Kemerdekaan Indonesia Tak Lepas dari Jasa 6 Ulama Ini

Jasa Ulama dalam Kemerdekaan Indonesia

Anggota BPUPKI

H Abdurrahman (AR) Baswedan adalah anggota Badan Penyelidik Usaha dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Kakek dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini merupakan pahlawan nasional yang semasa hidupnya dikenal sebagai seorang nasionalis.

AR yang juga jurnalis ini adalah pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat, mubalig, sekaligus sastrawan.

Ia pun pernah menjadi Wakil Menteri Muda Penerangan RI pada Kabinet Sjahrir.

AR juga merupakan anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP), dan anggota parlemen, serta anggota Dewan Konstituante.

Ia yang lahir pada 11 September 1908, keluar dari dunia jurnalistik, karena memutuskan untuk menempuh jalur lain. Salah satunya, politik.

Perancang Lambang Garuda

Al Habib Syarif Sultan Abdul Hamid II adalah tokoh bangsa yang sangat berjasa dalam kemerdekaan Indonesia.

Salah satunya, merancang lambang negara–elang rajawali–Garuda Pancasila.

Habib Syarif juga merupakan salah satu peserta Konferensi Meja Bundar, ketika Belanda, akhirnya mengaku kedaulatan RI.

Ia yang lahir di Pontianak, 12 Juli 1913, adalah putra sulung dari Sultan Pontianak ke-6, yakni Sultan Syarif Muhammad Alkadrie.

Namanya memang sempat meredup–seakan terlupakan–karena sempat menerima vonis terlibat kudeta Westerling, 1950.

Namun, beberapa dekade setelah itu, bangsa kembali mengenang namanya sebagai salah satu pahlawan.

Mengingat jasa Habib Syarif, merancang lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila.

Baca Juga:

Seorang yang inspiratif dewasa ini, Erwin Raja (Ayah Kembar), pun mengulas jasa keenam ulama di atas.

“Siapa pun berhak menjadi pejuang dan pahlawan di masa penjajahan,” tuturnya.

“Dalam perjuangan, selalu ada yang namanya pahlawan, dan ada pula yang namanya pengkhianat,” sambung Ayah Kembar.

Namun, imbuhnya, sedikit dari yang sedikit itu–yang termasuk kaum minoritas–yang katanya bukan keturunan asli Indonesia, nyatanya?

“Ternyata banyak memberikan kontribusinya bagi kemerdekaan negeri ini, daripada menjadi pengkhianat rakyat Indonesia.”

Ia juga mengingatkan tentang istilah Londo Ireng.

“Adakah yang mancung? Bukan mau ‘body shaming’ atau apa pun, tapi fakta mengatakan, banyak dari keturunan Arab, yang menjadi pahlawan, daripada pengkhianat.”

Ayah Kembar pun bertanya, “Kira-kira apa sih yang membuat mereka mau ikut berjuang dan berjibaku bersama rakyat Indonesia, melawan penjajah?”

Ia pun melampirkan penjelasan di akhir pernyataannya. Jawaban atas pertanyaan itu adalah, “Iman,” tutupnya.