Opini  

Kita Ini Siapa?

 

Tanyakan pada diri sendiri. Bercermin. Muhasabah. Agar kita tahu siapa kita sesungguhnya dan ada dimana posisi kita.

Seberapa dalam ilmu agama kita? Saya khawatir, jangan-jangan tata cara sholat yang benar dan apa-apa yang membatalkan puasa kita pun tak paham. Bisa jadi, jelang Ramadhan kita baru sibuk buka buku Fiqih Shaum.

Berapa banyak ayat Al Qur’an yang kita hapal dan pahami maknanya? Saya khawatir, jangan-jangan kita masih saja berkutat dengan hapalan surah pendek yang kita pelajari dulu saat usia SD.

Berapa banyak hadits yang kita tahu, hapal dan pahami? Saya khawatir, tak ada hadits yang kita hapal atau mungkin sepenggal-sepenggal. Dan lebih khawatir lagi jika hadits tersebut dhoif atau palsu.

Berapa juz Al Qur’an yang kita baca setiap hari? Sudah berapa kali khatam dalam seumur hidup kita? Saya khawatir, jangan-jangan satu ayat pun kita berat untuk membaca Al Qur’an. Atau mungkin seingatnya saja. Saat kesusahan hadir. Ketika musibah datang.

Berapa kali kita tahajud, bermunajat di keheningan malam saat banyak orang justru terlelap? Saya khawatir, tak pernah kita melakukannya. Atau sangat berat beranjak dari kasur empuk.

Berapa kali kita sholat jamaah di masjid dalam sehari? Saya khawatir, kita tak pernah sama sekali menginjakkan kaki di masjid. Atau hanya sesekali datang.

Berapa kali mata kita meneteskan airmata, berdoa khusus untuk umat, agama Allah dan NKRI? Saya khawatir, bukan airmata yang tumpah, tapi gelak tawa melihat nasib umat, ulama dan negeri kita hari ini.

Sudahkah kita berjuang keras menjaga wudhu?

Sudah seringkah kita berinfak dan sedekah?

Sudah kerapkah kita berbuat baik untuk tetangga dan masyarakat?

Tapi anehnya banyak di antara kita sudah merasa segala-galanya. Semua daftar tanya di atas seakan-akan telah dilakukannya.

Kita angkuh. Takabur. Jumawa. Arogan. Dan menganggap ajakan ulama sekelas Ustadz Abdul Somad, Ustadz Bachtiar Nasir, Aa Gym, Ustad Adi Hidayat, Ustadz Arifin Ilham dan lainnya seperti angin lalu.

Padahal, saya yakin, mereka punya amalan yang jauh lebih baik dari kita. Ilmu yang jauh lebih dalam. Ketawadhuan yang jauh lebih indah dibanding kita.

Mereka, para ulama tersebut sudah mendeklarasikan dukungannya. Bahkan hingga fitnah keji menghantamnya. Sementara, kita yang bukan siapa-siapa ini masih saja sok bijak. Bersikap netral.

Jika ulama sekelas mereka sudah turun gunung, artinya ada yang tak beres dengan negeri ini.

Lalu, jika ulama sekelas mereka pun sudah kita hiraukan, dengan cara apalagi Allah menyadarkan kita?

Kita ini siapa?

Erwyn Kurniawan