Berita  

F-PDIP DPRD DKI: Protes UMP 2022, tapi Diam soal Kenaikan Tunjangan

PDIP DKI UMP Tunjangan
Gembong Warsono, Pandapotan Sinaga, dan Prasetyo Edi Marsudi

Ngelmu.co – Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) DPRD DKI Jakarta, memprotes keputusan Gubernur Anies Baswedan yang menaikkan UMP 2022.

Namun, di saat yang sama, pihaknya diam soal kenaikan tunjangan anggota DPRD DKI Jakarta yang mencapai puluhan miliar.

Kenaikan tunjangan DPRD DKI–yang diketuai oleh kader PDIP Prasetyo Edi Marsudi–ini juga dinilai, terkesan dilakukan diam-diam.

Protes UMP

Seperti diketahui, Anies menaikkan UMP DKI 2022 sebesar 5,1 persen.

Detailnya, dari Rp4.416.186, menjadi Rp4.641.854, alias bertambah Rp225.668.

Keputusan UMP sebelumnya, mengacu kepada UU Cipta Kerja; hanya naik Rp37.749 atau 0,85 persen.

Anies pun merevisi, karena menurutnya kenaikan tersebut sangat jauh dari kata layak.

Lalu, ia mengirim surat ke Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah, untuk meninjau formula penghitungan UMP yang baru.

Anies merasa, ada ketidakadilan dalam penetapan UMP DKI 2022.

“Kami mengusulkan dan mengharapkan kepada Ibu Menteri, untuk dapat meninjau kembali formula penetapan UMP. Sebagaimana diatur dalam PP 36/2021 tentang Pengupahan.”

Demikian keterangan Anies melalui surat kepada Menaker yang salinannya diterima wartawan di Jakarta, Senin (29/11/2022) lalu.

Baca Juga:

Mendapati keputusan itu, F-PDIP DPRD DKI yang diwakili oleh Gembong Warsono, bilang.

Bahwa, keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menaikkan UMP dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen, harus memiliki dasar yang kuat.

Gembong juga mengingatkan, agar Pemprov DKI tidak membuat perubahan sepihak.

“Saya kemarin itu telepon Dinas Tenaga Kerja [Andri Yansyah], malah akan ada revisi lagi,” akuannya, Selasa (21/12/2021), mengutip Republika.

“Jadi, tidak ada kepastian hukum. Jadi, saya pikir Anies ini mau menciptakan kegaduhan terhadap rakyatnya,” sambung Gembong, di Jakarta.

Ia pun menyebut, langkah Anies menaikkan UMP sepihak, berpotensi menciptakan suasana tidak kondusif antara pengusaha dan buruh.

Walaupun Gembong bilang, para pengusaha pasti dapat mengikuti revisi dari perubahan UMP 2022.

“Tapi bagaimana dengan pengusaha yang tidak mampu? Dasar Pergub ini ‘kan buat semua tenaga kerja,” ujarnya.

Lebih lanjut, Gembong bahkan menuding Anies, telah menciptakan kegaduhan.

Maka ia menyarankan kepada pihak yang kecewa; seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), agar datang langsung ke PTUN menggugat keputusan Anies.

“Jadi, kepercayaan buruh ke pengusaha tidak kondusif lagi,” ucap Gembong.

“Jadi, nanti kami Komisi B, bakal panggil lagi untuk tanya dasar revisinya,” sambungnya.

Tanyakan Kajian

Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta, Pandapotan Sinaga, juga memberikan komentar.

Pihaknya mengaku tidak pernah menghalangi kenaikan UMP DKI Jakarta; dari 0,85 persen menjadi 5,1 persen.

Meski menurut mereka hal tersebut tidak sesuai dengan PP 36/2021.

Namun, Pandapotan juga menanyakan langkah Anies yang menaikkan UMP, tanpa disertai kajian yang mencukupi.

Ia pun mempertanyakan Kepala Disnakertrans dan Energi DKI Andri Yansyah, soal kajian kenaikan UMP yang sampai enam kali lipat itu.

“Sudah ada enggak kajian untuk penentuan ini, enggak ada kajian ‘kan dari Pak Andri [Kadisnaker DKI], sama sekali?”

Tanya politikus PDIP itu saat mencecar Kadisnaker DKI di rapat Komisi B DPRD DKI.

Koordinator Komisi B DPRD DKI, Prasetyo Edi Marsudi, menyebut, penjelasan Disnakertrans DKI terkait kenaikan UMP DKI 2022, sangat diperlukan.

Mengingat berdasarkan PP 36/2021 tentang Pengupahan, mengamanatkan rata-rata kenaikan UMP hanya sebesar 1,09 persen.

“Jadi, kami minta Pak Andri Yansyah memberikan penjelasan, sejelas-jelasnya, dengan rasional terkait kenaikan UMP ini.”

Pinta pria yang juga merupakan kader PDIP, di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (27/12/2021) lalu.

Penjelasan dari Disnakertrans atau Pemprov DKI, kata Pras, sangat diperlukan.

Sebab, menurutnya, masih banyak pengusaha yang belum stabil keuangannya atau tengah berjuang pemulihan pascapandemi Covid-19.

Sehingga kenaikan UMP DKI 2022, sangat memberatkan pihak pengusaha.

“Karena efeknya ini sampai ke pedagang warteg dan usaha-usaha kecil,” sebut Pras.

“Saya kasihan kepada buruh juga, tetapi sekarang kita juga harus sadar, kita baru menghadapi pandemi yang sangat luar biasa,” sambungnya.

“Nah, kita harus memberikan yang rasional. Saya minta dasarnya apa kebijakan ini,” kata Pras.

Bergeming soal Tunjangan

Namun, F-PDIP DPRD DKI yang menolak kenaikan UMP DKI 2022, bergeming saat gaji dan tunjangan dewan, naik.

Dalam rincian KUA PPAS [kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara] 2022, masing-masing anggota dewan mendapat gaji sekitar Rp139 juta.

Jika dirinci, belanja gaji serta tunjangan DPRD DKI 2022 ditetapkan Rp177,37 miliar.

Angka ini naik Rp26,42 miliar, jika dibandingkan dengan tahun lalu yang nilainya Rp150,94 miliar.

Anggaran item belanja tunjangan perumahan juga naik signifikan, yakni Rp102,36 miliar.

Jumlah itu melonjak Rp25,44 miliar, jika dibandingkan dengan 2021, yang nilainya Rp76,92 miliar.

Namun, Pras selaku Ketua DPRD DKI, menekankan, tidak ada kenaikan gaji untuk anggota dewan.

Menurutnya, yang naik hanya tunjangan yang tujuannya membantu program Pemprov DKI Jakarta.

“Program pemerintah tuh lebih besar, eksekutif [tunjangannya] lebih besar dari kita. Jadi, enggak ada [kenaikan].”

Demikian kata Pras, saat ditemui awak media di Kanal Banjir Timur, Jakarta Timur, Ahad (9/1/2022).

Lebih lanjut, ketika disinggung pertimbangan kenaikan tunjangan dewan yang sangat besar, Pras menjawab.

Bahwa pandemi Covid-19, membuatnya tidak dapat bergerak leluasa ke mana pun.

Hal tersebut berbeda dengan Pemprov DKI yang punya tunjangan lebih besar, sehingga mudah memberikan pelayanan kepada masyarakat.

“Eksekutif, ia bisa, istilahnya ke tengah masyarakat dengan gagahnya, [tunjangan DPRD] kita paling kecil di antara eksekutif, gitu, lo.”

“[Jadi] Dinaikkan sedikit, untuk kita juga ke masyarakat, membantu masyarakat,” klaim Pras.

Ia juga membandingkan tunjangan legislatif yang lebih tinggi dari Gubernur Anies Baswedan, tetapi tidak merinci besarannya.

Sementara soal dana operasional Gubernur DKI yang mencapai Rp56 miliar per tahun, kata Pras, itu sangat jauh di atas dewan.

“Beda dengan kita, cuman Rp18 juta,” ucapnya, tanpa menyebut angka pasti.

Pras pun mengatakan, kenaikan anggaran gaji serta tunjangan anggota dewan, sangat layak.

Terlebih kenaikan tersebut telah mendapat evaluasi dan saran dari Kemendagri.

“Tapi uangnya, sekali lagi, bukan buat kita, lo. Buat masyarakat di pihak ketiga, bukan kita [dewan], lo, sekali lagi, ya,” tutup Pras.