Berita  

Kata Fraksi PDIP dan Golkar soal RUU Larangan Minuman Beralkohol

PDIP Golkar RUU Alkohol

Ngelmu.co – Sebanyak 21 anggota DPR RI yang berasal dari Fraksi PPP, PKS, dan Partai Gerindra, mengusulkan agar Rancangan Undang-undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (Minol), masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.

Namun, suara yang cukup berseberangan muncul dari dua fraksi lainnya yakni PDIP dan Partai Golkar.

Ketua Kelompok Fraksi Golkar di Baleg, Firman Soebagyo, mengatakan, pembahasan RUU Larangan Minol, telah berlangsung sejak 2014-2019.

Tetapi mentok, karena perbedaan pendapat dari DPR dan pemerintah.

“Pemerintah ketika mempertahankan terkait pengaturan, tetapi pengusul, tetap kukuh terhadap pelarangan,” kata Firman, mengutip Tempo.

Ia, juga mengingatkan soal keberagaman yang menurutnya perlu perhatian.

Beberapa daerah dan agama tertentu, lanjut Firman, juga menggunakan minuman beralkohol untuk kepentingan ritual.

Seperti Bali, Papua, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, hingga Sulawesi Utara.

Tak berbeda dengan Firman, Ketua Kelompok Fraksi PDIP di Baleg DPR, Sturman Panjaitan, pun demikian.

Ia, meminta pengusul lebih memerhatikan keberagaman Indonesia.

“Saya agama Kristen, di adat umat Kristen, ada namanya perjamuan kudus, kami minum anggur,” kata Sturman, dalam rapat Baleg Selasa (10/11) lalu.

“Itu alkohol juga, meskipun kecil. Apa mau kita hentikan? Mereka enggak boleh lagi perjamuan kudus?” lanjutnya bertanya.

Maka Firman, pun mengusulkan pimpinan Baleg untuk berkomunikasi terlebih dulu dengan pemerintah, terkait RUU yang akan masuk Prolegnas 2021.

Alasannya, agar RUU itu sejalan dengan yang menjadi perhatian serta fokus pemerintah.

“Jangan sampai nanti, setelah disetujui, diharmonisasi di DPR, sampai pimpinan, tidak jalan,” kata Firman.

“Atau sebaliknya, dari pimpinan DPR sudah setuju, sampai kepada tingkat pemerintah, pemerintah tidak setuju,” imbuhnya, dalam rapat Baleg, Kamis (12/11) kemarin.

Baca Juga: Muhammadiyah Tegaskan RUU Larangan Minol Bukan Upaya Islamisasi

Pengusul RUU Larangan Minol adalah 18 orang dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dua orang dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan satu orang dari Fraksi Partai Gerindra.

Salah satu pengusul dari F-PPP, Illiza Sa’aduddin Djamal, buka suara.

Ia, mengatakan RUU ini, bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif, menciptakan ketertiban dan ketenteraman masyarakat, dari para peminum.

Illiza, juga mengklaim, adanya RUU tersebut, akan menumbuhkan kesadaran masyarakat soal bahaya minuman beralkohol.

“Saat ini, minuman beralkohol belum diatur secara spesifik dalam bentuk UU,” tuturnya.

“Sebab, saat ini hanya dimasukkan pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dengan pasal yang sangat umum, dan tidak disebut secara tegas oleh UU,” sambungnya, Kamis (12/11).

Illiza, mengatakan larangan minuman beralkohol adalah amanat konstitusi dan agama.

Ia, merujuk pada Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, dan berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Illiza, juga merujuk surat Al-Maidah (90-91).

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”

Ia, pun menjelaskan ada sejumlah usulan norma larangan minuman beralkohol.

Di antaranya, setiap orang yang memeluk agama Islam dan agama lainnya, dilarang untuk memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual dan mengonsumsi larangan minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional, dan minuman beralkohol campuran atau campuran yang memabukkan.

Dalam paparannya saat rapat Baleg, Selasa (10/11) lalu, Illiza, juga mengutip data Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada 2011.

Data tersebut menunjukkan, sebanyak 2,5 juta penduduk dunia, meninggal akibat alkohol.

Sekitar 9 persen dari kematian itu terjadi pada mereka yang berusia 15-29 tahun; usia produktif.

Pada 2014, lanjut Illiza, konsumsi alkohol dunia bahkan menyebabkan kematian lebih dari 3,3 juta orang, per tahunnya, atau 5,9 persen dari total kematian.

Indonesia sendiri, kata Illiza, memiliki hasil riset kesehatan dasar Kementerian Kesehatan pada 2007.

Tercatat 4,9 persen remaja menjadi konsumen alkohol.

Riset sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat pada 2014, juga mencatat jumlah yang melonjak, yakni menjadi 23 persen dari total remaja.

“Melihat realitas yang terjadi, seharusnya pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol, dapat dilanjutkan dan disahkan, demi kepentingan generasi yang akan datang,” pungkas Illiza.