Berita  

Bukan soal Palestina, Masalah Kita Itu Korupsi Bansos!

Indonesia Dukung Bela Palestina

Ngelmu.co – Kita tak dapat memungkiri, jika mayoritas masyarakat Indonesia, peduli dengan Palestina. Pembelaan demi pembelaan, terus disuarakan.

Meskipun ada juga segelintir pihak yang meminta agar publik, tidak berlebihan dalam membantu Palestina.

Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, misalnya.

‘Kita juga sedang Prihatin’

Tanpa mengurangi rasa empati, ia berpesan, agar masyarakat sewajarnya dalam melakukan aksi solidaritas.

Sebab, menurut Muhadjir, saat ini Indonesia juga masih dalam kondisi prihatin.

Hal ini ia sampaikan usai meninjau kegiatan vaksinasi 890 pegiat serta relawan pemberdayaan perempuan dan anak, di Kantor Perpusnas [Perpustakaan Nasional], Salemba, Jakarta.

“Saya mohon, masyarakat menyikapi secara proporsional, tidak berlebih-lebihan,” tuturnya saat konferensi pers, Senin (24/5), mengutip kemenkopmk.go.id.

“Mengingat, kita sendiri juga sedang dalam suasana prihatin, yaitu bagaimana kita berupaya keras untuk menangani wabah COVID-19 dengan segala dampaknya,” sambung Muhadjir.

Ia juga mengingatkan, agar masyarakat berhati-hati dalam memberikan sumbangan untuk Palestina.

Menurut Muhadjir, akan lebih baik jika penyaluran sumbangan melalui badan [lembaga resmi] berizin atau otoritas dari Kementerian Sosial (Kemensos).

Hal tersebut, lanjutnya, guna mencegah penyelewengan atau penyalahgunaan dana bantuan sosial kemanusiaan dari masyarakat Indonesia untuk Palestina.

“Kita juga harus pastikan, sumbangan-sumbangan itu betul-betul tepat sasaran, dan tidak ada yang dimanfaatkan oleh mereka-mereka yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.

“Momentum-momentum, di mana masyarakat terdorong karena empatinya, rasa kegotong-royongannya, kemudian mengeluarkan bantuan-bantuan itu, agar jangan sampai dimanfaatkan oleh mereka yang tidak bertanggung jawab,” pungkas Muhadjir.

Warganet Menjawab

Mendengar pernyataan Muhadjir, para pengguna media sosial pun langsung merespons.

Pemilik akun @JeckDumai, salah satunya. Ia menjawab dengan pertanyaan, “Ooo, lagi sulit, ya? Bukanya lagi meroket?”

“Hidup Jokowi, lanjutkan tiga periode, supaya bangsa ini semakin sulit,” sambungnya.

Sementara menurut warganet bernama Nanang, membantu Palestina sama dengan mencari jalan agar Allah menolong Indonesia.

“Justru Pak, dengan menolong saudara kita yang kesulitan, itu cara buat kita mendapat pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala,” tegasnya.

Lebih lanjut, pemilik akun @dogasea, Idris, justru meminta Muhadjir, menyatukan masyakarat.

“Ajak rakyat, Pak, satuan mereka, biar Indonesia sejahtera,” tulisnya.

“Oh iya, Pak, Palestina juga dulu bantu kita, Pak, biarin aja kami bantu [mereka],” imbuh Idris.

Ia pun bertanya, “Apa betul, Pak, negara kita lagi susah? Waduh… karena Palestina, jadi ketahuan negara kita lagi susah,” tutupnya.

Politikus PDIP Minta Pemerintah Tetapkan Regulasi

Turut bicara soal donasi untuk Palestina, Anggota Komisi IX DPR RI F-PDIP Muchamad Nabil Haroen, meminta agar pemerintah menetapkan regulasi [sekaligus mekanisme distribusi dana].

“Dengan melibatkan pihak terkait. Semisal Dubes atau wakil otoritas Palestina di Jakarta,” tuturnya, dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/5) lalu.

Sebelumnya, mengutip Teropong Senayan, Nabil menyoroti lembaga serta komunitas penyelenggara donasi.

“Banyak sekali lembaga, dan bahkan perseorangan yang menggalang dukungan, dan menghimpun dana atas nama Palestina,” ujarnya.

Bagi Nabil, pengawasan dari lembaga finansial dan filantropi internasional juga perlu.

Agar donasi serta dukungan, menjadi maksimal dan menghasilkan kemaslahatan publik.

“Aspek transparansi dan akuntabilitas, menjadi penting,” kata Nabil.

Ia juga menegaskan, bahwa sejak awal, sikap pemerintah Indonesia, mendukung kedaulatan Palestina, sekaligus mengutuk agresi pun segala bentuk penjajahan.

Pemerintah Indonesia, sambung Nabil, juga mengumpulkan dukungan berbagai negara untuk bersama-sama menyatakan sikap, dan meminta PBB, menghentikan kekerasan di Palestina.

“Warga Muslim Indonesia juga menyatakan sikap dan kepedulian yang luar biasa,” ucapnya.

“Intinya, mendukung perdamaian antar dua pihak,” pungkas Nabil.

Masalah Kita Itu Korupsi Bansos!

Netizen pun kembali menyikapi pernyataan Muhadjir, juga Nabil, dengan berbagai tanggapan.

Bicara soal transparansi dana donasi untuk Palestina, akun @vierda pun mengingatkan, jika itu murni harta rakyat.

“Kalau mau ribut transparansi, ya, bansos [bantuan sosial] pandemi gitu. Itu ada uang pajak kalian di situ,” tegasnya.

Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu, melalui akun Twitter pribadinya, @msaid_didu, juga berkomentar.

“Kalian diam saat menyaksikan korupsi uang rakyat, tapi kalian teriak dan minta diawasi, saat rakyat mengumpulkan uang sendiri untuk amal,” kritiknya.

“Kalian masih waras?” tanya Said. Ia juga menjawab pesan Muhadjir dengan, “Yang perlu dihentikan adalah korupsi dan ‘kekuasaan’ para cukong.”

Baca Juga: Ustadz Adi Hidayat Bela Palestina: Aplikasi Al Qur’an Dihapus Google Hingga Sumbang Rp30 Miliar

Pemilik akun @osolihin pun bertanya, “Banyak kaum Muslimin yang berdonasi untuk Palestina, kok, dipermasalahkan?”

“Pas duit bansos digarong maling dari partai onoh, enggak ada dari kubu mereka yang gaduh,” imbuhnya.

“Kalau donasi Palestina minta diaudit… bansos yang dikorupsi noh, minta diaudit juga,” kata @ebithEBITH.

Akun @NephiLaxmus juga merasa heran, “Jiwasraya Rp37 triliun… diem. Asabri Rp17 triliun… diem.”

“BPJS Ketenagakerjaan Rp43 triliun… diem. Bansos Rp3,4 triliun… bungkam. Donasi Palestina… audit!” sindirnya.

Mengulas Kasus Bansos

Mengutip Antara, Senin (15/3) lalu, Kukuh Ari Wibowo selaku staf ahli mantan Mensos Juliari Batubara, punya peran di kasus bansos.

Di Pengadilan Tipikor [Tindak Korupsi] Jakarta, PPK [pembuat komitmen] bansos Kemensos Matheus Joko Santoso, buka suara.

Ia menyebut, Kukuh, memerintahkan penghancuran sejumlah alat elektronik terkait dengan pengadaan bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek.

“Yang berikan arahan itu Pak Kukuh, di tempat Pak Adi Wahyono, saya ingat sekali,” beber Joko.

“Waktu itu, arahannya adalah menghilangkan barang bukti handphone, alat kerja elektronik, baik laptop maupun gadget, dan lain-lain,” sambungnya.

Kesaksian itu Joko sampaikan melalui konferensi video untuk dua terdakwa, yakni Harry Van Sidabukke [didakwa menyuap Juliari senilai Rp1,28 miliar] dan Ardian Iskandar Maddanatja [didakwa memberikan suap senilai Rp1,95 miliar terkait dengan penunjukan perusahaan penyedia bansos COVID-19].

Adi Wahyono adalah mantan Plt Direktur PSKBS [Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial] Kemensos, sekaligus KPA [kuasa pengguna anggaran] pengadaan bansos.

“Memang tempat untuk menyampaikannya di ruang kerja Adi Wahyono, tetapi yang menyampaikan adalah Pak Erwin Tobing dan Pak Kukuh,” ungkap Joko.

Sebagai informasi, Erwin Tobing adalah Staf Khusus Mensos Bidang Hubungan Antarlembaga.

“Saya lihat secara langsung pemberian perintahnya itu, Pak Erwin dan Pak Kukuh juga memerintahkan Pak Adi menghilangkan barang buktinya,” lanjut Joko.

“Jadi, perintahnya kepada Pak Adi Wahyono, baru kepada saya,” lanjutnya.

Joko juga menirukan perintah penghilangan barang bukti oleh Kukuh.

“Seingat saya, untuk menghilangkan barang bukti atau mengganti dengan alat yang baru, yang jelas barang buktinya hilang,” pungkasnya.

Kukuh Membantah

Di sisi lain, ketika JPU [jaksa penuntut umum] KPK Ikhsan Fernandi bertanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/3), Kukuh membantah.

“Apakah pernah meminta untuk menghilangkan beberapa catatan, mengganti laptop, mengganti nomor, kepada Pak Adi dan Pak Joko?”

“Tidak pernah,” sangkal Kukuh. “Kalau Saudara berbohong, ada ancaman Pasal 21,” jelas jaksa.

Namun, Kukuh juga membantah jika dirinya pernah memberikan daftar nama-nama perusahaan yang direkomendasikan Juliari untuk menjadi vendor bansos.

“Tidak pernah memberikan daftar perusahaan,” akuannya.

Kukuh juga menyangkal, pernah menyampaikan permintaan pengumpulan fee kepada Adi dan Joko. “Tidak pernah meminta pengumpulan fee.”

Saling ‘Serang’

Jaksa M Nur Azis menegaskan, “Tolong bantu kami untuk mengetahui yang benar itu benar, yang salah itu salah.”

“Apakah Saudara tahu pembagian kuota sembako 1,9 juta per tahap?”

Lagi-lagi Kukuh menjawab, “Tidak tahu.”

Ia juga mengaku kurang tahu berapa kali bansos diberikan, “Saya khusus publikasi, masalah pendistribusian, saya tidak tahu teknisnya.”

“Saya hanya memberitakan saat kunjungan Pak Menteri ke masyarakat,” klaim Kukuh.

Sementara Adi dan Joko, tetap menekankan, bahwa Kukuh, pernah memberikan nama-nama vendor penyedia bansos sembako.

Kukuh juga pernah memerintahkan untuk mengumpulkan fee hingga Rp35 miliar, dari bansos.

Pemalakan Rp2.000 per Paket Bansos

Broker PT Pertani dan PT Mandala Hamonangan Sude, Harry Van Sidabuke, justru mengaku dipalak sebesar Rp2.000 per paket bansos oleh Joko.

Mulanya, Ketua Mejelis Hakim Muhammad Damis, menanyakan soal adanya kesepakatan antara Harry dengan Joko soal komitmen fee untuk setiap paket.

Lalu, Harry mengaku, jika permintaan tersebut memang ada, di mana nominalnya Rp2.000 per paket bansos.

“Permintaannya Rp2.000, Pak,” kata Harry, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/5), mengutip Viva.

“Saya ingin tahu yang disepakati terkait pemberian fee dari setiap paket?” tanya Damis. “Kurang lebih Rp1.500,” jawab Harry.

Damis kembali bertanya, “Total fee yang Saudara berikan, berapa?” Harry kembali menjawab, “Rp1,28 miliar dari 1,59 juta paket yang dikerjakan oleh Pertani dan Mandala.”

Untuk Apa Bela Palestina?

Kembali pada ketegasan banyak pihak di Indonesia yang terus menyuarakan dukungan untuk Palestina.

Salah satunya lewat aksi bela Palestina di sejumlah wilayah, seperti Jakarta, Ciamis, Palu, Bandung, Padang, hingga Solo.

Namun, dari aksi ini, aparat menangkap sejumlah orang dengan alasan tidak mematuhi protokol kesehatan (prokes) COVID-19.

Terlepas dari itu, wartawan Republika Fitriyan Zamzami mencoba menjawab pertanyaan, “Untuk apa membela Palestina?”

Berikut Selengkapnya:

Akan coba saya jelaskan, betapa konyolnya pertanyaan tersebut.

Pertama, kita orang Indonesia, mau dia Muslim, Kristen, Buddha, Hindu, Konghucu, yang berpenghasilan, sudah bayar pajak ke negara setiap tahun.

Uang itu, janjinya pemerintah dari zaman kemerdekaan sampai sekarang, buat pendidikan, kesehatan, memelihara anak telantar, dan orang miskin.

Buat kesejahteraan rakyat sepenuhnya.

Jadi, jika kita melihat berbagai ketimpangan di Tanah Air, pertanyaan ini lebih tepat ditanyakan juga ke pemerintah:

“Duit gua, lu ke mana-in?”

Kedua, menurut Badan Amil Zakat Nasional, pada 2020 lalu [ingat ini saat pandemi dimulai], dana ziswaf [zakat, infak, sedekah, dan wakaf] yang digelontorkan umat Islam Indonesia, totalnya Rp12,5 triliun.

Jumlah ini naik dari nilai total di tahun sebelumnya, yakni Rp10,6 triliun.

Tahun 2021, bahkan dengan pandemi yang belum kelar, jumlahnya diperkirakan melonjak lagi menjadi Rp19,8 triliun!

Dompet Dhuafa, lembaga filantropi yang lahir di Republika, sendirian, bisa mengumpulkan Rp260 miliar pada 2020 lalu.

Ingat juga, ini baru yang terdata, sementara pendataan tersebut baru mencakupi sekitar 60 persen dari yang sebenarnya dikucurkan masyarakat.

Kita banyak tak tahu fakta ini, karena kebanyakan Muslim, tak pamer sumbangan di YouTube, macam para selebritas itu.

Mereka masih berpegang dengan prinsip, bahwa sebaiknya, tangan kiri tak tahu saat tangan kanan kasih bantuan.

Dana itu dipakai buat banyak hal.

Di antaranya, mendanai pembangunan rumah sakit, sekolah, modal UMKM.

Termasuk pemberdayaan kaum disabilitas, penanganan bencana, pengentasan kemiskinan, mengangkat derajat mustadafin.

Begitu juga untuk pembangunan rumah bacaan, mengalirkan air bersih, membantu petani dan nelayan.

Bahkan, buat patungan beli kapal selam untuk TNI, dan penerimanya juga tak eksklusif orang Islam saja.

Mau tahu total gabungan dana bantuan dari masyarakat Indonesia dan pemerintah buat Palestina?

Pada 2018, merujuk keterangan Kementerian Luar Negeri (Kemlu), senilai Rp106,2 miliar.

Februari tahun ini yang digelontorkan, baru sekitar Rp32 miliar.

Anak kecil yang baru belajar berhitung saja paham, angka itu jauh dari total nilai Ziswaf dalam negeri.

Ketiga, dengan keadaan yang bertahun-tahun penuh nelangsa itu juga, warga Palestina, rutin kirim bantuan saat Indonesia kena bencana.

Ada cerita pada Januari 2020 lalu, seorang perempuan Palestina, kirim Rp34 juta untuk korban banjir Jakarta.

Sedikit? Wallahi, saya pernah tanya warga Gaza di Jeddah, bahwa uang sebegitu kurang, Rp6 juta saja, dari tabungan seumur hidup yang biasa dipakai naik haji.

Jadi, boleh-lah disetop nyinyirnya, bagi orang-orang yang membantu saudara-saudara di Palestina.

Pada akhirnya, kami satu badan. Mereka sakit di sana, sakit juga kami di sini!

Tokoh Palestina Dukung Kemerdekaan Indonesia

Segelintir pihak yang nyinyir, seharusnya meluangkan waktu untuk membaca sejarah.

Indonesia, resmi mengumumkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Namun, untuk diakui dunia, Indonesia harus melewati proses panjang.

Belanda selaku penjajah, baru mengakui sekaligus menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia, pada 27 Desember 1949.

Saat itu, Ratu Juliana meneken akta penyerahan dan pengakuan kedaulatan melalui sebuah upacara di istana kerajaan, di Amsterdam, Belanda

Setelah proklamasi, sejarah mencatat bahwa negara-negara Timur Tengah menjadi yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia.

Berdasarkan buku Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri [ditulis Zein Hassan], tokoh nasionalis Palestina sekaligus Mufti Agung Yerusalem Syekh Amin Al-Husseini, mengakui Indonesia sebagai negara.

Pengakuan tersebut disampaikan pada 1944, lewat siaran radio berbahasa Arab, selama dua hari berturut-turut, dari Berlin, Jerman.

Meskipun belum secara sah diakui sebagai kedaulatan, Indonesia menerima dukungan dari Syekh.

Di tahun 1944, Palestina juga masih di bawah pemerintahan Britania Raya [1920-1948], dan belum menjadi sebuah negara yang berdaulat.

Fakta ini menggambarkan bagaimana pedulinya tokoh besar Palestina terhadap upaya Indonesia mengantongi kemerdekaan.

Jelas, peran Palestina, begitu penting. Sebagai pelecut bagi para pahlawan bangsa untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Sampai di sini, masih ada yang mau tanya untuk apa membela Palestina?