Berita  

Dilarang Prancis dan AS, Obat Chloroquine Telanjur Diborong Jokowi

Chloroquine COVID France USA Inggris Indonesia

Ngelmu.co – Chloroquine merupakan obat yang dinilai ampuh menyembuhkan COVID-19, meski belum teruji secara klinis. Maka itu, Presiden Joko Widodo, memborong jutaan butir pada Maret lalu, untuk penanganan pasien terinfeksi virus Corona, di Tanah Air.

“Pertama, avigan, dalam proses dua juta. Kedua, chloroquine, kita telah siap tiga juta,” kata Jokowi, seperti dilansir CNN, Jumat (20/3).

Pertimbangan Jokowi, memborong chloroquine, tak lain karena dinilai ampuh menyembuhkan pasien COVID-19, di beberapa negara.

Tiga hari kemudian, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, meminta warga untuk tak sembarangan mengonsumsi chloroquine.

“Ini obat keras, penggunaan harus atas resep dokter. Ini penting,” tuturnya, Senin (23/3).

Selang dua bulan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan jika uji klinis hydroxychloroquine—obat malaria sebagai pengobatan potensial bagi pasien virus Corona—dihentikan sementara.

Hal itu disampaikan Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Ia mengatakan, keputusan diambil berdasarkan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet.

Obat itu, justru dinilai bisa meningkatkan risiko kematian pasien COVID-19.

“Kelompok eksekutif menetapkan, menghentikan sementara hydroxychloroquine dalam uji coba,” kata Tedros.

“Sementara data keselamatan, ditinjau oleh Dewan Pemantau Keamanan Data,” sambungnya, Selasa (26/5).

Menanggapi keputusan WHO, pada Kamis (28/5), Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, memberikan penjelasan.

Ia mengatakan, pemerintah juga menghentikan sementara uji klinis hydroxychloroquine, terhadap pasien virus Corona.

Indonesia, kata Wiku, termasuk negara yang mengikuti program ‘Solidarity Trial’ di bawah WHO, dalam uji klinis terhadap empat obat corona, yakni:

  1. Remdesivir,
  2. Aluvia,
  3. Plus-interferon, dan
  4. Hydroxychloroquine.

“WHO sudah mengumumkan penghentian sementara uji coba hydroxychloroquine,” tutur Wiku.

“Indonesia, akan mengikuti instruksi WHO tersebut,” imbuhnya.

Tetapi beberapa hari kemudian, WHO, kembali melanjutkan uji coba klinis hydroxychloroquine, untuk mengobati pasien terinfeksi COVID-19.

Ilmuwan WHO, Soumya Swaminathan, mengingatkan jika keputusan menghentikan uji coba tadi adalah tindakan sementara.

Baca Juga: Menko PMK Minta Kepala Daerah Belajar Tangani COVID-19 dari Risma

Terlepas dari itu, penggunaan chloroquine—hydroxychloroquine—sudah tak disarankan sejumlah pihak.

Pemerintah Prancis, bahkan melarang penggunaan hydroxychloroquine untuk pasien terinfeksi COVID-19, sejak Rabu, 27 Mei lalu.

Disusul Tim Peneliti University of Oxford, Inggris, yang menyebut, hydroxychloroquine tak memiliki manfaat untuk pasien virus Corona.

Hingga hydroxychloroquine pun tak lagi masuk dalam penelitian besar bertajuk ‘Recovery Trial’, yang dilakukan oleh University of Oxford.

Penelitian pengujian obat-obatan untuk COVID-19, yang melibatkan 11 ribu pasien, di 175 rumah sakit, di Inggris.

Terbaru adalah pelarangan chloroquine, di Amerika Serikat (AS), yang sempat membolehkan penggunaan obat tersebut.

Kini, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), menghentikan izin edar serta penggunaannya untuk mengobati pasien COVID-19.

Dalam situs resminya, FDA, mencabut izin edar hydroxychloroquine dan chloroquine, karena dianggap tak efektif bagi pasien.

Justru sebaliknya, muncul laporan bahwa dalam uji klinis skala massal, ditemukan kasus gagal jantung.

Dampak kesehatan serius lainnya juga muncul, usai pasien mengonsumsi hydroxychloroquine dan chloroquine.

Bagaimana dengan Indonesia? Kementerian Kesehatan (Kemenkes), hingga Rabu (17/6), menyatakan masih menggunakan chloroquine.

“Di Indonesia, masih dipakai dengan kehati-hatian, kami pantau ECG-nya,” beber Analis Kebijakan Ahli Utama Kemenkes, Siswanto.

Ia mengatakan, pemakaian chloroquine, perlu pengawasan dari tenaga medis.

Siswanto pun mengakui, jika obat tersebut dapat menimbulkan gagal jantung, terutama pada orang lanjut usia.

Chloroquine, lanjutnya, mungkin sebatas antiradang, bukan membunuh virus.

Maka itu pihaknya, akan mengawasi ketat penggunaan obat tersebut.

“Mungkin saja chloroquine bukan membunuh virus, tapi sebagai antiradang,” kata Siswanto.

“Mengobati ‘kan tidak harus membunuh virusnya, makanya kita awasi ketat,” pungkasnya.

Diketahui, hingga Kamis (18/6) siang, kasus positif COVID-19 di Indonesia, sudah mencapai 41.431 kasus.

Dengan jumlah pasien meninggal dunia 2.276 orang, sementara yang dinyatakan sembuh, 16.243 orang.