Kartu Kuning

 

Saya salut kepada Ketua BEM Universitas Indonesia yang “memberikan kartu kuning” kepada Presiden Joko Widodo saat acara peringatan Dies Natalis UI di kampus UI Depok tanggal 2 Februari 2018 yang lalu.

Mengapa saya salut? Dia pintar sekali memanfaatkan momen untuk menjadi terkenal. Walaupun aksi yang dia lakukan hanya satu menit, tetapi dia sangat sukses mencuri panggung dan menjadi pemberitaan di hari ulang tahun kampus UI. Dia menjadi “ikon berita” Dies Natalis UI ke-68. Dia cerdas melihat dan memanfaatkan peluang.

Saya kebetulan berada di Balairung UI pada saat peringatan Dies Natalis tersebut. Pada acara itu, juga ditayangkan berbagai capaian akademik kampus UI, juga berbagai hasil penelitian yang wow dan inovatif, yang bisa membawa bangsa ini lebih baik.

Bayangkan, pemberitaan tentang Ketua BEM dengan aksinya itu mendominasi percakapan atau menjadi trending topic di media sosial. Bukan hasil penelitian atau riset yang dilakukan para profesor atau peneliti di kampus almamater saya itu.

Ya, mungkin kinerja akademik kampus UI dengan pendidikan, penelitian, dan pengabdian, tidak seksi untuk diwartakan. Kinerja yang dihasilkan dari ketekunan bertahun-tahun para profesor, dosen dan peneliti, kalah seksi untuk diberitakan jika dibandingkan “aksi heroik” Ketua BEM dengan “kartu kuningnya” kepada Presiden yang berlangsung satu menit.

Mungkin media massa dan juga kita masih suka dengan berita penuh kejutan seperti ini, apalagi yang kontroversial. Para akademisi UI berhasil membuat teknologi canggih ini dan itu, mungkin bukan berita yang menarik. Ya mau gimana lagi? Begitulah kondisi kita.

Okelah, kita bisa berdebat dan menilai dari perspektif yang berbeda, ada yang setuju, dan tentu ada juga yang tidak setuju dengan aksi si Ketua BEM. Saya tidak akan membahas topik ini. Santun atau tidak santun, biarlah para ahlinya yang membahas.

Saya sependapat dengan pemikiran bahwa mahasiswa harus kritis terhadap lingkungan termasuk kepada pemerintah. Kalau mahasiswa sudah kehilangan daya kritisnya, gawat! Saya sendiri juga mengajar topik ciritical thinking kepada mahasiswa pada kuliah yang saya asuh.

Bersikap kritis kepada pemerintah merupakan perwujudan dukungan kita kepada pemerintah, selama itu diniatkan untuk kebaikan bersama. Sikap kritis itu bukanlah membenci. Niatnya untuk kebaikan bersama.

Kembali kepada aksi si Ketua BEM. Kelihatannya dia juga sudah berhitung dengan cermat untuk menjalankan aksi tersebut. Aksinya hanya berlangsung sangat singkat, sehingga tidak sempat menganggu acara, tetapi mendapatkan perhatian. Aksi seperti ini jelas membutuhkan sebuah kecerdasan tersendiri.

Dia juga melakukannya aksinya sendiri, tidak ramai-ramai, sehingga tidak menyebabkan gaduh. Ketika diminta anggota Paspampres untuk mundur ke belakang, dia juga mengikuti dengan tenang dan tidak ada menunjukkan sikap melawan. Kelihatannya dia sudah yakin, aksi satu menit itu sudah cukup untuk mendapatkan panggung pewartaan Dies Natalis UI ke-68.

Kelihatannya sang Ketua BEM UI juga tak ada niat untuk membuat heboh apalagi keributan. Menurut saya, dia hanya ingin mencuri panggung, hanya itu, supaya pesan-pesan tersampaikan, walaupun semua pesan tersebut sudah jamak kita ketahui bersama lewat media. Penggunaan kartu kuning sebagai metafora pun sebenarnya sangat kreatif.

Tetapi kalau saya jadi Ketua BEM, saya akan memilih menyampaikan pesan atau bahkan berdiskusi dengan Presiden pada acara temu wicara, dengan risiko aksi itu tidak akan terlihat heroik dan saya tidak akan jadi terkenal, karena mungkin tidak akan diwartakan secara masif seperti ini. Tetapi semua pesan akan tersampaikan.

Tetapi, lagi-lagi tetapi, konon acara temu wicara BEM dengan Presiden tersebut belum jelas pelaksanaannya, demikian penjelasan si Ketua BEM setelah aksinya tersebut.

Ya, menurut saya, si Ketua BEM memiliki kemampuan komunikasi politik yang cedas, dan menurut saya sangat berbakat jadi politisi.

Bagaimana respon teman-teman saya? Mereka para pendukung Presiden Jokowi mengecam aksi kartu kuning ini. Para oposan memuji dan mengapresiasinya. Mereka yang non-simpatisan juga ada yang pro dan kontra, sesuai dengan standar etiket dan sopan-santun yang dianut.

Ya sudahlah kalau begitu. Toh, Presiden juga tenang saja menyikapi hal ini. Ketua BEM juga tidak ditahan oleh pihak Paspamres atau pihak keamanan lainnya. Acara Dies Natalis tetap berjalan dengan baik.

Mari kita sikapi dengan bijak dan ambil hikmah bersama dari kejadian ini.

Salam
Riri Satria