Kepercayaan Terhadap Jokowi Masih Tinggi Meski Rupiah Anjlok

Melemah
Dolar

Ngelmu.co – Anjloknya nilai rupiah terhadap dolar menurut Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Profesor Budyatna tidak mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Joko Widodo.

Budyatna menyatakan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Joko Widodo masih sangat tinggi, meski nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah. Sebab, kondisi saat ini dengan kondisi di tahun 1998 berbeda jauh.

“Kondisi 1998 dan saat ini sangat berbeda jauh. Dulu terjadi krisis moneter, saat ini tidak. Sekarang, tingkat kepercayaan terhadap Pemerintahan Jokowi masih sangat tinggi, sedangkan 1998, kepercayaan terhadap Soeharto begitu anljok,” kata Budyatna dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu, 8 September 2018, dikutip dari Antara.

Budyatna menilai bahwa tingginya kepercayaan kepada Jokowi tidak lepas dari kinerja pemerintahan yang memang baik serta sikap antikorupsi Presiden Jokowi. Budyatna menuturkan bahwa berbagai prestasi yang ditorehkan Presiden Jokowi, terutama dalam pembangunan infrastruktur, menunjukkan bahwa Pemerintah memang fokus pada kerja.

Baca juga: Rupiah Anjlok, Cadangan Devisa Akhir Agustus Turun 400 Juta Dollar AS

“Jokowi orang yang jujur, tidak korupsi. Uangnya dipakai untuk membangun. Itu yang membuat kepercayaan kepada Pemerintah masih sangat tinggi,” ucap Budyatna.

Terkait tingginya kepercayaan terhadap Jokowi, bertolak belakang dengan kondisi yang dialami Soeharto pada saat krisis 1998. Di tahun 1998, korupsi terjadi dalam lingkar dalam (inner circle) Soeharto, termasuk para kroni dan anak-anaknya. Bahkan, kata Budyatna, anak-anak Soeharto yang semuanya terjun ke dunia bisnis, sudah terbiasa meminjam uang dari bank dan tidak mengembalikan.

Selain itu, pengamat ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Aji Sofyan Effendi, juga mengatakan hal senada dengan Budyatna. Aji menyatakan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS saat ini dinilai berbeda jauh dibandingkan 1998.

“Jauh berbeda. Dari berbagi indikator makro, saat ini kondisi kita jauh lebih kuat dibandingkan 1998 sehingga sama sekali tidak mengkhawatirkan,” ujar Aji.

Aji menyebutkan bahwa di era Soeharto, fundamental ekonomi sangat rapuh. Buktinya. Sehingga, ketika pelemahan menimpa mata uang negara-negara Asia Tenggara, hanya Indonesia yang tidak bisa bangkit. Sedangkan Singapura dan Malaysia cepat bangkit, termasuk Baht Tahiland yang mengalami pelemahan cukup parah.

“Indonesia sendiri pada 1998, jangankan recovery. Pelemahan nilai tukar rupiah justru merembet pada krisis yang sangat kompleks. Mulai krisis moneter, hingga krisis kepercayaan dan krisis politik yang menyebabkan Soeharto tumbang,” tutur Aji.

Saat ini, kata Aji, fundamental ekonomi Indonesia yang dibangun Pemerintahan Jokowi sangat kuat, sehingga tidak mungkin merembet ke krisis moneter apalagi krisis kepercayaan kepada pemerintah.

Aji mengatakan bahwa ada dua indikator makro terkait kuatnya fundamental ekonomi Indonesia saat ini, yaitu pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. Aji menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,2-5,3 persen, sedangkan inflasi juga bagus, di bawah lima persen.