Berita  

Buzzer Tuding Gejayan Memanggil ‘Gagalkan Omnibus Law’ Didanai Investor

Gejayan Memanggil 'Gagalkan Omnibus Law'

Ngelmu.co – Gejayan Memanggil yang kembali digelar di Jalan Afandi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Senin (9/3) kemarin, mengusung tema ‘Gagalkan Omnibus Law’. Para demonstran, mengedarkan kardus air mineral dan plastik, yang kemudian di-isi uang oleh satu per satu peserta unjuk rasa, baik masyarakat sipil hingga mahasiswa.

Namun, pihak yang mereka sebut sebagai ‘buzzer’, justru menuding jika aksi mereka didanai oleh investor.

Maka itu, Anggota Aliansi Rakyat Bergerak [salah satu motor unjuk rasa], Himawan Kurniadi, membeberkan fakta yang terjadi di lapangan.

Ia mengatakan, jika uang yang akan digunakan untuk menutup beberapa kebutuhan demonstrasi yang ditalangi dana pribadi tim, berasal dari sumbangan para peserta aksi.

“Uang patungan ini untuk menyewa mobil pick up dan pengeras suara,” jelas Himawan, seperti dilansir Tempo, Selasa (10/3).

“Buzzer kurang ide, menuding aksi ini didanai investor. Kami kolektif dan patungan,” sambungnya usai aksi.

Di depan beberapa perwakilan massa, mereka menghitung uang patungan, di mana hasilnya terkumpul Rp2 juta.

Unjuk rasa ini, sudah dirancang sejak satu bulan lalu, dengan menggandeng beberapa gerakan mahasiswa kampus dan organisasi lain di Yogyakarta.

Aliansi Rakyat Bergerak, mengkaji pasal-pasal krusial yang merugikan publik.

Dalam aksi tersebut, setidaknya ada seribu demonstran yang turun ke jalan.

Sejumlah musisi juga turut mendukung gerakan mereka, antara lain Rara Sekar, Bagus Dwi Danto, Tashoora, Agoni, Spoer, Kepal SPI, hingga Amuba.

Pertemuan antar-mahasiswa dari berbagai kampus, organisasi buruh, organisasi non-pemerintah, organisasi profesi jurnalis, dan individu itu, berlangsung beberapa kali di kantin Bonbin Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Sementara untuk organisasi yang bertemu, yakni Wahana Lingkungan Hidup Yogyakarta, Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta, Serikat Buruh Kerakyatan, hingga Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta.

Mereka membagi tim sebelum hari pelaksanaan demonstrasi, untuk:

  • Tim kajian,
  • Tim humas,
  • Kampanye, dan
  • Advokasi.

Tim kajian bertugas mengkaji pasal-pasal dalam Omnibus Law, hingga akhirnya mereka menyusun kajian setebal 104 halaman.

Tim kampanye bertugas menyederhanakan materi kajian, aktif kampanye di media sosial.

Sementara tim humas menjalin komunikasi dengan jejaring nasional.

Aliansi Rakyat Bergerak, juga menggalang donasi sebelum demonstrasi berlangsung melalui media sosial.

Lewat akun Gejayan Memanggil, donasi terbuka itu digunakan untuk kebutuhan sumber daya logistik.

Jadi jelas, mereka bergerak bukan karena ‘diminta’ pihak tertentu.

Seperti apa yang di-cuitkan oleh pria yang dikenal sebagai relawan Jokowi, Dede Budhyarto, melalui akun Twitter-nya yang bercentang biru.

“Apakah betul #GejayanGerakanProvokasi? Kita liat saja, apakah murni aspirasi sesuai konstitusi, atau aspirasi segelintir oknum untuk memperkeruh situasi,” tulis @kangdede78.

Para pengguna media sosial yang membaca cuitan itu pun, menjawab pertanyaan Dede.

Mul: Apa Anda tidak malu? Dari dulu narasinya selalu sama ‘aksi ini ditunggangi’.

Syaikhul: Fitnah itu Kang, kasihan Gejayan. Padahal selama ini asyik-asyik saja demo di Gejayan, enggak ada tunggang-tunggangan.

Young Gans: Enak ya bro, dibayar pake APBN buat nge-buzzerin kebijakan istana. Yang enggak setuju sama pemerintah langsung dicap ‘kadrun’. Buka mata, buka hatimu. Kasian anak istri dikasih makan duit hasil buzzer ginian, Om.

Baca Juga: Membidani Reformasi, Gejayan Memanggil Kembali untuk Selamatkan Reformasi

Terlepas dari itu, penolakan Omnibus Law, terdiri dari empat RUU (Cipta Kerja, Kefarmasian, Pajak, Ibu Kota Negara), yang menjadi prioritas Program Legislasi Nasional 2020.

Diketahui, RUU telah ada pada DPR RI, dan akan dibahas usai reses.

Di mana dalam RUU Omnibus Law Ciptaker, terdapat 11 klaster, yakni:

  1. Penyederhanaan Perizinan;
  2. Persyaratan Investasi;
  3. Ketenagakerjaa;
  4. Kemudahan;
  5. Pemberdayaan dan Perlindungan UMK-M;
  6. Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi;
  7. Administrasi Pemerintahan;
  8. Pengenaan Sanksi;
  9. Pengadaan Lahan;
  10. Investasi dan Proyek Pemerintah; dan
  11. Kawasan Ekonomi.

Menurut Humas Aliansi Rakyat Bergerak, Kontra Tirano, tujuan Omnibus Law salah satunya adalah memotong prosedur yang menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Namun, kepentingan yang dibela oleh Omnibus Law bukan rakyat kecil.

“Pemerintah jelas sedang membahayakan rakyat dengan kebijakan macam RUU Omnibus Law Cipta Kerja, dan kita tidak bisa diam saja,” kata Tirano, seperti dilansir Tirto, Senin (9/3).

“Kita, mengajukan mosi tidak percaya kepada pemerintah. Dalam proses demokrasi, ini adalah hak kita untuk menolak dan berkata tidak,” sambungnya.

Aksi Gejayan Memanggil, sebelumnya telah digelar sebanyak dua kali, di akhir 2019.

Berjalan damai dan diikuti ribuan orang dari berbagai elemen, unjuk rasa merupakan bentuk penolakan besar terhadap sejumlah rancangan undang-undang, seperti RUU KPK hingga RKUHP.