Opini  

Ketika Andre Rosiade Merancang Kemaksiatan Agar Menjadi Pahlawan

Ngelmu.co – Seseorang tiba-tiba berteriak di tengah keramaian pusat kota. “Hey orang-orang… Tahukah kalian bahwa masih ada yang suka mabuk-mabukan di kota ini. Pemimpin kalian tidak becus memberantas kemaksiatan”.

Lalu ada yang bertanya, “Mana buktinya? Tunjukkan!”

“Lihat!” ujar orang tadi.

“Ini saya sedang meminum arak. Saya sendiri yang mabuk. Terbukti sudah, masih ada kemungkaran di kota ini. Pemimpin kalian tidak becus,” lanjutnya.

Di atas, hanyalah ilustrasi dari peristiwa baru-baru ini, ketika Andre Rosiade, anggota DPR dari fraksi Partai Gerindra, bersama satpol PP, menggerebek PSK di sebuah hotel ternama, di Padang, Ahad, 26 Januari 2020.

Belakangan ini, Andre memang berkoar-koar banyaknya tempat kemaksiatan di Padang.

Bahkan, ia sempat mengancam akan menginterpelasi Wali Kota Padang, Mahyeldi Ansharullah.

Baca Juga: “Wali Kota Termiskin di Dunia, Tapi Amat Kaya Jiwa dan Nuraninya”

Lantas, dalam sebuah video yang dibuat bersama anggota F-PKS DPR RI, Mardani Ali Sera, Mahyeldi menyindir Andre dengan menyitir cerita Buya Hamka yang masyhur itu.

Mungkin ada yang belum mendengar cerita tersebut. Begini, suatu ketika seseorang berkata kepada Buya Hamka:

“Buya, sungguh saya tidak menyangka. Ternyata di Makkah ada wanita nakal. Kok bisa ya, Buya?”

Maksud di balik perkataan itu, tentu saja ingin merendahkan kota kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Lantas dengan cerdik Buya membalas, “Tempo hari saya dari Los Angeles dan New York. Ternyata di sana tidak ada perempuan nakal”, dan Buya berkata lagi, “Kita memang hanya akan dipertemukan dengan apa yang kita cari”.

Jadi, seolah-olah Andre sama seperti orang yang mencari-cari wanita nakal di Mekkah, pada cerita tadi.

Gambar: mojok.co

Ya, jangankan Padang, kota suci tempat Kakbah berada pun masih ada pelaku kemaksiatan.

Andre merespons. Melalui twitter, ia mengajak Mardani berkeliling Padang, melihat tempat-tempat maksiat di kota itu. Lah, buat apa?

Menggebu-gebunya Andre, ingin menunjukkan pada dunia bahwa terdapat kemaksiatan di Padang, berpuncak pada peristiwa penggerebekan PSK, akhir januari kemarin.

Dan kepada media, PSK itu mengaku dijebak, bahkan ‘dipakai’ terlebih dahulu, sebelum digerebek.

Andre mengakui bahwa itu adalah penjebakan, “Saya perlu jelaskan bahwa betul penjebakan itu, tapi dilakukan, bekerja sama dengan kepolisian Kota Padang. Jadi bukan tindakan pribadi saya,” ujarnya, seperti dilansir mediaindonesia.com.

Namun, yang perlu di-verifikasi lagi, media Covesia, memperoleh setruk reservasi booking hotel, atas nama Andre Rosiade, pada 26 Januari 2020.

Dengan waktu check-in pukul 14.00 WIB, benarkah bukan tindakan pribadi dirinya?

Sebegitunya untuk membuktikan adanya kemaksiatan, sampai-sampai ia merancang sendiri kemaksiatan itu.

Andai Andre tak merancang penjebakan, tentu tak ada kejadian di mana wanita (PSK) harus berdua-duaan dengan non mahramnya (orang suruhan Andre) di kamar hotel.

Bahkan digerebek dalam keadaan telanj*ng. Apalagi kalau benar pengakuan si PSK, bahwa ia telah memberikan service-nya, sebelum penggerebekan.

Maka perzinahan telah terjadi, dengan campur tangan anggota DPR komisi VI tersebut.

Kiprah Pemkot Padang Berantas Maksiat

Beralih ke pemerintah kota Padang, apakah benar sudah optimal memberantas kemungkaran di daerah yang dipimpinnya?

Yang jelas, masyarakat sana harusnya hafal tentang payung tenda ceper, yang pernah banyak berdiri di pantai Padang, yang di situ, pelacuran terselubung terjadi di malam hari.

Tapi per 1 Januari 2015, Mahyeldi memimpin Gerakan Padang Bersih (Bersih Lingkungan dan Bersih Maksiat), membabat payung-payung kemungkaran itu.

Dan kota Padang pun berubah, menjadi tempat wisata yang ramah buat keluarga.

Lantas, apakah setelah itu tidak ada maksiat? Ya, tidak bisa dijamin begitu.

Selama setan masih bekerja, selama nafsu manusia masih mengajak kepada keburukan, maka perbuatan keji masih besar kemungkinannya terjadi.

Bahkan, di zaman Rasul pun, di mana hukum Islam ditegakkan, perzinahan masih terjadi. Terbukti dengan dilaksanakannya hukuman rajam ketika itu.

Apa yang dilakukan Pemkot, meski masih terbuka kekurangan sebagai kerja manusia, sudah dalam jalur yang benar.

Mereka hanya memberantas kemaksiatan yang dilakukan dengan terang-terangan.

Adapun kemaksiatan yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, sudah ada kisah di zaman sahabat Rasulullah, sebagai pelajaran.

Suatu malam, Abdurrahman bin Auf pernah berkeliling bersama Umar bin Khattab.

Lantas, mereka menemukan sebuah lampu sedang menyala dari dalam rumah. Lalu, mereka mendekati rumah tersebut.

Ketika mendekat, mereka mendapati pintu rumah tersebut terbuka tanpa ada seorang pun di sana, sedangkan dari dalam rumah terdengar suara yang sangat gaduh.

Umar berkata, “Tahukah kau rumah siapa ini?”

Abdurrahman menjawab: “Tidak”

Umar berkata, “Ini adalah rumah Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf. Mereka sekarang sedang minum khamr. Apa pendapatmu?”

Abdurrahmaan berkata, “Aku pikir kita sedang mengerjakan sesuatu yang dilarang Allah. Allah telah melarang kita dengan firman-Nya: ‘Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan (tajassus) orang lain,’ (QS. Al-Hujuraat: 12). Dan sekarang ini, kita telah mencari-cari kesalahan (tajassus) orang lain”.

Setelah mendengar perkataan itu, Umar pergi dan meninggalkan mereka.

Hadits Rasulullah tentang, “Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya…,” Ada pada konteks kemungkaran yang terlihat.

Baca Juga: Bau Kematian, Antara Muslim dan Islamophobia

Bukan yang dikorek-korek bahkan dirancang penjebakan, sehingga kemaksiatan yang tadinya belum tentu terjadi, akhirnya terjadi.

Tugas pemerintah setelah mencegah kemungkaran terbuka adalah mendakwahi masyarakatnya, agar tidak melakukan kemaksiatan sembunyi-sembunyi. Bukan memata-matai masyarakat.

Memang, setelah dikriminalisasi, perbuatan keji seperti prostitusi, biasanya dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.

Misalnya dengan memanfaatkan teknologi internet.

Kesigapan aparat, mulai dituntut ketika perbuatan itu sudah merebak di tengah masyarakat, serta semakin mudah diakses, dan sudah ada laporan yang masuk.

Setuju, kemaksiatan harus diberantas. Tapi tidak mungkin meniadakannya sama sekali.

Dan tidak perlu sampai memata-matai masyarakat, bahkan menjebak mereka, sehingga sebuah kemaksiatan sampai perlu terjadi, demi pembuktian.

Itu bukan perbuatan pahlawan.

Oleh: Zico Alviandri