Jawaban Cerdas Tifatul ini Menohok Haters Soal Koalisi Pilkada

Ngelmu.co, JAKARTA – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kembali diserang opini negatif beberapa saat jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada Rabu (27/6/2018).

Serangan tersebut adalah PKS disebut dusta politik dengan mengatasnamakan Agama Islam karena telah berkoalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di 33 wilayah. Sebab selama ini diketahui PKS kerap berseberangan dengan PDIP dalam hal keputusan politik.

Dari grafis-grafis yang bermunculan, diketahui PDIP berkoalisi dengan Gerindra di 48 wilayah (5 provinsi, 37 kabupaten, dan 6 kotamadya), PDIP berkoalisi dengan PKS di 33 wilayah (3 provinsi, 24 kabupaten, dan 6 kotamadya). Kemudian PDIP berkoalisi bersama Gerindra dan PKS di 21 wilayah (2 provinsi, 16 kabupaten, dan 3 kotamadya).

Atas data tersebut, meme yang banyak menyebar di berbagai kanal media sosial tersebut menyebut hal tersebut soal syahwat politik dan kekuasaan belaka. Sehingga, jika ada yang mengatakan Pilkada adalah pertarungan Partai Allah dan Partai Setan, disebut dengan dusta politik dengan mengatasnamakan agama.

Menanggapi serangan ini, Mantan Presiden PKS yang juga anggota DPR RI Tifatul Sembiring memiliki pandangan bahwa isu tersebut sering disebarkan kompetitor atau haters PKS untuk meyakinkan orang lain bahwa PKS itu tidak konsisten.

“Saya jelaskan dulu landasan berpikirnya, dalam Islam, koalisi atau musyarokah itu ada 5 tingkatan yang pernah dilakukan Nabi SAW, yakni koalisi Ideologis, koalisi Strategis, koalisi taktis, koalisi teknis dan koalisi kemanusiaan, dan Rasulullah SAW hanya pernah melakukan koalisi ideologis (aqidah) dengan pemimpin muslim seperti dengan Aus dan Khazraj di Madinah,”katanya pada Rabu (26/6/2018) kepada Ngelmu.co.

Dia mengatakan bahwa Rasulullullah SAW melakukan koalisi atau musyarokah strategis dalam Piagam Madinah. Di sini bahkan tertulis kesepakatan dengan Yahudi, Nasrani, kabilah-kabilah yang masih musyrik dengan kaum muslimin.

“Poin utamanya, bebas menjalankan agama masing-masing, jika ada serangan dari musuh dari luar, maka kita hadapi bersama, tidak saling mengganggu antar kelompok, dan piagam Madinah ini bertahan dijalankan sampai terjadinya pengkhiatan oleh Yahudi Banu Nadhir yang hendak membunuh Rasulullah SAW,”ungkap Menteri Komunikasi dan Informatika era Presiden SBY ini.

Dia menjelaskan bahwa selanjutnya koalisi taktis adalah hanya kerjasama untuk hal-hal yang temporer saja, diantaranya Nabi Muhammad SAW menyuruh Ja’far bin Abu Thalib untuk hijrah ke Habasyah. Sebab, kata dia, Meskipun raja Najasi seorang Nasrani, tapi Nabi Muhammad SAW tahu sang Raja suka melindungi tamu.

“Kemudian, koalisi teknis, ketika Nabi SAW hijrah ke Madinah, penunjuk jalan yang disewa adalah seorang musyrik, yakni Abdullah bin Urayqith, Abdullahnya dibayar, lalu dia tunjuki rute jalannya, nah kalau koalisi kemanusiaan itu menolong orang, misalnya kena bencana, lalu kita sumbang. Apapun agamanya,”jelasnya.

PKS, kata Tifatul, belum pernah melakukan koalisi ideologis atau aqidah dengan partai atau penguasa manapun. Saat dulu berkoalisi dengan SBY, imbuhnya, itu adalah koalisi yang bersifat stategis.

“Kita urus negara sama-sama dan lindungi ummat Islam dari fitnah-fitnah dan lain sebagainya, ini tertulis dalam surat perjanjian, dan Pilkada ini, dalam pandangan PKS hanya sebatas koalisi taktis atau teknis. Siapa pemimpin yang lebih memberi manfaat bagi ummat dan mencegah mudharat yang lebih besar,”jelas Tifatul lagi.

Selain itu, untuk kasus Pilgub Jatim, ungkap Tifatul, bahkan satu tahun sebelumnya Ketua Majelis Syuro DPP PKS Dr Salim Segaf Al Jufri sudah sowan ke kiyai-kiyai.

“Siapa yang akan dicalonkan, mereka sepakat Gus Ipul. Jadi kita koalisi dengan Gus Ipul ini jauh sebelum PDIP gabung. Secara politik taktis, kan lebih baik mereka mendukung kita daripada memusuhi kita,”papar Tifatul.

Sedangkan, untuk Pilgub Sumut, Tifatul menyebut awalnya pendukung awal Eramas hanya PKS dan Gerindra. Lalu belakangan bergabung PAN, Golkar, Nasdem dan Hanura.

“Dan itu sah-sah saja,  ya nggak apa-apa, mereka dukung calon kita, masing-masing itu ada pertimbangan syar’i nya. Meskupun tidak semua yang kita inginkan terlaksana di lapangan,”pungkasnya.