prediksi Indonesia Alami Ancaman Terbesar Ekonomi
Bank Dunia Prediksi Indonesia Alami Ancaman Terbesar Ekonomi

Ngelmu.co – Bank Dunia prediksi Indonesia alami ancaman terbesar ekonomi di tengah perang dagang yang terus berlanjut antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Hal tersebut tertuang dalam laporan Bank Dunia pada September 2019 yang berjudul “Global Economic Risks and Implications for Indonesia” Bank Duia memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus menurun di tengah perlambatan ekonomi global.

Bank Dunia Prediksi Indonesia Alami Ancaman Terbesar Ekonomi
Bank Dunia Prediksi Indonesia Alami Ancaman Terbesar Ekonomi

“Pertumbuhan PDB Indonesia akan berlanjut menurun akibat lemahnya produktivitas dan pertumbuhan tenaga kerja yang melambat,” jelas Bank Dunia.

Menekan Perekonomian Indonesia

Tak hanya itu, menurunnya harga komoditas dunia pun semakin menekan perekonomian Indoneisa. Manurut gambaran dari Bank Dunia, setiap 1 poin presentase (percantage point) penurunan ekonomi China berdampak pada penurunan ekonomi Indonesia sebesar 0,3 percentage point.

Pada resi 2009 misalnya, pertumbuhan ekonomi global menurun hingga 6,2% dari 2007, disertai dengan harga komoditas yang jatuh. Saat itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pun melambat sekitar 1,7%.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi global, juga dipicu terjadinya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China ynag berlanjut, potensi resesi ekonomi AS, juga pelemahan ekonomi Eropa dan China, dipandang Bank Dunia akan memicu arus keluar modal (capital outflow) yang lebih besar dari sebelumnya.

“Ini dapat menyebakan suku bunga acuan Indonesia kembali meningkat dan rupiah terderesiasi lebih dalam,” lanjutnya.

Capital Outflow Berbahaya

Capital outflow disebut akan semakin berbahaya. Sebab, hingga saat ini Indonesia masih mengalami defisit neraca transaksi berjalan (CAD). Pada kuartal II-2019 lalu, CAD Indonesia mencapai US$ 8,4 miliar atau 3% dari PDB. Defisit tersebut naik, dari yang semula US$ 7 miliar atau 2,6% dari PDB pada kuartal pertama.

Menurut perkiraan Bank Dunia, CAD Indonesia di akhir 2019 nanti sebesar US$ 33 miliar, naik dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai US$ 31 miliar. Selian itu, pertumbuhan FDI Indonesia juga mulai melemah. Tahun ini, Bank Dunia mempredikasi Indonesia hanya US$ 22 miliar.

Dengan kondisi yang seperti saat ini, diperkirakan setidaknya dibutuhkan US$ 16 miliar per tahun inflow pembiayaan eksternal untuk menutup gap desifit tersebut.

“Pembiayaan eksternal yang dibutuhkan bisa lebih banyak jika capital outflow yang diprediksi benar-benar terjadi,” terang Bank Dunia.

Sepanjang Tahun ini Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tertekan

Selain itu, Bank Dunia juga memprediksi, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin tertekan sepanjang tahun ini, di tengah perlambatan ekonomi global. Selain risiko perekonomian dan geopolitik global yang makin tinggi, tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia juga disebabkan oleh lemahnya produktivitas dan pertumbuhan tenaga kerja yang melambat.

Di samping itu, Bank Dunia menilai, pelemahan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga dikarenakan adanya upaya penurunan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Bnk Dunia melihat, pelemahan CAD tidak menjadi solusi utama untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.

“Solusinya adalah meningkatkan foreign direct investment (FDI),” terang Bank Dunia dalam riset yang dikutip dari Kontan.co.id, Kamis (5/9/2019).

Bank Dunia juga menuturkan, bahwa penurunan CAD sama dengan penurunan pertumbuhan PDB. Secara terori, neraca transaksi berjalan merupakan tabungan (savings) dikurangi investasi (investment). Untuk mengurangi CAD, Indonesia membutuhkan kombinasi tingkat tabungan yang lebih tinggi dan investasi yang lebih rendah.

Yang dimaksud dengan tingkat tabungan yang lebih tinggi adalah masyarakat lebih sedikit melakukan konsumsi. Sedangkan, investasi yang lebih rendah akan berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi baik untuk saat ini maupun di masa yang akan datang.

“Yang menjadi masalah adalah Indonesia membiayai CAD dengan arus modal yang volatile dari investor portofolio,” terang Bank Dunia.

Semestinya, pengurangan CAD dipacu oleh arus masuk modal yang lebih stabil seperti FDI yang berorientasi ekspor. Selain tidak mudah keluar dan masuk layaknya investasi portofolio, FDI juga menciptakan lapangan pekerjaan di dalam negeri yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Namuan sayangnya, hingga saat ini arus masuk FDI ke Indonesia masih kecil. Dalam lima tahun terakhir, tercatat oleh Bank Dunia, rata-rata arus masuk FDI ke Indonesia hanya 1,9% terhadap PDB. Level ini jauh di bawah Kamboja yang 11,8% dari PDB, Vietnam 5,9%, Malaysia 3,5%, dan Thailand 2,6% terhadap PDB.