Kritikus dalam Sejarah Ummah

Kritikus dalam Sejarah Ummah

Oleh: DR. Fahmi Islam J.

Kritik, pada kondisi normal adalah fenomena positif. Ia idealnya adalah sebuah proses dialektika ilmiah yang membangun. Masyarakat yang terbiasa menyampaikan kritik dan mendengarkan kritik, adalah masyarakat yang merdeka dan sehat. Kritik, nasehat, masukan bahkan ketidaksetujuan terhadap sebuah kebijakan atau ide tertentu, jika disampaikan dengan cara membangun dan bertujuan menyempurnakan dan melengkapi, itu semua akan memperkuat masyarakat.

Tetapi pada kondisi yang tidak normal, kritik justru menjadi gejala atau faktor yang melemahkan, bahkan dapat menghancurkan masyarakat. Khazanah sejarah Islam bukan hanya mencatat tokoh-tokoh kritis yang berani menyampaikan kebenaran, tetapi juga memuat catatan tentang orang-orang culas yang mengkritik dengan tujuan dan cara tidak sehat, hingga mengakibatkan rusak atau cacatnya perjalanan sejarah umat.

Pengkritik Sa’d bin Abi WaqqashRadhiallaahu anhu

Di antara kritikus yang dicampakkan sejarah adalah pengkritik Sa’d bin Abi Waqqash radhiallaahu anhu. Siapa yang tidak kenal Sa’d bin Abi Waqqash? Paman Nabi yang termasuk dalam sepuluh orang yang dikabarkan oleh Rasulullahshallallaahu alaihi wa sallam akan masuk surga (al-mubassyaruna bil jannah). Beliau juga termasuk gelombang pertama dari sahabat Nabi yang terdahulu menyambut panggilan dakwah (as-sabiqunal awwalun).Beliau bahkan juga dikenal dengan kesalehannya sehingga do’anya selalu dikabulkan Allah subhaanahu wa ta’aala. Untuk dapat menggambarkan kapasitas dan kualitas Sa’d bin Abi Waqqash diperlukan lembar-lembar tulisan yang banyak.

Tetapi ternyata, kapasitas dan kualitas beliau tidak membuatnya selamat dari kritikan yang tendensius dan tidak fair. Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahihnya (hadits no. 755) dari Jabir bin Samurah bahwa Umar bin Katthabradhiallaahu anhu mendapat complain dari penduduk Kufah mengenai Sa’d bin Abi Waqqash, yang menjabat gubernur Kufah ketika itu. Umar pun mencopot Sa’d bin Abi Waqqash dari jabatannya dan memanggilnya untuk menghadap. Sebelum Sa’d sampai ke Madinah, Umar bin Khattab mengirim tim investigasi ke Kufah untuk bertanya kepada penduduk Kufah prihal Gubernur mereka. Tidak ada mesjid di Kufah yang terlewatkan dan semua orang yang ditanya, seluruhnyamemuji Sa’d bin Abi Waqqash. Sampaiketika tim investigasi tiba di Masjid Bani ‘Abas, muncul seorang yang bernama Usamah bin Qatadah. Dia berkata, “Jika kau bertanya kepada kami tentang Sa’d, maka sesungguhnya dia tidak mau berjalan dengan pasukan, tidak membagi dengan sama rata dan tidak memutuskan dengan adil.”

Ketika perrkataan itu sampai ke telingaSa’d, beliau menanggapi tuduhan tadi dengan berdo’a, “Demi Allah, aku akan mendo’akan tiga hal atasnya. Ya Allah, jika hambaMu itu berbohong, berbuat riya’ dan mengejar popularitas, maka panjangkanlah umurnya, panjangkanlah kefakirannya dan hadapkanlah dia dengan berbagai fitnah.”

Dalam sejarah disebutkan bahwa orang yang memfitnah itu berumur panjang hingga alisnya tumbuh menutupi matanya.Ia menggoda anak-anak perempuan di jalan-jalan. Ketika orang itu ditanya tentang perbuatannya, ia hanya menjawab, “Aku tertimpa do’a Sa’d.”

Pengkritik Keadilan Nabi Shallallaahu alaihi wa sallam

Pengkritik model seperti itu juga bahkan juga ada pada masa Nabi shallallaahu alaihi wa sallam. Diriwayatkan dalam as-Shahihain, Musnad Ahmad dan Shahih Ibnu Hibban, bahwa ketika Nabishallallaahu alaihi wa sallam  membagikan ghanimah Hawazin di Ji’ranah, ada seseorang dari Bani Tamim berkata, “Wahai Muhammad! Berbuat adillah!”

Nabi pun menjawab, “Celakalah engkau. Jika aku tidak adil, siapa lagi yang dapat berbuat adil??”

Umar berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah aku membunuh orang munafiq ini?”

Rasulullah menjawab, “Aku berlindung kepada Allah. Jangan sampai umat-umat lain mendengar bahwa Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya.” Lalu Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda, “Orang ini memiliki pengikut yang membaca Al Qur’an, tetapi al-Qur’an tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka mencelat dari agama seperti panah yang mencelat dari sasarannya.”

Pengkritik Utsman bin Affan dan Pembunuh Ali bin Abi Thalib Radhiallaahu Anhuma

Api kritik tidak berhenti sampai di situ. Ternyata orang-orang yang melontarkan kritik tidak pada tempatnya itu, berkembang menjadi gelombang pemberontakan yang merongrongpemerintah. Sampai pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affanradhiallaahu anhu, mereka mendapatkan kesempatan besar untuk menggoyang pemerintahan Islam. Mereka bukan sekedar sikap personal, tetapi sudah membentuk gelombang besar. Jumlah sahabat di Madinah tak cukup banyak menghalangi aksi-aksi mereka. Sehingga ketika mereka berkumpul di Madinah dan mengepung rumah Utsman bin Affan, sejarah pun mencatat akhir yang kelam dari apa yang mereka lakukan. Utsman bin Affan, mantu dan sahabat terdekat Nabi yang salih dan penyabar itu pun mereka bunuh.

Lalu bersusulanlah kekacauan dalam tubuh Umat setelah itu. Mereka berhasil membuat Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib berperang. Setelah Ali dan Mu’awiyah berdamai. Mereka tidak berhenti. Mereka pun membunuh Ali bin Abi Thalib karena bersedia berdamai dengan  Mu’awiyah.

Para pengkritik terlaknat itu pun semakin berkembang. Selanjutnya mereka menjadi dua golongan besar yang terus membuat kekacauan dalam tubuh umat. Ada yang berkembang menjadi golongan Khawarij yang mudah mengkafirkan siapa saja yang tidak mereka setujui. Ada yang menjadi Syi’ah yang memusuhi siapa saja yang tidak berpihak kepada mereka. Mereka menjadikan isu membela Ahlul Bait sebagai dagangan politik mereka.

Pengkritik Nabi Musa Alaihissalaam

Sejarah pengkritik yang membuat fitnah di tubuh umat beriman adalah perulangan yang pernah terjadi dalam sejarah umat-umat sebelum kita. Nabi yang berhasil menyelamatkan umatnya dari penindasan dan membawa mereka ke alam kemerdekaan, juga mendapatkan kritikan yang keras dari umatnya yang tidak tahu bersyukur. Mereka berkata,

قَالُوا أُوذِينَا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَأْتِيَنَا وَمِنْ بَعْدِ مَا جِئْتَنَا

“Mereka berkata, ‘Kami disakiti sebelum kau datang dan setelah kau datang.” [QS al-A’raf: 129]

Kritikan Bani Israil kepada Musa begitu banyak, bahkan sampai mereka juga membicarakan fisik Nabi Musa yang Allah ciptakan dengan sangat sempurna. Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya bahwa Bani Israil menggunjing Nabi Musa karena beliau tidak pernah mau mengikuti adat mereka yang mandi telanjang bersama di sungai. Mereka membuat rumor tentang cacat fisik Nabi Musaalaihissalaam. Sampai suatu ketika Nabi Musa mandi sendirian dan menaruh pakaiannya di atas batu. Atas perintah Allah, batu itu pun berlari menjauhi Nabi Musa sehingga Nabi Musa terpaksa berlari mengejar batu tersebut. Tanpa sengaja Bani Israil melihat fisik Nabi Musa yang sempurna. Dan terbantahkanlah isu yang dibuat para kritikus terlaknat tersebut.

Allah pun menurunkan wahyuNya kepada umat ini agar tidak bermoral terkutuk seperti para pengkritik Nabi tersebut.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ آذَوْا مُوسَى فَبَرَّأَهُ اللَّهُ مِمَّا قَالُوا وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian bersikap seperti orang-orang yang menyakiti Musa, maka Allah bersihkan dia dari (tuduhan) yang mereka katakan. Dan dia (Musa) adalah terpandang di sisi Allah.” [QS al-Ahzab: 69]

Hadanallahu wa iyyakkum sawa-assabil.

 

Jeddah, 28 Rabi’uts Tsani 1439 / 16 Januari 2018