Opini  

Kuburan Lembaga Survei Bernama Jawa Barat

Pilkada Jawa Barat sudah di depan mata. Banyak lembaga survei yang merilis hasilnya. Tak hanya sekali, tapi berkali-kali. Akankah yang diuunggulkan oleh lembaga survei jadi pemenangnya?

Tak bisa dipastikan. Semua kontestan masih memiliki peluang yang nyaris sama. Siapapun kandidat yang sering di posisi teratas dalam hal elektabilitas, tak boleh jumawa. Begitu pula yang masih kecil tingkat keterpilihannya, tak perlu risau.

Sejarah pilkada Jabar sejak 2008 sangat unik. Hasil survei selalu jungkir balik dengan perolehan suara di hari pencoblosan.

Pada 2008, pasangan Agum Gumelar-Nu’man Abdul Hakim (AMAN) disebut LSI sebagai calon paling unggul dengan suara 48,5 persen.

Urutan kedua Danny Setiawan-Iwan Sulandjana (DAI) memiliki peluang sebesar 25,5 persen.Ahmad Heryawan-Dede Yusuf (HADE)  hanya di posisi ketiga dengan peluang suara sebesar 16,5 persen.

Faktanya, hasil pilkada sangat berbeda 180 derajat. Pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf mampu memenangkan pilkada 2018 dengan menjungkirbalikkan hasil survei dan para pengamat.

Dalam pilkada 2013 juga demikian. Lembaga survei saat itu mengunggulkan pasangan Dede Yusuf-Lex Laksamana. Meski menyandang status petahana, Aher dianggap kalah pamor dengan Dede Yusuf dan Rieke Diah Pitaloka. Pasangan Aher-Deddy Mizwar hanya ada di posisi ketiga dalam banyak survei.

Hasilnya kembali berbanding terbalik. Masyarakat Jabar lebih yakin dengan Aher-Demiz. Keduanya sukses mengalahkan dua pasangan yang diunggulkan oleh berbagai lembaga survei.

Bagaimana dengan 2018? Potensi mengulangi peristiwa 2008 dan 2013 sangat besar. Karena itu, semua kandidat tak boleh ada yang sudah merasa menang dan kalah.

Sebab, meminjam istilah Kang Aher, Jawa Barat ini kuburan lembaga survei, seperti yang disampaikan ketua tim sukses pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu, Haru Suandharu, di Bandung, Rabu malam, 6 Juni 2018.

 

Erwyn Kurniawan

Jurnalis