Berita  

Din Syamsuddin Tanggapi Alumni ITB yang Menilai Dirinya Cenderung Berkarakter Radikal

Din Syamsuddin Alumni ITB

Ngelmu.co – Selaku anggota Majelis Wali Amanat (MWA) Institut Teknologi Bandung (ITB), Din Syamsuddin, enggan menanggapi persoalan alumni yang menilainya cenderung berkaraker radikal, pun terkait permintaan pencopotan dirinya dari keanggotan.

“Maaf, saya tidak ada waktu untuk menanggapi,” jawabnya singkat, seperti dilansir Tempo, Jumat (26/6).

Sebelumnya, alumni yang mengatasnamakan diri sebagai Gerakan Anti Radikalisme, meminta MWA ITB, mencopot Din, dari keanggotaan.

Permintaan tertuang dalam surat yang ditujukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), serta Ketua MWA ITB.

Ada 1.355 nama yang tercantum dalam surat, mengklaim berasal dari berbagai jurusan, angkatan 1957 hingga 2014.

Setidaknya, ada enam kesimpulan dari pemaparan mereka tentang Din:

  1. Secara konsisten mengambil sikap konfrontatif terhadap pemerintah;
  2. Berharap terjadi konflik dengan pemerintah;
  3. Tak segan menyerang pemerintahan Jokowi dengan berbagai tuduhan negatif yang dianggap tak memiliki validitas cukup;
  4. Memiliki tendensi untuk mudah melontarkan pernyataan agitatif—menghasut—masyarakat, hingga berpotensi menimbulkan konflik;
  5. Cenderung berkarakter radikal; dan
  6. Ditengarai memiliki antipati tertentu terhadap figur Presiden Jokowi.

“Para alumni menganggap Pak Din Syamsuddin, melanggar statuta—peraturan dasar pengelolaan—ITB,” demikian jelas salah satu alumni, Achmad Sjarmidi, Jumat (26/6).

Diketahui, hal itu dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2013 tentang Statuta ITB dan Peraturan MWA tentang Penetapan Tri Dharma dan Otonomi Pengelolaan ITB PTNBH.

Peraturan itu, kata Achmad, menegaskan bahwa hubungan eksternal dengan pihak pemerintah, alumni, tokoh masyarakat, dan komunitas, harus dikelola dengan baik.

Menurutnya, permintaan pencopotan Din, dilayangkan usai mencermati berbagai pernyataan, sikap, dan sepak terjang yang berangkutan, dalam satu tahun terakhir.

Baca Juga: Ade Armando Hanya Minta Maaf ke Muhammadiyah, Tidak ke Din Syamsuddin

Beberapa pernyataan pun kritikan Din, baik kepada pemerintah hingga lembaga negara lain, disoroti oleh para alumni.

Pada 29 Juni 2019, misalnya, Din menyebut, adanya rona ketidakjujuran serta ketidakadilan, dalam proses pengadilan sengketa hasil Pilpres 2019 di MK.

“Pernyataan konfrontatif ini dilontarkannya pada saat yang bersangkutan sendiri belum sampai dua bulan menyandang statusnya sebagai anggota MWA ITB,” demikian tertulis dalam surat.

Pernyataan Din, dalam webinar Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA) dan Kolegium Jurist Institute, bertajuk ‘Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi COVID-19, juga disoroti.

Alumni menilai, dalam perbincangan yang bisa disaksikan di YouTube, sejak 1 Juni 2020 lalu, Din, telah berprasangka buruk terhadap pemerintah.

Din, dinilai menuding pemerintah Indonesia, otoriter dan represif, serta menuduh Presiden Joko Widodo, membangun sistem kediktatoran konstitusional.

Para alumni, lanjut Achmad, kemudian menelusuri rekam jejak Din.

Di mana dari penelusuran itu, mereka menyimpulkan, jika Din, cenderung berkarakter radikal.

Pada 2007 lalu, kata Achmad, Din, pernah menghadiri sekaligus berpidato dalam konferensi khilafah internasional.

Mereka juga menyorot keputusan Din, yang mundur dari jabatan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antar Agama dan Peradaban.

Perbedaan sikap Din, dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di Pilpres 2019, juga tak lepas dari penilaian.