Keseimbangan

Oleh Ust. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc.

Ngelmu.co – Seorang raja mengirim anaknya untuk belajar pada seorang bijak tentang rahasia kebahagiaan hidup. Ketika sampai di istana orang bijak, anak itu disuruh mengelilingi istana dan kembali menemuinya setelah dua jam.

Ia menyodorkan kepada anak muda ini sebuah sendok yang berisi dua tetes minyak sambil berkata, “Pegang sendok ini selama kamu mengelilingi istana, dan jangan sampai tumpah minyaknya.”

Anak muda itu mulai berkeliling istana dengan fokus pada sendok. Kemudian ia kembali untuk menemui orang bijak itu, lalu orang bijak bertanya kepadanya, “Apakah kamu melihat karpet megah di ruangan? Apakah kamu menikmati pemandangan kebun yang indah? Apakah kamu tertarik dengan buku-buku indah di perpustakaan?” Anak muda ini gagap, dan mengakui tidak melihat sesuatu karena perhatiannya fokus menjaga dua tetes minyak agar tidak tumpah dari sendok.

Kemudian orang bijak itu berkata, “Kembalilah dan kenalilah rambu-rambu istana.”

Anak muda pun kembali berkeliling istana dengan memerhatikan berbagai keindahan seni yang tergantung di dinding, menyaksikan kebun dan bunga-bunga yang indah.

Setelah kembali, ia menceritakan secara rinci apa yang dilihatnya kepada orang bijak tersebut. Kemudian orang bijak bertanya, “Tetapi, mana dua tetes minyak yang harus kamu jaga?” Anak muda ini kemudian melihat sendok dan mendapati dua tetes minyak telah tumpah. Orang bijak berkata, “Itulah nasihat yang ingin saya sampaikan kepadamu.”

Rahasia kebahagiaan adalah kamu bisa melihat berbagai keindahan dunia dan menikmatinya tanpa menumpahkan dua tetes minyak sama sekali.

Anak muda pun memahami tujuan pelajaran.

Pelajaran:

Kebahagiaan adalah seni menjaga keseimbangan semua hal.

Allah menciptakan langit dan bumi berikut isinya di atas landasan keseimbangan (tawazun). Allah juga memerintah kita agar menjaga keseimbangan. (ar-Rahman [55]:7-8)

Karena kehidupan ini tidak bisa tegak dan berjalan dengan baik tanpa keseimbangan.

Prinsip keseimbangan ini harus ditegakkan dalam segala hal. Dalam bisnis, ekonomi, politik, budaya, ilmu, ibadah,rumah tangga, pembangunan, masyarakat, negara dan bangsa.

Menjaga keseimbangan ini tidak mudah sehingga harus selalu diingatkan, tidak terkecuali di kalangan generasi terbaik sekalipun. Nabi saw. pernah mengingatkan Utsman bin Mazh’un r.a, dan sahabat lainnya yang mulai menjauhi istrinya untuk menekuni ibahah secara berlebihan, “Wahai Utsman, apakah kamu tidak menyukai sunahku?” Utsman menjawab, “Demi Allah, tidak, wahai Rasulullah, justru saya mencari sunahmu.” Nabi saw. bersabda, “Tetapi saya tidur, shalat, puasa dan berbuka,juga menikahi wanita. Maka, takutlah kepada Allah wahai Utsman! Karena, keluargamu punya hak atas dirimu, tamumu punya hak atasmu, dan jiwamu punya hak atas dirimu. Maka, berpuasalah dan berbukalah, shalatlah dan tidurlah.” (Musnad Ahmad, 2608)

Ini terjadi karena manusia seringkali terpengaruh oleh keterbatasan dan kecenderungan pribadinya sehingga tanpa disadari telah melanggar prinsip keseimbangan.

Bila kita tanyakan kepada ahli ibadah, ahli ekonomi, ahli akhlak, ahli hukum, ahli sejarah, ahli budaya, ahli fiqh, dan lainnya tentang dari mana kita harus memulai kebangkitan umat, seringkali kita dapati jawaban yang berbeda-beda, masing-masing sesuai bidang keahliannya. Ahli ekonomi mengatakan kebangkitan umat harus dimulai dari ekonomi, ahli akhlak mengatakan harus dimulai dari akhlak dan seterusnya.

Yang benar semuanya harus memulai kebangkitan secara bersama-sama dan seimbang sehingga tercapai kebangkitan serentak dan seimbang, tanpa menyalahkan dan meremehkan bidang lain yang tidak menjadi fokusnya. Meskipun bisa jadi prioritas orang berbeda-beda, ada yang prioritasnya ekonomi karena akidah dan ibadahnya sudah kuat, dan seterusnya. Semua potensi ini harus disinergikan secara seimbang. Karena itu, menjaga keseimbangan menjadi sangat penting.

Demikian pula keseimbangan dalam kehidupan pribadi juga harus dijaga, antara dakwah dan keluarga, antara ekonomi dan dakwah, antara jasadiyah dan ruhiyah, antara ilmiyah dan amaliyah, antara fiqh dan akhlak, antara ibadah dan aktivitas lainnya.

Bila keseimbangan ini tidak dijaga pasti terjadi masalah, ketimpangan dan ketidaknyamanan di dalam kehidupan kita.

Jakarta, 5 Desember 2017

*Direktur Utama Robbani Press

Editor Nashihin