Berita  

Kemenag Pastikan Materi Khilafah dan Perang Dirombak dari Kurikulum

Materi Khilafah dan Perang

Ngelmu.co – Berdasarkan ketentuan regulasi penilaian yang diatur pada SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 3751, Nomor 5161, dan Nomor 5162, Tahun 2018 tentang Juknis Penilaian Hasil Belajar pada MA, MTs, dan MI, materi khilafah dan perang (jihad) akan dirombak dari kurikulum.

Materi Khilafah dan Perang Dirombak dari Kurikulum

Seperti disampaikan oleh Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah, di Kementerian Agama (Kemenag), Umar.

Lebih lanjut ia mengatakan, jika yang dihilangkan bukan hanya materi khilafah dan perang, tetapi juga setiap materi yang dinilai berbau ke kanan-kananan, atau ke kiri-kirian.

Materi-materi ajaran yang dianggap tidak mengedepankan kedamaian, keutuhan, dan toleransi, kata Umar, juga akan dihilangkan.

“Karena kita mengedepankan pada Islam wasathiyah,” tuturnya, seperti dilansir Republika, Sabtu (7/12).

Sementara dalam sejarah kebudayaan Islam, kata Umar, tetap akan membahas jika Rasul pernah berperang.

Sebab menurutnya, perang memang bagian dari sejarah kehidupan Rasul, tetapi Rasul tidak hanya berperang saja.

“Justru yang kita ungkap banyak, nanti aspek kehidupan Rasul yang menjaga perdamaian, yang madani,” ujar Umar.

Perjuangan Rasul membangun masyarakat madani, lanjutnya, akan dikembangkan.

“Pokoknya tetap ada tentang perang, tapi tidak dominan. Sehingga tidak mengesankan Rasul hanya melakukan perang saja,” kata Umar.

“Dan kalau Rasul berperang, bukan berarti Islam di-dakwahkan dengan cara keras,” imbuhnya.

Semua buku-buku pelajaran di MI, MTs, dan MA, juga berorientasi pada penguatan karakter, ideologi Pancasila, dan anti korupsi, terutama Islam wasathiyah.

“Jadi, kita ini menyiapkan generasi yang akan datang, generasi yang betul-betul bisa menjaga perdamaian, persatuan, dan toleransi, demi keutuhan NKRI dan kejayaan Islam di Indonesia,” jelas Umar.

Baca Juga: Bertemu Penghulu se-Sumbar, Menag: Jangan Korupsi, Jangan Radikal

Ia juga menyinggung, bagaimana khilafah ditolak di Indonesia.

Maka, menurut Umar, tidak mungkin mengajarkan materi yang konteksnya bertentangan dengan Indonesia.

“Apakah kemudian pemerintahan Islam (khilafah) enggak diajarkan? Ya tentu, nanti ada porsi (pelajaran tentang) membangun peradaban dan pemerintahan, tapi yang sesuai dengan negara kita, Indonesia,” ungkapnya.

Umar menegaskan, pihaknya tak akan menghilangkan fakta-fakta sejarah Islam.

“Tapi pendekatan dan metodologinya yang kita ubah, supaya anak-anak enggak sampai lupa sejarah, dan enggak boleh melupakan sejarah,” tuturnya.

Kemenag sendiri, ingin memberikan bekal kepada para siswa, agar matanya terbuka akan informasi tentang negara.

Kemudian membela negara, mengedepankan asas pemerintahan yang Pancasila, meneguhkan NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.