Keutamaan Puasa di Bulan Muharram

Puasa Muharram

Ngelmu.co – Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram, dan sholat yang paling utama setelah sholat wajib (lima waktu) adalah sholat malam,” (HSR. Muslim: 1163).

Hadits yang mulia ini, menunjukkan dianjurkannya berpuasa pada bulan Muharram.

Berikut Niat Puasa Tasu’a (Hari ke-9 Muharram):

نَوَيْتُ صَوْمَ تَاسُوْعَاءَ سُنَّةً لِلهِ تَعَالى

Nawaitu shouma Taasuu’aa sunnatan Lillahi Ta’ala

Artinya: Saya niat berpuasa Tasu’a (hari kesembilan Muharram) sunnah karena Allah Ta’ala.

Sementara Niat Puasa Asyura (Hari ke-10 Muharram):

نَوَيْتُ صَوْمَ عَاشُوْرَاءَ سُنَّةً لِلهِ تَعَالى

Nawaitu shouma ‘Aasyuuro sunnatan Lillahi Ta’ala

Artinya: Saya niat berpuasa ‘Asyuro (hari kesepuluh Muharram) sunnah karena Allah Ta’ala.

Baca Juga: 8 Hal Tentang Bulan Muharram

Puasa di bulan ini lebih utama, dibandingkan bulan-bulan lain; setelah bulan Ramadhan.

Sebagaimana disampaikan Syeikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam Syarhu Riyadhis Shalihin.

Mutiara hikmah yang bisa kita petik dari hadits ini adalah puasa yang paling utama dilakukan pada bulan Muharram adalah puasa ‘Aasyuura’.

Puasa pada tanggal 10 Muharram, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukannya.

Beliau juga memerintahkan para sahabat radhiyallahu ‘anhum untuk melakukannya; (HSR. al-Bukhari: 1900 dan HSR. Muslim: 1130).

Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ditanya tentang keutamaannya beliau bersabda:

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

“Puasa ini menggugurkan (dosa-dosa) di tahun yang lalu,” (HSR. Muslim: 1162).

Lebih utama lagi, jika puasa tanggal 10 Muharram, disempurnakan dengan puasa tanggal 9 Muharram.

Agar apa? Menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nasrani.

Sebab, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ketika disampaikan kepada beliau bahwa tanggal 10 Muharram adalah hari yang diagungkan orang-orang Yahudi dan Nasrani, maka beliau bersabda:

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Kalau aku masih hidup tahun depan, maka sungguh aku akan berpuasa pada tanggal 9 Muharram [bersama 10 Muharram],” (HSR. Muslim: 1134).

Adapun hadits:

صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً

“Berpuasalah pada hari ‘Aasyuura’, dan selisihi-lah orang-orang Yahudi, berpuasalah sehari sebelumnya, atau sehari sesudahnya,” (HR. Ahmad: 1/124); hadits ini lemah sanadnya, dan tidak bisa dijadikan sebagai sandaran dianjurkannya berpuasa pada tanggal 11 Muharram (lihat kitab Bahjatun Nazhirin [2/385]).

Sebagian ulama, berpendapat di-makruh-kannya (tidak disukainya) berpuasa pada tanggal 10 Muharram saja, karena menyerupai orang-orang Yahudi.

Namun, ulama lain membolehkannya, meskipun pahalanya tidak sesempurna jika di-gandengkan dengan puasa sehari sebelumnya; dari keterangan Syeikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam as-Syarhul Mumti’ (3/101-102).

Sebab, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, memerintahkan puasa tanggal 10 Muharram, karena pada hari itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala, menyelamatkan Nabi Musa ‘alaihis salam dan umatnya, serta menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya.

Maka Nabi Musa ‘alaihis salam pun berpuasa pada hari itu, sebagai rasa syukur kepada-Nya.

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendengar orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu karena alasan ini, maka beliau bersabda:

فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ

“Kita lebih berhak (untuk mengikuti) Nabi Musa ‘alaihis salam daripada mereka,” (HSR. al-Bukhari: 3216, dan HSR. Muslim: 1130).

Guna menyelisihi perbuatan orang-orang Yahudi, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menganjurkan untuk berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram; dari keterangan syaikh Muhammad al-Utsaimin dalam Syarhu Riyadhis Shalihin (3/412).

Hadits ini juga menunjukkan, bahwa sholat malam adalah sholat yang paling besar keutamaannya, setelah sholat wajib yang lima waktu; tercantum pada kitab Bahjatun Nazhirin (2/239).

Oleh: Ustaz Abdullah Taslim Al Buthoni