Intip Sejarah BMKG Hingga KPK, Usai Megawati Sebut ‘Saya yang Buat’

Megawati yang Buat BMKG BNPB BNN KPK

BNPB

Situs bnpb.go.id, menyebut pembentukan lembaganya, tidak terlepas dari perkembangan penanggulangan bencana.

Sejak masa kemerdekaan, hingga bencana alam berupa gempa bumi dahsyat di Samudera Hindia, pada abad ke-20.

Konteks situasi, cakupan, dan paradigma penanggulangan bencana, memengaruhi perkembangan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Sebab, kenyataannya, kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, juga melatarbelakangi berbagai bencana saat ini.

Sekaligus mendorong Indonesia, membangun visi ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana.

Pada 20 Agustus 1945, pemerintah Indonesia, membentuk Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP).

Berfokus pada kondisi situasi perang, pasca kemerdekaan Indonesia.

Lembaga ini bertugas untuk menolong para korban perang, beserta keluarga mereka, di masa perang kemerdekaan.

Pada 1966-1967, pemerintah membentuk Badan Pertimbangan Penanggulangan Bencana Alam Pusat (BP2BAP).

Tepatnya, melalui Keputusan Presiden Nomor 256 Tahun 1966, dengan Menteri Sosial sebagai penanggung jawab.

BP2BAP, berperan pada penanggulangan tanggap darurat dan bantuan korban bencana.

Paradigma penanggulangan bencana juga berkembang. Tidak hanya fokus pada bencana yang disebabkan manusia, tetapi juga bencana alam.

Pada 1967-1979, Presidium Kabinet mengeluarkan Keputusan Nomor 14/U/KEP/I/1967.

Tujuannya membentuk Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA).

Pasalnya, frekuensi kejadian bencana alam terus meningkat. Maka penanganan bencana secara serius dan terkoordinasi, sangat dibutuhkan.

Pada periode ini juga TKP2BA, ditingkatkan menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (Bakornas PBA).

Menkokesra sebagai ketua. Terbentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1979.

Adapun aktivitas manajemen bencana, mencakup tahap pencegahan, penanganan darurat, dan rehabilitasi.

Menteri Dalam Negeri membentuk Satkorlak PBA [Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Alam] untuk setiap provinsi.

Sebagai penjabaran operasional dari Keppres 28/1979, dengan instruksi Nomor 27 tahun 1979.

Bukan hanya alam, bencana juga disebabkan oleh non alam dan sosial.

Pada periode 1979-1990, kecelakaan transportasi, kegagalan teknologi, dan konflik sosial, mewarnai pemikiran penanggulangan bencananya.

Hal itu juga yang melatarbelakangi penyempurnaan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam, menjadi Bakornas PB [Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana].

Melalui Keppres Nomor 43 Tahun 1990, lingkup tugas Bakornas PB juga diperluas.

Tidak hanya fokus pada bencana alam, tetapi juga non alam, serta bidang sosial.

Penegasannya tercantum pada Keputusan Presiden Nomor 106 Tahun 1999.

Penanggulangan bencana, memerlukan penanganan lintas sektor, lintas pelaku, dan lintas disiplin yang terkoordinasi.

Sebelum periode 2000-2005, Indonesia, mengalami krisis multidimensi.

Bencana sosial terjadi di beberapa tempat, hingga memunculkan permasalahan baru.

Permasalahan yang membutuhkan penanganan khusus, karena terkait dengan pengungsian.

Maka Bakornas PB, berkembang menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP).

Kebijakan ini tertuang dalam Keppres Nomor 3 Tahun 2001, sebelum diperbaharui dengan Keppres Nomor 111 Tahun 2001.

Pada 2004, tragedi gempa bumi dan tsunami melanda Aceh dan sekitarnya.

Peristiwa ini menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia, bahkan dunia–dalam manajemen penanggulangan bencana.

Menindaklanjuti situasi tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005 tentang Bakornas PB.

Badan yang berfungsi mengoordinasi–didukung pelaksana harian–sebagai unsur pelaksana penanggulanagn bencana.

Sejalan dengan itu, pendekatan paradigma pengurangan resiko bencana juga menjadi perhatian utama.

Pemerintah Indonesia juga merespons sistem penanggulangan bencana, dengan sangat serius membangun legalisasi, lembaga, pun penganggaran.

Setelah pengesahan UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, pemerintah, mengeluarkan PP 8/2008 tentang BNPB.

BNPB, terdiri atas kepala, unsur pengarah penanggulangan bencana, dan unsur pelaksana penanggulangan bencana.

Ia memiliki fungsi, pengoordinasian pelaksanaan kegiataan penanggulangan bencana, secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.