5 Hal yang Tak Pernah Buzzer Bahas

Buzzer BuzzeRp Buzzer Rp
Ilustrasi buzzer, sumber: mengeja.id

Padahal, bekas Caleg PDIP itu telah resmi menjadi tersangka, sejak 9 Januari 2020 lalu.

Setahun lebih berlalu. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Firli Bahuri, belum juga berhasil menangkapnya.

“Semakin jelas dan terang benderang, bahwa pimpinan KPK, tidak menginginkan buronan itu diproses hukum.”

Setidaknya, begitu menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, Ahad (6/6) lalu, mengutip CNN.

Kecurigaan pihaknya semakin menguat, saat KPK, baru meminta Sekretaris NCB [National Central Bureau] Interpol Indonesia, menerbitkan Red Notice [untuk menangkap Harun], pada 31 Mei 2021.

Ketidaksungguhan pimpinan KPK, menangkap Harun, kata Kurnia, juga terlihat dari pengembalian paksa penyidik Rossa Purbo Bekti ke Kepolisian.

Sebab, Rossa, tergabung ke dalam tim yang menangani kasus Harun.

Belum lagi penonaktifan beberapa pegawai KPK–tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK)–yang notabene tim pemburu buronan, termasuk Harun.

“Atas dasar itu, ICW menduga, TWK ini juga bertujuan untuk mengamankan Harun Masiku,” ungkap Kurnia.

“Agar [Harun] tidak diringkus oleh penyelidik maupun penyidik KPK,” imbuhnya.

Bagi Anda yang belum tahu soal Harun Masiku, ia merupakan tersangka [diduga menyuap bekas Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan].

Tujuannya tak lain, agar dapat menggantikan posisi Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR, tetapi meninggal dunia.

Harun, diduga menyiapkan uang sekitar Rp850 juta, sebagai pelicin langkahnya ke Senayan.

Ia, jadi buron sejak Januari 2020. Kasatgas Penyelidik KPK Harun Al Rasyid, mengendus keberadaannya di Indonesia.

Namun, Harun Al Rasyid yang tak lolos TWK, tak dapat menangkap Harun Masiku, karena harus menyerahkan tugas serta tanggung jawab ke atasannya.

Dari sederet buzzer yang kalian tahu, apa pernah di antara mereka bicara tentang Harun Masiku?

Aliran Dana Juliari Batubara

Sudarsono juga menilai, para buzzer yang ia maksud, tidak pernah membahas soal ke mana mengalirnya hasil korup Juliari.

Menurut PPK [pejabat pembuat komitmen] di Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso, dana sebesar Rp14,7 miliar, berasal dari fee perusahaan penyedia bansos [bantuan sosial] Covid-19.

“Rp14,7 miliar yang diberikan ke menteri. Kurang lebih sebesar itu. Dari jumlah itu, Rp8,4 miliar, saya berikan ke Pak Menteri, melalui Pak Adi.”

Begitu kata Joko, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/3) lalu.

Tepatnya saat bersaksi untuk dua terdakwa penyuap bekas Mensos Juliari, yakni Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja.

Sementara Adi yang Joko maksud adalah Kabiro Umum Sekretariat Jenderal Kemensos Adi Wahyono.

Adi juga merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Kantor Pusat Kemensos 2020, dan PPK pengadaan bansos Covid-19.

Mengutip Kompas, setidaknya uang tersebut mengalir untuk 25 hal, antara lain: