Ketika Orang-Orang Bodoh Bermunculan

Orang-Orang Bodoh

Ngelmu.co – Apa maksud dari bermunculannya orang-orang bodoh? Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama, hingga bila sudah tidak tersisa ulama, maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya, mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan,” (HR. Bukhari).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari tiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka, dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya, jika mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya,” (QS. At-Taubah: 122).

Di sini, peran ulama sangat diperlukan; untuk menjaga agama dan juga memperbaiki dunia. Ulama adalah pewaris perjuangan para Nabi.

Nabi Syu’aib ‘alaihissalam, datang untuk memperbaiki kezaliman dan kecurangan pada bidang ekonomi.

Nabi Luth ‘alaihissalam, datang untuk memperbaiki penyimpangan fitrah dan akhlak.

Lalu, Nabi Musa ‘alaihissalam, datang untuk mencegah tirani penguasa. Begitu juga dengan nabi-nabi lainnya.

Jika ulama tidak menunaikan kewajibannya, maka orang-orang bodoh akan bermunculan.

Orang-orang bodoh itu akan tampil menggantikan posisi para ulama, kemudian sesat dan menyesatkan; hingga terjadi kerusakan luas di tengah masyarakat.

Baca Juga:

Fungsi ulama di tengah masyarakat itu ibarat hati bagi jasad. Sangat menentukan.

Jika ulama baik, maka umat juga baik. Jika ulama rusak, maka umat juga ikut rusak.

Ulama harus bisa menjadi teladan dalam berkomitmen kepada nilai-nilai moral dan kebenaran.

Ulama harus menjadi guru kebaikan, bukan malah guru keburukan.

Sebab, kebaikannya akan terus mengalir hingga setelah kematiannya.

Begitu juga jika ia menebar dosa, maka dosanya terus bertambah hingga setelah kepergiannya.

Demikian banyak tugas dan harapan yang diberikan kepada ulama, karena ilmu adalah amanah.

Tugas dan amanah ulama begitu berat, tetapi sebanding dengan pahala serta kemuliaan yang mereka dapat di sisi Allah.

Allah berfirman, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama…” (QS. Fatir: 28).

Agar dalam menyampaikan kebenaran, mereka tidak takut terhadap celaan orang.

Agar ilmunya tidak berubah menjadi alat untuk mencari dunia, sehingga ia hanya menjadi ulama dunia.

Para ulama yang terjebak menjadi ulama dunia, akan direndahkan oleh dunia, sesuai makna dunia [rendah].

Sebab, dunia yang rendah ini tidak pantas dijadikan orientasi kehidupan.

Dunia hanyalah sarana kehidupan, maka tidak sepantasnya mengalahkan prinsip-prinsip kehidupan.

Penerjemah: Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc.

Sebuah karya ilmiah yang berjudul Asyratu as-Sa’ah, Syekh Yusuf al-Wabil menulis satu tema terkait tanda-tanda kiamat kecil.

Pada bagian itu dijelaskan tentang orang-orang bodoh yang menduduki posisi para ulama.

Mereka mengurusi semua perkara layaknya seorang yang alim.

Bahasan yang sama juga bisa ditemui dalam Ithaful Jama’ah jilid 1 yang ditulis oleh Syekh Hamud bin Abdullah at-Tuwaijiri.

Jika ditelaah lebih jauh, penggunaan istilah orang-orang bodoh yang mengurusi segala perkara disebut dengan ar-Ruwaibidhah.

Munculnya Ruwaibidhah di tahun-tahun penuh dusta, akan Ngelmu bahas di tulisan berikutnya.

Editor: Ngelmu.co