Berita  

KH Cholil Nafis Kritik Keras SKB 3 Menteri soal Seragam Sekolah

Cholil Nafis SKB Menteri Seragam

Ngelmu.co – KH Cholil Nafis mengkritik keras SKB [Surat Keputusan Bersama] tiga menteri di Kabinet Indonesia Maju soal seragam sekolah.

“Kalau pendidikan tak boleh melarang dan tak boleh mewajibkan soal pakaian atribut keagamaan, ini tak lagi mencerminkan pendidikan,” tuturnya.

“Memang usia sekolah itu perlu dipaksa melakukan yang baik dari perintah agama, karena untuk pembiasaan pelajar,” sambung Kiai Cholil.

“Jadi SKB tiga menteri itu [perlu] ditinjau kembali, atau dicabut,” lanjut Ketua MUI itu, dalam cuitan di akun Twitter-nya, @cholilnafis, Kamis (4/2) kemarin.

Pernyataan Kiai Cholil ini pun langsung mendapat tanggapan dari warganet. Ada yang sepakat, ada pula yang bertanya.

Hingga Jumat (5/2) pagi, ia masih membuka ruang diskusi dengan para pengguna media sosial Twitter.

Berikut selengkapnya:

Warganet:

“Usia sekolah bukan perlu dipaksa melakukan hal baik dari perintah agama, tapi diberikan pemahaman, mengapa hal itu baik untuk dilakukan.”

Kiai Cholil menjawab:

“Pendidikan tidak hanya pemahaman, tapi juga pembiasaan. Namanya saja sekolah, itu masih seragam dan dibiasakan berpakaian sesuai perintah agama.”

Warganet:

“Kita di era, di mana pemaksaan dalam pendidikan sudah gak zamannya lagi, malah bisa menimbulkan resistensi.”

Kiai Cholil menjawab:

“Anak-anak masih dipaksa masuk kelas, dipaksa mengerjakan PR, dan lain-lain. Bukan semaunya ‘kan?”

Warganet:

“Jadi Bapak mendukung siswi non-Muslim dipaksa diwajibkan pakai jilbab? Jadi Bapak intoleran?”

Kiai Cholil menjawab:

“Saya setuju siswi Muslimah dipaksa berjilbab, soal non-Muslim, kembali pada ajaran agamanya [masing-masing]… dikit-dikit intoleran.”

Ia pun mengingatkan soal peta diskusi agar tidak melenceng ke mana-mana.

“Peta diskusi: Pewajiban jilbab pada siswi non-Muslimah, sepakat ditolak. Pelarangan jilbab pada siswi Muslimah, sepakat ditolak. Berjilbab diserahkan pada kesadaran anak didik [masih] diperdebatkan. Pewajiban jilbab pada siswi Muslimah, [juga masih] diperdebatkan. Gitu ‘kan ya?”

Lanjut ke pernyataan warganet, ada yang berkata, “Bodoh dan gobloklah orang yang memaksakan sesuatu yang bukan porsinya kepada orang lain. Manusia bukan Tuhan.”

Kiai Cholil pun menjawab, “Pendidikan di antaranya memaksakan kebaikan dan pengetahuan kepada peserta didik. Termasuk paksaan berseragam, bersepatu, dan paksaan bayar SPP.”

Terlepas dari perdebatan di atas, ada pula pengguna Twitter yang menyayangkan SKB tiga menteri ini.

“Kalau sudut pandang saya sih gini, di masa pandemi ini ada begitu banyak persoalan urgen tentang pendidikan, gak semua daerah internetnya bagus,” kata akun @GantengKampret.

“Sebagian daerah malah belum mengenal internet sama sekali. Coba benahi itu dulu, atau benahi kurikulumnya. Eh, malah urus seragam,” sambungnya mengkritik.

“Memang agak aneh juga reaksinya, ‘kan sedang tak ada anak sekolah berseragam untuk beratribut keagamaan, karena semuanya sedang belajar daring,” kata Kiai Cholil.

“Kok ya, malah ngurus seragam. Baiknya memang mengurus gimana memaksimalkan belajar daring di pelosok yang tak terjangkau atau yang tak punya perangkatnya,” tegasnya.

Baca Juga: MUI Tanyakan Maksud Pernyataan Mendikbud Nadiem ‘Sekolah Tak Boleh Buat Aturan Seragam Keagamaan’

Sebelumnya, Rabu (3/2) lalu, tiga menteri, yakni Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas, menerbitkan SKB soal seragam sekolah.

[Tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah].

“Ada tiga pertimbangan penyusunan SKB Tiga Menteri, mengenai penggunaan seragam sekolah ini,” kata Nadiem, mengutip Antara.

Keputusan bersama itu, lanjutnya, mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

“Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama, dan seragam serta atribut dengan kekhususan agama,” ujar Nadiem.

SKB tiga menteri itu juga menegaskan, Pemda dan sekolah, tidak boleh mewajibkan pun melarang seragam serta atribut dengan kekhususan agama.

Pemda dan kepala sekolah juga wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

Paling lambat, 30 hari kerja sejak SKB itu ditetapkan.

Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan tersebut, ada sanksi yang akan diberikan, antara lain:

  • Pemda memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik, dan atau tenaga kependidikan;
  • Gubernur memberikan sanksi kepada bupati atau wali kota;
  • Kemendagri memberikan sanksi kepada gubernur; serta
  • Kemendikbud memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya.

Sementara itu, Kemenag, melakukan pendampingan praktik agama yang moderat, dan dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian serta penghentian sanksi.

“Terakhir, peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama Islam di Aceh, dikecualikan dari ketentuan keputusan bersama itu, sesuai dengan kekhususan Aceh.”

Kemendikbud juga membuka posko aduan serta pelaporan terkait pelanggaran.

Baik melalui Unit Layanan Terpadu Kemendikbud, pusat panggilan 177.

Begitu pun lewat situs ult.kemdikbud.go.id, dan kemdikbud.lapor.go.id, atau email [email protected].