Berita  

Halpian Tidak Ditahan, LBH Medan Layangkan Kritikan

Halpian LBH Medan
Foto: Facebook/Cak Yan

Ngelmu.co – Meski telah menjadi tersangka, Halpian Sembiring Meliala; pemukul remaja di parkiran sebuah minimarket, tidak ditahan.

Mendapati hal ini, bukan hanya Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) yang buka suara.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Medan juga mengkritik sikap Polrestabes Medan, Sumatra Utara (Sumut).

Pasalnya, bekas kader Satgas Cakra Buana PDIP Sumut itu terbukti memukul dan menendang siswa SMA Al-Azhar Medan berinisial FAL.

Kepolisian hanya memerintahkan Halpian untuk wajib lapor, selama kasus diproses.

“Tersangka tidak ditahan, karena ancaman hukuman pidananya di bawah lima tahun, dan yang bersangkutan wajib lapor.”

Demikian kata Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol M Firdaus di Medan, Sabtu (25/12/2021) lalu.

LBH Medan pun mengingatkan, bahwa polisi tidak bisa mengabaikan materi Pasal 351 ayat (1) KUHP [Kitab Undang-Undang Hukum Pidana], yakni tindak pidana penganiayaan.

“Secara hukum, penyidik atau penyidik pembantu, diberi kewenangan untuk menahan sesuai pasal 20 Ayat (1) KUHAP [Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana].”

“Selanjutnya, penahanan tersebut dilakukan terhadap perbuatan yang diancam dengan penjara 5 tahun atau lebih.”

“Sebagaimana pada Pasal 21 Ayat (4) huruf a,” jelas Maswan Tambak selaku Kadiv Sipil Politik LBH Medan, Senin (27/12/2021).

Mengutip CNN Indonesia, ia juga membahas Pasal 21 Ayat (4) huruf b KUHAP yang telah memperjelas klasifikasi beberapa tindak pidana yang tetap dapat dilakukan penahanan [sekalipun ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara].

Salah satunya adalah Pasal 351 ayat (1) KUHP yang berisi tentang tindak pidana penganiayaan.

“Oleh karena itu, dengan tidak dilakukannya penahanan terhadap tersangka, tentu mencederai rasa adil dari hukum itu sendiri, dan masyarakat.”

“Seharusnya, penyidik bisa menghubungkan pasal yang disangkakan tersebut dengan Pasal 351 Ayat (1) KUHP, untuk dapat menahan tersangka,” tegas Maswan.

Baca Juga:

Terpisah, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi, bicara.

Ia menyatakan, bahwa penyidik telah bekerja profesional dengan menerapkan lex specialis derogat lex generalis.

Penyidik, kata Hadi, bekerja atas dasar fakta serta aturan hukum yang ada. Sehingga tidak menabrak undang-undang yang berlaku.

“Dalam kasus ini, penyidik menggunakan UU Perlindungan Anak [UU 35/2014],” tuturnya.

“Terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan, karena ancaman pidana penjara di bawah 5 tahun,” sambung Hadi.

“Tersangka wajib lapor sepekan satu kali kepada penyidik,” imbuhnya lagi.

“Tapi kasus ini tidak berhenti [walau] status tersangka tidak ditahan,” jelas Hadi.

Maswan pun bilang, bahwa pasal-pasal yang disangkakan terhadap Halpian, ancaman hukumannya paling lama 3 tahun 6 bulan.

Artinya, secara filosofis, UU 35/2014 itu dibentuk untuk memberikan rasa adil dan perlindungan lebih terhadap korban.

Sekaligus memberi penghukuman yang lebih berat kepada pelaku.

“Artinya, jika Pasal 351 Ayat (1) KUHP saja dapat ditahan, apalagi terhadap pasal 76 C juncto Pasal 80 Ayat (1) UU 35/2014.”

“Tentang penangguhan penahanan, penyidik juga punya kewenangan untuk menangguhkan,” tegas Maswan.

Secara hukum, sambungnya, alasan menangguhkan itu memang diatur jelas.

“Tapi alasan itu sepenuhnya menjadi subjektivitas penyidik,” ujar Maswan.

“Oleh karenanya, sekalipun alasan itu menjadi subjektivitas penyidik, seharusnya tidak boleh disalahgunakan,” pungkasnya.

Baca artikel lain mengenai kasus Halpian, di sini: