Jepang, Kesebelasan yang Tetap Menang dalam Kekalahan

Jepang Menang dalam Kekalahan

Ngelmu.co – Senin, 5 Desember 2022, kesebelasan Jepang, menelan kekalahan yang menyesakkan di Piala Dunia; babak 16 besar.

Target mereka adalah 8 besar, dan target tersebut tidak tercapai.

Setelah mengalahkan dua tim raksasa–Jerman dan Spanyol–mereka dikalahkan oleh Kroasia; dalam pertandingan yang fair.

Kalah adalah kalah, Jepang tidak mengeluarkan satu patah kata pun untuk beralasan.

Hal pertama yang keluar dari mulut para pemain dan pelatih Hajime Moriyasu, adalah terima kasih untuk pendukung mereka, dan juga penyelenggara.

Lalu, Moriyasu membungkuk dalam-dalam di hadapan para pendukungnya.

Banyak orang tidak tahu, jika satu jam setelah pertandingan berakhir, Moriyasu kembali ke lapangan.

Saat itu, hampir tidak ada media yang meliput.

Mengapa dan untuk apa Moriyasu, kembali?

Sekali lagi, ia membungkuk dalam-dalam di stadion yang hampir kosong.

Kali ini untuk menunjukkan rasa terima kasihnya, sekaligus kerendahan hatinya pada ‘tempat’ pertandingan.

Timnas Jepang, memang kalah.

Namun, mereka tetap melakukan rutin mereka; membersihkan kamar ganti, sebersih-bersihnya.

Melipat origami berbentuk tsuru [semacam burung bangau yang dipercaya membawa keberuntungan], menulis kata ‘terima kasih’ [kali ini dalam bahasa Arab], dan meninggalkan kamar ganti itu dengan sunyi.

Pendukung kesebelasan Jepang pun sama.

Mereka tetap membersihkan stadion. Bukan hanya area sekitar mereka duduk.

Banyak yang melakukan ini sambil menangis.

Mereka melakukan ini bukan karena ingin diliput, tapi karena ini budaya mereka.

Dalam pertandingan liga nasional mereka; J-league, mereka melakukan ini tanpa ada yang meliput.

Semboyan mereka adalah ‘meninggalkan stadion dalam keadaan lebih bersih dari waktu mereka datang’.

Kapten kesebelasan, Maya Yoshida, pernah mengatakan, bahwa kebiasaan bersih-bersih merupakan hal biasa.

Bukan sesuatu untuk diliput.

Melakukan sesuatu yang baik dalam kondisi senang itu mudah. Semua orang bisa.

Namun, melakukannya dalam kondisi ‘jatuh’? Amat sulit.

Ini perlu penguasaan diri dan disiplin yang ditanamkan sepanjang hidup.

Jepang bisa melakukan ini bukan karena mereka terlahir demikian, tapi karena dididik demikian.

‘Investasi pendidikan’ mereka, dalam bentuk soft power, muncul sekalipun pada saat mereka terpuruk.

Mereka menunjukkan pada dunia, bahwa kemampuan dan penguasaan diri untuk berlaku lembut, sopan, disiplin, dan beradab, itu adalah power.

Tanpa banyak mulut dan drama, mereka menunjukkan pada dunia ‘template’ dari masyarakat yang beradab.

Kesebelasan Jepang dan para pendukungnya, datang untuk menyuguhkan permainan sepak bola yang baik, dan semangat sportivitas.

Mereka tidak pernah meremehkan lawan, apalagi mengolok-olok lawan yang kalah.

Mereka tahu, bahwa lawan tanding mereka berusaha sama kerasnya dengan mereka.

Hanya orang yang telah berusaha keras, yang bisa menghargai usaha orang lain.

Kali ini, mereka kalah dalam sepak bola, tapi soft power mereka menang.

Mereka menang dalam kekalahannya.

Investasi pendidikan mereka berbunga di Doha.

Oleh: Pitoyo Hartono

Baca Juga: