Berita  

Giliran Penyidik KPK yang Jadi Tersangka Penerima Suap

Penyidik KPK Jadi Tersangka Stepanus Robin
Penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju digiring petugas untuk mengikuti konferensi pers usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (22/4/2021). Foto: Antara/Dhemas Reviyanto.

Ngelmu.co – Pada awal April lalu, pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terseret kasus pencurian barang bukti [emas batangan seberat 1,9 kilogram].

Bulan belum berganti, kini giliran penyidik lembaga antirasuah Indonesia, AKP Stepanus Robin Pattuju, resmi jadi tersangka.

Menyeret Nama Azis Syamsuddin

Mengutip Antara, kasus tersebut bermula ketika Stepanus, bertemu dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, pada Oktober 2020.

Menyeret nama Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, karena ia diduga memfasilitasi pertemuan tersebut.

Azis, diduga mengenalkan Stepanus kepada Syahrial yang tak lain merupakan rekan separtainya, di rumah dinasnya, di kawasan Jakarta Selatan.

Politikus Golkar itu, bahkan diduga meminta Stepanus untuk membantu Syahrial yang memang tengah tersangkut kasus di KPK.

Tepatnya, kasus dugaan jual beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai, tahun 2019.

“Pada Oktober 2020, SRP [Stepanus] melakukan pertemuan dengan MS [Syahrial] di rumah dinas AZ [Azis Syamsuddin], Wakil Ketua DPR RI, di Jakarta Selatan.”

Demikian ungkap Ketua KPK Firli Bahuri, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (22/4) malam.

“Dalam pertemuan tersebut, AZ memperkenalkan SRP dengan MS,” imbuhnya.

“Karena diduga, MS memiliki permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai yang sedang dilakukan KPK,” sambungnya lagi.

Tujuan pertemuan itu, lanjut Firli, adalah agar kasus tersebut tidak naik ke tahap penyidikan.

“Dan meminta, agar SRP, dapat membantu supaya nanti permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK,” imbuhnya.

Minta Rp1,5 Miliar

Usai bertemu di rumah Aziz, Stepanus pun mengenalkan Syahrial kepada seorang advokat yang juga rekannya, Maskur Husain (MH).

Maskur Husain digiring petugas untuk mengikuti konferensi pers usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (22/4/2021). Foto: Antara/Dhemas Reviyanto.

Lalu, mereka berdua berjanji kepada Syahrial, KPK tidak akan menindaklanjuti kasusnya, jika ada imbalan.

“SRP bersama MH, sepakat untuk membuat komitmen dengan MS, terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai,” tutur Firli.

“Untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK, dengan menyiapkan uang sebesar Rp1,5 miliar,” sambungnya.

Syahrial yang sepakat, telah mentransfer dana tunai sebanyak 59 kali, dengan total Rp1,3 miliar.

Namun, rekening penerima bukan atas nama Stepanus pun Maskur, tetapi Riefka Amalia (RA), rekan dari keduanya.

“Pembukaan rekening bank oleh SRP dengan menggunakan nama RA, dimaksud telah disiapkan sejak bulan Juli 2020, atas inisiatif MH,” jelas Firli.

Usai menerima uang, Stepanus kembali menjamin kepada Syahrial, KPK tidak akan menindaklanjuti dugaan korupsi di Pemkot Tanjungbalai.

“Dari uang yang telah diterima oleh SRP dari MS, lalu diberikan kepada MH sebesar Rp325 juta dan Rp200 juta,” ungkap Firli.

Aliran Dana dari Pihak Lain

Lebih lanjut, KPK menduga jika Stepanus, tak hanya menerima uang dari Syahrial.

Sebab, ada dana sekitar Rp438 juta yang diduga berasal dari pihak lain.

Meski demikian, Firli tidak menjelaskan secara detail, siapa pihak pemberi sekaligus maksud dari pemberian tersebut.

Namun, jika merunut Pasal yang diterapkan kepada Stepanus, terdapat unsur dugaan gratifikasi.

“MH juga diduga menerima uang dari pihak lain, sekitar Rp200 juta,” kata Firli.

“Sedangkan SRP, dari bulan Oktober 2020, sampai April 2021, juga diduga menerima uang dari pihak lain,” imbuhnya.

“Melalui transfer rekening bank atas nama RA, sebesar Rp438 juta,” sambungnya lagi.

Atas perbuatan tersebut, Stepanus dan Maskur resmi menjadi tersangka penerima suap.

Mereka terjerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi suap, Syahrial, terjerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor.

KPK Minta Waktu

Firli juga menegaskan, KPK akan mengusut peran Azis. Apakah yang bersangkutan hanya mengenalkan, atau ada perbuatan lain.

“Kami sudah mencatat temuan ini, dan ini adalah tugas KPK untuk mengungkap apa yang sesungguhnya, apa perbuatan setiap orang dalam pertemuan tersebut,” ucapnya.

“Kami akan dalami keterkaitan AZ, SRP, dan MS yang telah melakukan pertemuan,” lanjutnya.

“Tentu, kami tidak bisa menjawab, karena kami belum mendapatkan informasi keterangan dari AZ. Ini perlu kami dalami,” kata Firli.

Baca Juga: Ketua KPK, “1.550 Orang Korupsi, Masih Ada 262 Juta WNI yang Baik”

Firli pun meminta waktu, agar penyidik KPK dapat mengungkap secara rinci isi dari pertemuan tersebut.

Agar nantinya, dapat terang benderang, apakah kasus tersebut hanya melibatkan Stepanus dan Syahrial, atau ada peran pihak lain.

“Penanganan ini, belum selesai hari ini. Masih ada hari esok,” kata Firli.

“Beri kami waktu untuk bekerja mengungkap seutuhnya. Apa konstruksinya, apakah ada melibatkan orang lain lagi [atau tidak],” tuturnya.

Pemintaan Maaf KPK

Terungkapnya kasus ini juga membuat KPK menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia.

“Kami menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh anak bangsa, karena ada cedera, kejadian seperti ini,” ujar Firli.

“Tapi kami akan katakan, komitmen KPK, tak akan pernah bergeser, dan tak akan mentolerir segala bentuk penyimpangan,” janjinya.

Seluruh pihak prihatin atas kejadian ini, termasuk KPK. Maka Firli mengatakan, pihaknya akan memperbaiki sistem, agar peristiwa serupa tidak terulang.

“Perlu ada perbaikan sistem. Kami tidak alergi [dengan] perbaikan. Kami dukung perubahan. Perubahan adalah suatu keniscayaan,” akuannya.

“Kalau kita ingin baik, kita harus lakukan perubahan. Kalau kita ingin lebih sempurna, maka kita harus sering lakukan perubahan,” imbuhnya.

Maka itu, kata Firli, KPK akan melakukan kajian, demi memperbaik sistem, “Apakah itu dari sistem rekrutmen, pembinaan kepegawaian, human capital, atau SDM lain, termasuk sarana prasarana.”

“KPK memastikan, penanganan perkara ini akan dilakukan secara transparan, dan mengajak masyarakat untuk ikut mengawasi prosesnya,” pungkas Firli.

Tentang Stepanus

Pada April 2019 lalu, Stepanus yang berasal dari Polri, dilantik sebagai penyidik KPK.

Ia lolos menjadi penyidik KPK, usai melewati serangkaian seleksi, dengan hasil di atas rata-rata [potensi di angka 111,41 persen]. Hasil tes kompetensinya pun di atas 91,89 persen.

Sebagai penyelenggara negara, Stepanus pun wajib melaporkan harta kekayaannya ke KPK.

Tercatat, ia telah dua kali melaporkan harta kekayaan ke lembaga antirasuah Indonesia itu.

Pertama, pada 1 November 2013, saat masih menjabat sebagai Kepala Unit Satuan Kecelakaan dan Lalu Lintas Kepolisian Resor Salatiga.

Saat itu, Stepanus mencatatkan harta minus Rp164,5 juta, dengan rincian harta bergerak sebesar Rp4,5 juta.

Lalu, kas dan giro Rp3 juta, sehingga total hartanya, Rp7,5 juta, dengan utang Rp172 juta.

Kedua, pada 27 Februari 2020, saat telah menjabat sebagai penyidik KPK, total kekayaannya, Rp280 juta. Dengan rincian:

  • Motor Yamaha Mio MR Tahun 2015, Rp9 juta;
  • Harta bergerak lainnya, Rp440 juta; dan
  • Kas dan setara kas, Rp3 juta.

Maka totalnya Rp 452 juta, dengan utang Rp172 juta. Artinya, tercatat harta Stepanus, sebesar Rp280 juta.