Berita  

Daripada Subsidi Mobil Listrik, Mendingan Duitnya Buat Petani!

Subsidi Mobil Listrik
Presiden Joko Widodo (jokowi)--didampingi Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo--mengisi daya mobil listrik saat peresmian Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Ultra Fast Charging di Central Parking Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (25/3/2022). Presiden Jokowi meresmikan SPKLU Ultra Fast Charging 200 kW pertama di Indonesia yang disiapkan untuk mengisi daya kendaraan listrik saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali. Foto: Antara/Fikri Yusuf

Ngelmu.co – Di tengah kelangkaan pupuk subsidi, keputusan pemerintah memberikan bantuan kendaraan listrik pun menuai pro dan kontra.

Salah satunya dari Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.

Ia menilai jika anggaran yang digunakan untuk kendaraan listrik, sebaiknya digeser untuk membantu petani.

Terlebih karena kebijakan kendaraan listrik ini juga dinilai tidak menyelesaikan persoalan energi bersih.

“Subsidi kendaraan listrik, digeser saja anggarannya, karena tidak menyelesaikan masalah emisi karbon juga,” tutur Bhima, Kamis (18/5/2023).

“Apalagi penggunaan batu bara, makin masif di sumber pembangkit listriknya,” sambungnya.

“Kemudian nikel sebagai bahan baku baterai, cukup disorot, karena berisiko bagi lingkungan,” imbuhnya lagi.

Sebagai informasi, pemerintah menyiapkan bantuan sekitar Rp7 juta untuk tiap unit motor listrik, dan Rp25 juta-Rp80 juta untuk tiap unit mobil listrik.

“Dari sisi ekonomi, ada alokasi anggaran yang lebih urgen, mencakup antisipasi kekeringan ekstrem el nino,” ujar Bhima.

“Artinya, perlu dana lebih banyak untuk tambahan subsidi pupuk, irigasi, hingga pemberian bibit unggul tahan cuaca ekstrem,” jelasnya.

Di saat pemerintah gencar mengucurkan anggaran untuk kendaraan listrik, anggaran untuk subsidi pupuk–dalam lima tahun–trennya selalu turun.

Berikut data pengalokasiannya:

  • Rp34,3 triliun (2019);
  • Rp31 triliun (2020);
  • Rp29,1 triliun (2021);
  • Rp25,3 triliun (2022); dan
  • Rp24 triliun (2023).

Dalam lima tahun, anggaran untuk subsidi pupuk, menurun hampir Rp10 triliun.

Baca juga:

Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori juga bicara.

Ia mengatakan, tren penurunan anggaran subsidi pupuk saat ini berkaitan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di awal periodenya.

Kala itu, Jokowi menanyakan, bagaimana dampak anggaran pupuk subsidi yang naik dengan produktivitas pertanian saat itu.

“Kalau ditarik, data-data kenaikan anggaran subsidi pupuk dengan kenaikan produksi, misal padi, memang tidak terkait langsung,” kata Khudori.

“Kenaikan anggaran subsidi pupuk, tidak otomatis menaikkan produksi padi, karena pupuk hanya salah satu variabel yang menentukan, berhasil tidaknya produksi pertanian,” jelasnya.

Tahun lalu, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 tahun 2022 tentang Tata Cara Penebusan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi di Sektor Pertanian.

Permentan itu mengatur, pupuk subsidi hanya berhak diberikan kepada sembilan jenis komoditas pertanian; dari yang sebelumnya terdapat 70 komoditas.

Khudori menilai, keputusan pemerintah tersebut beralasan, karena bahan baku pupuk melonjak; imbas perang Rusia-Ukraina.

Dengan begitu, anggaran subsidi pupuk juga terus menurun.

“Salah satunya, karena harga bahan baku pupuk, dan pupuk impor, mahal, akibat dampak perang Rusia-Ukraina,” kata Khudori.

“Makanya dengan anggaran yang terbatas, volume subsidi pupuk akan turun, karena harga satuan naik,” sambungnya.

Dengan banyak faktor yang harus dibenahi di sektor pertanian Indonesia, menurutnya, perlu ada formulasi ulang pupuk subsidi.

“Sudah banyak pemikiran dan ide, tapi sampai sekarang masih jauh dari baik,” pungkas Khudori.