BBM Naik Lagi, Pemerintahan Jokowi Panik

BBM

Ngelmu.co – Per 1 Juli 2018 kemarin, Pertamina menaikkan lagi harga BBM nonsubsidi. Kenaikan harga tersebut berkisar dari Rp 600-Rp 900.

Keputusan Pertamina menaikkan BBM nonsubsidi jenis Pertamax dan Dex Series yang mulai berlaku 1 Juli 2018, mendapat sorotan dari banyak kalangan masyarakat. Ssalah satunya dari  Pengamat Kebijakan Publik dari Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Amir Hamzah.

Amir Hamzah menilai bahwa pemerintahan Jokowi dinilai mengalami kepanikan menyusul tagihan hutang luar negeri yang jatuh tempo. Cara termudahnya yakni, dengan menaikkan harga BBM secara diam-diam.

“Pemerintahan Jokowi panik luar biasa karena utang luar negeri yang jatuh tempo,” kata Amir saat dihubungi, Minggu (1/7), dikutip dari JPNN.

Amir mengungkapkan bahwa hingga Juli 2019, Jokowi harus membayar utang luar negeri sekitar Rp 810 triliun. Hal itu berarti setiap bulannya wajib mencicil Rp 70 triliun. Adapun cara mudah mendapatkan uanga adalah menaikkan BBM tanpa memperdulikan kesengsaraan rakyat.

Baca juga: Ini Daftar Lengkap Harga Pertamax Terbaru

“Bagimana cara gampang cari uang? Salah satunya menaikan harga BBM. Pemerintah tidak peduli kesengsaraan rakyat,” ujar Amir.

Di lain pihak, Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmi Radhi juga ikut memberikan pendapatnya tentang kenaikan bahan bakar minyak ini. Fahmi mengatakan bahwa kenaikan harga Pertamax dan BBM jenis nonsubsidi tidak akan mempengaruhi inflasi. Sebab, kenaikan yang berkisar antara Rp 600 hingga Rp 900 per liter tidak terlalu besar.

Fahmi menilai bahwa keputusan Pertamina menaikkan harga BBM nonsubsidi merupakan langkah yang wajar karena saat ini harga minyak dunia sudah mencapai 70 dolar per barel. Makanya, jika Pertamina tidak menaikkan harga jual maka akan membuka peluang potential lost keuangan pertamina.

“Ini sebagai upaya untuk mengurangi potensial lost keuangan Pertamina. Harga minyak dunia terus merangkak naik,” ujar Fahmi, Minggu (1/7), dikutip dari JPNN.

Berdasarkan data dari Kemenkeu, harga minyak dunia per 31 Mei 2018 sudah mencapai USD 66 per barel. Bahkan saat ini mendekati USD 70 per barel.

Harga minyak dunia itu lebih tinggi dari harga asumsi APBN yang menetapkan harga minyak USD 48 per barel. Pada 2016, asumsi APBN hanya USD 34 per barel yang memiliki arti, terjadi kenaikan harga minyak 2 kali lipat dalam dua tahun.

Diketahui bahwa tingginya harga minyak menjadi salah satu hal yang memengaruhi neraca perdagangan. hal itu karena ada defisit di sektor migas. Ditambah produksi minyak dan gas per 31 Mei 2018 mengalami penurunan, yaitu lifting minyak 742 ribu barel per hari, dari asumsi 800 ribu barel per hari.