Opini  

Ahok Sebut Indonesia Akan Jaya, Jika Setiap Warga Rela Mematikan Ego SARA

Foto: Instagram @basukubtp

Ngelmu.co – Dinilai memiliki semangat kerja dan integritas yang tinggi, mantan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok, berhasil meraih penghargaan Roosseno Award IX, Senin (22/7) kemarin.

Foto: Instagram @basukubtp

Roosseno Award sendiri, merupakan penghargaan yang diberikan sejak tahun 2011 lalu, untuk tokoh dan peneliti Indonesia, yang dianggap menginspirasi, baik melalui karya, kegiatan, maupun semangatnya. Selain tokoh politik, penghargaan itu juga diberikan kepada tokoh di bidang Iptek, budaya, dan sosial.

Dikutip dari akun Instagram pribadinya, @basukibtp, usai menghadiri acara penghargaan tersebut, BTP terlihat membagikan pesan.

Ia menyatakan, dirinya akan kuat menghadapi apa pun beban serta cobaan yang diberikan kepadanya, asal hal itu demi kepentingan nasional.

“Ketika saya dihina, difitnah, dipermalukan, dan diperlakukan tidak adil sekali pun, asal untuk kepentingan nasional, saya akan tetap tegak berdiri menjalaninya,” tulis BTP, Senin (22/7).

Maka, BTP berpendapat, Indonesia baru akan menuju kejayaannya, jika setiap warga negara bisa mematikan ego serta kepentingan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) masing-masing.

“Jika setiap warga negara rela ‘mematikan’ egonya, kepentingan SARA-nya, maka saat itulah Indonesia akan menuju kejayaan,” lanjut BTP.

Ia juga mengaku, selama hampir dua tahun di dalam tahanan, dirinya terus mempelajari bagaimana caranya memaafkan masa lalu.

Itu sebabnya, menurut BTP, rekonsiliasi nasional perlu dilakukan, untuk memaafkan semua kekhilafan serta ketidaksengajaan yang sudah terjadi selama ini.

“Tidak kalah penting adalah memaafkan kesalahan masa lalu, harus ada rekonsiliasi nasional bagi seluruh kekhilafan atau kesengajaan terjadinya kejahatan kemanusiaan demi kekuasaan. Ini harus dilakukan, supaya kita tidak terjebak dalam polemik saling menyalahkan soal masa lalu,” tuturnya.

Ia juga mengenang jalan hidupnya yang naik turun dengan sangat cepat. Setelah sesaat mencicipi kursi gubernur (menggantikan Jokowi), ia harus menelan kekalahan di Pileg DKI 2017.

Seolah belum usai, kepedihannya berlanjut saat dirinya masuk ke dalam penjara, atas kasus penistaan agama.

“Saya anggap ini sebagai bagian dari penguasaan diri. Seperti yang saya alami kemarin, di mana saya adalah seorang gubernur, dan dalam waktu sekejap hidup saya berubah. Kalah di Pilkada, divonis bersalah, langsung masuk tahanan,” ujarnya.

Mengaku kecewa, marah, diperlakukan tidak adil, dan merasa dikorbankan, BTP tetap berusaha menyikapinya dengan terus bersyukur di balik jeruji besi.

“Saya mulai bisa menguasai diri saya, membangkitkan kembali semangat saya. Saya pikir, ditahan untuk bisa melatih diri dan semakin mengenal Tuhan, agar nanti setelah keluar menjadi model, bagaimana menjadi manusia yang penuh kasih, damai, sabar,” pungkasnya.