Opini  

Kisah Copet di Wakanda

Koruptor
Ilustrasi copet

Ngelmu.co – Meluangkan waktu sejenak untuk mengatur napas, duduk relaks, menyimak kisah sekomplotan copet di Wakanda.

Di mana-mana, copet memang memerlukan sesuatu untuk mengalihkan perhatian korban.

Sebab, ketika korban lengah, saat itulah, ia dapat mencuri barang-barang dengan leluasa. Gerak-gerik jarinya, lincah.

Begitu juga di Wakanda. Memasuki bus yang penuh sesak, sekomplotan copet telah menyiapkan skenario, agar operasi mereka berjalan mulus.

Bagaimana cara mengalihkan perhatian korban? Cukup unik.

Seorang copet mengajak penumpang berbincang, dengan mengangkat tema radikalisme.

“Awas, Pak. Ada kelompok radikal di dalam bis ini,” ujarnya.

“Waduh. Yakin, Pak?”

“Banget. Ciri-cirinya begini…”

Lalu, bapak tadi mulai celingak-celinguk memperhatikan orang-orang.

Ia mencurigai penumpang yang duduk di depannya, juga yang berdiri.

Hingga ketika ia sibuk memperhatikan seorang yang terdeteksi radikal, dompetnya, tiba-tiba hilang.

Beberapa saat kemudian, bapak itu pun tersadar, “Aduh… Uang saya hilang,” teriaknya.

“Kenapa, Pak?”

“Saya kehilangan dompet. Isinya uang bansos. Ada yang mengambil dompet saya,” ujarnya.

Bukan diam, komplotan copet justru memperkeruh suasana.

“Jangan-jangan, pengikut kajian radikal yang mengambil. Mereka ‘kan butuh dana buat mendirikan khilafah,” kata salah seorang.

Suasan riuh tak terkendali. Penumpang saling curi pandang, mencurigai. Lainnya? Memeriksa dompet, takut kehilangan juga.

Namun, pembicaraan tentang radikalisme, berlanjut.

Kondektur turut bersuara, “Sudah, mengaku saja. Siapa yang radikal di bus ini? Turun sekarang!”

Ia meracau. Mengomel dan berkhotbah tentang toleransi, pluralisme, dan sebagainya.

Sampai-sampai, teriakan seorang penumpang yang mau turun, tidak terdengar.

“Pak… Pak… Saya mau turun, Paaaak…”

“Woi, Piiir… minggiiir…” seru para penumpang.

“Oooh, ada yang mau turun?” tanya kondektur.

“Iya. Saya mau turun di Asrama Haji, tapi sudah kelewatan beberapa ratus meter gara-gara situ bicara soal radikalisme terus,” protes sang penumpang.

“Kamu enggak fokus kerja. Kamu gagal. Harusnya, kamu mengundurkan diri sebagai kondektur,” sambungnya mengomel.

Bus kembali gaduh, dan para copet? Terus beraksi. Semakin rusuh suasana, semakin kondusif bagi mereka.

“Tapi soal radikalisme ini memang harus diwaspadi, Pak… Bu…” timpal sang supir.

Panjang lebar. Ia turut berkhotbah, dan ceracaunya terhenti, ketika ia menyadari, bahan bakar sudah mau habis.

“Aduh, gimana ini? Solarnya sudah mau habis. SPBU masih jauh,” teriak si supir.

“Huuu… Sibuk radikal radikul, enggak beres kerja,” protes penumpang.

Suasana semakin gaduh. Para copet? Melanjutkan aksi. Mereka panen hasil.

Namun, akhirnya ketahuan juga oleh seorang penumpang.

“Awas ada copet,” teriak penumpang itu, yang kemudian membuat semua mata memandang ke arah pelaku.

“Saya lihat sendiri, ada yang mengambil dompet dari celana belakang,” bebernya.

“Terus, dompetnya dioper-oper sampai ke depan. Awas, ada komplotan copet di bus ini,” imbau penumpang itu.

“Waaah… kamu bikin kegaduhan,” sangkal kondektur. “Kamu taliban, ya?” imbuhnya menuduh.

“Hah? Enak saja. Saya orang biasa,” tepis penumpang tersebut.

“Iya, orang ini taliban. Suruh turunkan dari bus,” pinta seorang pencopet.

Kawanan copet, kondektur, dan beberapa orang yang terpengaruh, mendorong sekaligus menyeret saksi mata tadi, keluar dari bus.

Bus pun terus melaju bersama obrolan radikalisme, toleransi, dan lain-lain.

Bahan bakarnya semakin menipis. Para copet, sukses. Barang curian melimpah, sampai bus tak lagi dapat melaju.

“Bapak-bapak, ibu-ibu, kita kehabisan solar. Sampai di sini, ya, perjalanan kita. Maaf kalau tidak sampai tujuan.”

Para penumpang marah. Mereka mengomel, dan ada yang panik ketika tahu dompet serta perhiasannya raib.

Bukan tidak sadar banyak copet di dalam, tapi mereka kehilangan fokus.

Mereka juga bukannya tidak curiga, jangan-jangan, supir dan kondektur bus tersebut bagian dari kawanan copet.

Akhirnya, masing-masing dari mereka berdiri di pinggir jalan, menunggu kendaraan lain yang dapat ditumpangi.

Isi bus pun buyar. Para penumpang cerai-berai.

Satu hal yang perlu kita ingat.

Bagaimanapun luar biasanya trik komplotan pencopet tadi, tidak akan berhasil, jika para penumpang tidak termakan bahan pengalih perhatian.

Catatan: Menyadur [menyusun kembali cerita secara bebas tanpa merusak garis besarnya] tulisan Zico Alviandri.