Berita  

‘Kemesraan’ Bikin Indonesia Terkesan Makin Bergantung dengan Cina

Indonesia China Mesra Jokowi Xi Jinping Luhut
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Cina Xi Jinping, saat pertemuan bilateral di sela KTT G20, Osaka, Jepang, 29 Juni 2019. Foto: Biro Pers Kepresidenan RI

Ngelmu.co – Hubungan yang kian ‘mesra’, membuat Indonesia, terkesan semakin bergantung dengan Cina.

Walaupun Cina, memang mendominasi ekonomi dunia, bukan hanya di Indonesia.

Namun, Direktur Institute for Global and Strategies Studies UII Yogyakarta Zulfikar Rakhmat, menyoroti persoalan yang ada di baliknya.

“Yang agaknya menjadi masalah, Indonesia, terkesan telah semakin tergantung dengan Cina, dalam hal ekonomi,” tuturnya dalam keterangan tertulis, Kamis (29/7).

Itu mengapa, Zulfikar menegaskan, Indonesia, harus memperjelas posisi sebagai negara non blok.

“Dan dapat meningkatkan bargaining position-nya dalam bernegosiasi dengan Cina,” imbuhnya, mengutip Detik.

Pada 2019, Cina, memang menjadi investor terbesar di Indonesia. Negara ini menanamkan modal hingga US$ 1,4 miliar.

Cina, kata Zulfikar, juga telah menjadi mitra dagang terbesar Indonesia.

Bahkan, menurutnya, Cina, semakin menancapkan dominasi mereka di Indonesia, dengan penetrasi langsung ke pemerintah daerah.

“Yang unik, Cina, juga mulai aktif melakukan penetrasi langsung ke pemerintah daerah di Indonesia,” kata Zulfikar.

Seperti kerja sama ekonomi dengan Pemda Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Bengkulu, Sumatra Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat.

“Hal yang sama juga Cina, lakukan, dengan banyak pemerintah daerah di negara-negara lain,” ungkap Zulfikar.

Terlebih pada masa pandemi Covid-19, Cina, bagai aktor tunggal penyedia alat kesehatan, hingga obat-obatan.

Cina, juga menyediakan vaksin, sebagai upaya penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

Jangan Sampai Benar-benar Bergantung

Namun, berbagai hal itulah yang menurut Zulfikar, justru harus menjadi sorotan, sekaligus perhatian.

Jangan sampai Indonesia, bergantung pada Cina. Sebab, risikonya tidak sedikit.

Bila ini terjadi, risiko pertama adalah terganggunya hubungan Indonesia, dengan Amerika Serikat (AS).

Belum lagi lemahnya posisi tawar Indonesia terhadap Cina. Hal ini mampu menyebabkan impor dari Cina, semakin meningkat dan luar biasa.

Bukan tidak mungkin, sentimen anti Cina, menguat di dalam negeri.

Baca Juga:

Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy Shiskha Prabawaningtyas, juga satu suara.

Di matanya, Indonesia, harus memperkuat daya tawar dengan Cina.

“Dengan tidak mengesampingkan realitas kemajuan perekonomian Cina saat ini,” ujar Shiskha.

“Indonesia, tentu saja harus tetap meningkatkan bargaining-nya di hadapan Cina,” imbuhnya. “Namun, tetap membuka ruang kerja sama.”

Shiskha tak menampik, peningkatan kerja sama terkait penanganan pandemi Covid-19, harus terjadi.

Sebab, Cina sudah telanjur menjadi pemasok utama industri farmasi, obat-obatan, vaksin, serta alat kesehatan.

Tetapi Shiskha juga menyatakan, soal hubungan ekonomi Cina, Indonesia, harus melihat ruang value chain dan market.

Termasuk ruang untuk alih teknologi yang harus dilakukan. “Perumusan posisi tawar Indonesia, harus dilakukan,” tegasnya.

“Dalam mencari format kemitraan strategis, yang memastikan perlindungan terhadap kepentingan nasional Indonesia,” jelas Shiskha.

Utang Indonesia ke Cina

‘Kemesraan’ ini tak lepas dari utang. Data DJPPR [Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko] Kementerian Keuangan, mencatat utang Indonesia ke Cina, terus bertambah.

Selama periode 2011 hingga akhir April 2021, jumlahnya meningkat hampir enam kali lipat.