Berita  

Benarkah Hanya 2% Kasus COVID-19 di Indonesia yang Terkonfirmasi?

Hanya 2% Kasus COVID-19 di Indonesia yang Terkonfirmasi

Ngelmu.co – Di tengah melonjaknya pencatatan kasus virus Corona (COVID-19) di Indonesia, hasil penelitian yang dilakukan para ilmuwan di Center for Mathematical Modelling of Infectious Diseases yang berbasis di London, Inggris, justru mengungkapkan hal mengejutkan.

Pasalnya, mereka mengestimasikan kasus COVID-19 di Indonesia, yang berhasil dikonfirmasi hanya 2 persen.

Hanya 2% yang Terkonfirmasi

Angka tersebut berdasarkan data hasil peninjauan Reuters. Dengan kata lain, para ahli memprediksi, jumlah kasus yang dilaporkan akan jauh lebih banyak dari yang sudah tercatat sejauh ini.

Mengingat tingkat pengujian yang rendah berbanding terbalik dengan tingkat kematian yang tinggi. Artinya, jumlah angka yang sebenarnya, disebut bisa mencapai 34.300 kasus, lebih banyak dari Iran.

Jumlah kasus COVID-19 di Indonesia, memang terus bertambah, setidaknya, hingga Jumat (27/3) pagi, jumlah pasien terkait COVID-19 di seluruh Indonesia, sudah mencapai 893 orang.

Di mana 78 di antaranya meninggal dunia—tertinggi di Asia Tenggara—sementara 35 lainnya dinyatakan sembuh.

Defisit Cukup Signifikan

Meningkatnya kasus virus Corona, jelas menyebabkan Indonesia mengalami defisit yang cukup signifikan, terutama dalam sektor sarana kesehatan, seperti tempat tidur rumah sakit, petugas medis, hingga fasilitas perawatan intensif.

Para pakar pun telah memperingatkan, bahwa Indonesia bisa menjadi episentrum baru pandemi COVID-19, terlihat dari lonjakan kasus yang terjadi di setiap harinya.

Menurut peneliti, melonjaknya kasus virus Corona di Indonesia, tak lain karena respons pemerintah yang dinilai lambat dalam menangani persebaran wabah SARS-CoV-2 ini.

Bicara soal Skenario Terburuk

Bahkan, penelitian lain memproyeksikan kasus COVID-19 di Indonesia, bisa meningkat hingga 5 juta kasus, pada akhir April 2020 mendatang, di bawah skenario terburuk.

“Wabah telah kehilangan kendali, karena mereka telah menyebar di mana-mana,” kata seorang ekonom kesehatan masyarakat, Ascobat Gani, seperti dilansir Reuters, Rabu (25/3).

“Mungkin kita akan mengikuti Wuhan atau Italia. Saya pikir kita ada dalam kisaran itu,” sambungnya.

Pasalnya, Indonesia merupakan negara keempat terpadat di dunia, dengan jumlah penduduk sekitar 260 juta jiwa.

Tetapi berdasarkan data Kementerian Kesehatan, total fasilitas tempat tidur rumah sakit hanya mencapai 321.544 unit.

Perbandingan dengan Korsel dan Italia

Maka jika dilakukan perbandingan sederhana, jumlah tempat tidur yang dimiliki Indonesia, ibarat 12 tempat tidur digunakan untuk 10.000 orang.

Sedangkan Korea Selatan, memiliki perbandingan 115 tempat tidur per 10.000 orang, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Baca Juga: Hadapi Corona, Peneliti Sebut Sistem Kesehatan Indonesia di Ambang Jurang

WHO juga mencatat Indonesia, pada 2017 lalu, hanya memiliki dokter dengan perbandingan empat dokter per 10.000 orang.

Sementara Italia, memiliki 10 kali lebih banyak, dan Korea Selatan, memiliki dokter empat kali lebih banyak dari Indonesia.

Tak Cukup Siap dan Mulai Kewalahan

Ahli epidemiologi di Universitas Indonesia, Budi Waryanto, pun memiliki pandangannya sendiri.

Ia menilai, bahwa rumah sakit yang dimiliki sekarang, tidak cukup siap untuk menangani kasus-kasus potensial, begitupun perawatannya, sangat terbatas.

Hal ini terlihat, sejak kasus virus Corona meningkat, beberapa rumah sakit mulai kewalahan menangani pasien.

Padahal, jumlahnya masih dalam kisaran ratusan orang. Namun, sudah banyak staf yang kehabisan peralatan pelindung, sampai terpaksa menggunakan jas hujan plastik yang tidak sesuai standar untuk merawat pasien-pasien COVID-19.

Meninggalnya delapan dokter dan satu perawat karena terpapar virus Corona pun, bisa menjadi bukti bagaimana gagapnya sistem kesehatan Tanah Air, dalam menghadapi pandemi ini.

Di Italia, dengan fasilitas yang jauh lebih memadai saja, sudah ada 8.215 kematian, akibat virus Corona, di mana lebih dari 20 di antaranya, adalah dokter.

“Kami Membawa Masker Sendiri”

Bersuara di tengah perjuangannya, salah satu petugas rumah sakit di Jakarta, mengancam tidak akan masuk kerja, karena kekurangan peralatan pelindung.

“Kami membawa masker sendiri, pakaian pelindung sendiri, yang mungkin kualitasnya tidak standar. Teman-teman saya satu per satu terpapar virus Corona,” ujar dokter yang tak ingin disebutkan namanya itu.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia, sudah mendatangkan sekitar 175.000 peralatan pelindung untuk para petugas medis, pada pekan ini, dan sudah mulai di-distribusikan ke seluruh rumah sakit yang ada di Indonesia.

Pemerintah juga membuka rumah sakit darurat di Jakarta, yang bisa merawat hingga 24.000 pasien virus Corona.

Dokter dan petugas medis lainnya, juga dijanjikan akan mendapat uang intensif, serta di-fasilitasi alat tes virus Corona—rapid test—yang dibeli dari Cina.

Poin-poin yang Dinilai akan Memperparah Kondisi

Sayangnya, upaya-upaya tersebut masih belum bisa menyangkan, jika Indonesia memang akan jauh lebih sulit menangani pandemi virus Corona.

Sistem kesehatan yang terdesentralisasi, membuat pemerintah kesulitan dalam mengoordinasikannya, dengan sekitar 19.000 pulau yang membentang 5.100 kilometer.

Kurangnya tempat tidur di unit perawatan intensif, juga dinilai akan memperparah kondisi yang sudah terjadi.

Terlebih, saat ini Indonesia sedang memasuki puncak musim demam berdarah, maka bisa dipastikan, permintaan fasilitas kesehatan pun akan terus bertambah.

“Jika Anda sakit parah, dan Anda bisa masuk ICU, memakai ventilator, mayoritas orang harus selamat. (Tapi) Jika Anda tidak membawanya ke ICU dan memberinya ventilator, maka mereka akan mati,” ungkap spesialis kesehatan masyarakat dari Universitas Curtin Perth, Archie Clements, merujuk pasien terinfeksi virus Corona.

“Kita Tak Akan seperti Italia dan Cina”

Kendati demikian, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, mengatakan jika langkah-langkah physical distancing dilakukan secara tepat, maka seharusnya tidak ada kebutuhan sebanyak itu untuk mengatasi virus Corona.

“Kita tidak akan seperti Italia dan Cina, yang penting adalah kita mengerahkan kekuatan, dan masyarakat harus menjaga jarak sosial,” ujarnya.