Berita  

Ketika Ibu Kota Baru Indonesia Dekati Konflik Laut China Selatan

Ketika Ibu Kota Baru Indonesia Dekati Konflik Laut China Selatan

Ngelmu.co – Ibu kota RI rencananya akan dipindahkan ke Kalimantan Timur (Kaltim), tepatnya di dua Kabupaten yakni Kutai Kertanegara dan Penajam Paser Utara. Dengan begitu, pemindahan ibu kota baru Indonesia dekati konflik laut China Selatan.

Ketika Ibu Kota Baru Indonesia Dekati Konflik Laut China Selatan
Ibu Kota Baru Indonesia Dekati Konflik Laut China Selatan

Harus Dilihat dari Geopolitik Kawasan dan Global

Menurut Direktur Pacific Fornitier, Ifran Basri, prinsip dasar pemindahan ibu kota harus dilihat dari sudut pandang yang lebih luas lagi. Pemindahan ibu kota bukan hanya soal kepadatan penduduk, banyaknya polusi, hingga kemacetan yang saat ini terjadi di Jakarta. Namun, harus lebih dari itu. Sebab, pemindahan ibu kota harus juga dilihat dari sisi geopolitik kawasan dan global.

“Kalau saja ibu kota negara dipindahkan ke Kalimantan Timur (Kaltim), maka posisinya mendekati perbatasan dengan negara luar, yakni Malaysia dan Filiphina, laut Pasifik di sebelah timur, dan laut China Selatan sebelah utara dan barat,” ungkap pengamat kelautan Indonesia ini yang dikutip dari nu.or.id.

Ifran melanjutkan, bahwa Kalimantan Timur akan mendekati seperatisme di Maindanao, Filipina yang hingga kini belum usai. Juga terlalu dekat dengan kemungkinan konflik dua kekuatan besar di Laut China Selatan, yaitu diantara China dan Amerika Serikat. Menurutnya, jika ibu kota akan tetap dipindahkan ke Kalimantan Timur, maka harus sepaket dengan manajemen desentralisasi dan sistem pertahanan dan keamanan.

“Pemindahan ibu kota, mungkin bisa terealisasi lima tahun ke depan, justru pada saat itulah ketegangan di Laut China Selatan semakin bergejolak dengan tingkat risiko yang tinggi. Ibu kota kita rawan di situ,” katanya.

Memindahkan Pertahanan Laut

Oleh sebab itu, pemindahan ibu kota harus pararel dengan pertama, memindahkan armada pertahanan laut sebelah timur, yang saat ini berada di Surabaya, Jawa Timur ke Tidore di Maluku Utara.

“Kenapa di Tidore? Karena di Tidore itu satu-satunya titik perang laut terlama melawan Belanda dan kita menang. Siapa pelakunya, Sultan Nuku, 20 tahun perang laut melawan Belanda. Karena itu, kita kasih nama armatim atau armada timur, Sultan Nuku,” jelasnya.

Bukan tanpa sebab memilih Tidore sebagai armada pertahanan. Menurutnya, memilih Tidore bisa menahan keinginan mereka yang saat ini meminta otonomi khusus. Dengan menjadikannya sebagai tempat armatim, pemerintah berarti memberikan kebangaan kepada mereka dengan menghormati para pejuang leluhurnya.

“Kita berikan kebanggaan mereka dengan kita taruh amartim karena dari sisi historis masuk, dari sisi politik kepentingan pengelolaan kebangaan Indonesia, masuk, dari posisi kepentingan geopolitik tepat persis di tepian pasifik. Sangat tepat melindungi wilayah-wilayah sekitar,” jelasnya lagi.

Posisi Tidore menjadi sangat penting, untuk ke dalam dan keluar. Untuk ke dalam, Armatim Tidore akan mewarning gerakan OPM (Organisasi Papua Merdeka) di Papua untuk tidak melakukan gerakan tambahan. Dan untuk ke luar, armada Amerika yang berada di pasifik, mengerti bahwa Indonesia sangat siap menghadapi segala kemungkinan terburuk di dalam ketegangan laut.