HNW: Apa Bedanya Tim Pengkaji Ucapan Tokoh dengan Orba?

Kader PKS

Ngelmu.co – Dibentuknya tim pengkaji ucapan tokoh yang melanggar hukum, oleh Menkopolhukam Wiranto, terus menuai perdebatan dari berbagai pihak, termasuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sebab, tim yang dibentuk dengan tujuan mengawasi pernyataan tokoh nasional itu, dianggap sebagai pembungkam kritik terhadap pemerintah.

Melansir Kumparan, PKS mempertanyakan apa bedanya tim pengkaji ucapan tokoh tersebut, dengan Orde Baru (Orba). Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW). Ia kembali menilik era Orba yang begitu membatasi kebebasan berekspresi masyarakat, selama 32 tahun.

“Yang kayak begini ‘kan apa bedanya dengan Orde Baru? Terus apa artinya kita melakukan reformasi? Bukan berarti semau gue, pasti tidak. Hukum silakan ditegakkan, tapi basisnya haruslah hukum itu sendiri. Jangan basisnya hanya like-dislike,” ucap HNW di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (8/5)

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI itu menilai Indonesia sebagai negara hukum, bukan negara yang mencurigai rakyatnya sendiri. Dan sebenarnya, menurut HNW, penegakan hukum sudah ada di tangan kepolisian serta kejaksaan.

“Ya menurut saya, itu kebablasan memang ya,” tuturnya.

Sekali pun pemerintah menegaskan tim tersebut tidak akan tebang pilih, tetapi HNW menilai tim tersebut akan lebih banyak bekerja untuk mengawasi kelompok oposisi, pada praktiknya nanti.

“Beliau (Wiranto) sudah mengatakan itu berlaku bagi siapa saja. Tapi nanti praktiknya, pasti akan diberlakukan kepada kelompok-kelompok oposisi, kelompok yang tidak sejalan dengan maunya kebijakan, atau maunya kepentingan penguasa,” pungkasnya.

Sebelumnya, Amnesty International Indonesia juga sudah mendesak Jokowi agar memerintahkan Wiranto untuk membatalkan pembentukan tim pengkaji ucapan tokoh yang dianggap melanggar hukum.

“Tanpa kejelasan apa yang dimaksud ‘melanggar hukum’, upaya pengawasan tersebut rawan disalahgunakan untuk membungkam kritik yang sah dari warga negara terhadap pemerintah. Lebih jauh, hal ini berpotensi menimbulkan over-kriminalisasi di Indonesia,” tulis Haeril Halim, dari Communications Desk, Amnesty International Indonesia, dalam siaran persnya, Kamis (9/5).