Berita  

Lampiran soal Investasi Miras Dicabut dari Perpres, Ini Kata Mereka!

Lampiran Investasi Miras Dicabut Perpres

Ngelmu.co – Berbagai pihak merespons keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mencabut lampiran [yang mengatur soal investasi di bidang industri minuman keras] dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

MUI

MUI [Majelis Ulama Indonesia] mengapresiasi langkah Jokowi, dan menilai hal tersebut sebagai gambaran bahwa presiden, mendengarkan aspirasi publik.

“Tanggung jawab kepemimpinan adalah mewujudkan kemaslahatan publik dan mendengarkan aspirasi publik. Langkah Presiden, perlu diapresiasi.”

Demikian kata Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh, dalam keterangannya, Selasa (2/3).

Ia juga menilai Jokowi, mengambil langkah tersebut sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada publik.

“Sebagai wujud tanggung jawab dalam mengemban amanah untuk wujudkan kemaslahatan publik,” ujar Ni’am.

Namun, ia tetap meminta, agar Jokowi tidak berhenti sampai di sini.

Tidak cukup sekadar mencabut aturan investasi miras. Maka Ni’am, mendorong pemerintah untuk meninjau kembali semua aturan terkait miras.

“Me-review seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan destruksi di tengah masyarakat.”

“Termasuk di dalamnya berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang memungkinkan adanya peredaran, produksi, dan juga penyalahgunaan miras di tengah masyarakat.”

Ni’am juga membahas, soal masih adanya beberapa aturan yang bisa merusak masyarakat, sekaligus menimbulkan kejahatan.

“Berikutnya, komitmen untuk perang terhadap seluruh anasir yang bisa merusak masyarakat.”

“Yang bisa menyebabkan tindak kejahatan, yang bisa mengganggu proses pewujudan masyarakat yang berbudaya dan beradab,” tegas Niam.

PBNU

Ketua Umum PBNU [Pengurus Besar Nahdlatul Ulama] Said Aqil Siradj, menyampaikan tiga poin sikap dari pihaknya terkait pencabutan lampiran tersebut.

1. Mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada pemerintah atas respons yang cepat dan tanggap [terhadap masukan berbagai pihak dengan mempertimbangkan kemaslahatan bersama].

2. Mendorong pemerintah agar melandaskan kebijakan investasi pada kemaslahatan bersama, dan berorientasi pada pembangunan yang benar [tidak mengenyampingkan nilai-nilai keagamaan].

3. Meminta seluruh umat islam [khususnya warga NU] untuk menjaga kondusivitas serta tidak terprovokasi [jangan melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan secara konstitusi].

Muhammadiyah

PP [Pimpinan Pusat] Muhammadiyah juga mengapresiasi langkah Jokowi. Dengan demikian, pihaknya menilai pemerintah menunjukkan keterbukaan atas kritik.

“Langkah pencabutan Perpres tersebut oleh Presiden merupakan sikap politik yang positif.”

“Dan menunjukkan keterbukaan pemerintah atas kritik dan masukan konstruktif masyarakat, demi kemaslahatan bangsa.”

Demikian kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, secara tertulis, Selasa (2/3).

Pemerintah, lanjutnya, tentu memahami bahwa persoalan miras bukan hanya urusan umat beragama.

Namun, juga dapat merusak mental serta moral bangsa, “Pembangunan ekonomi tentu sangat didukung penuh oleh semua pihak.”

“Asalkan tidak bertentangan dengan nilai Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur Indonesia,” tegas Haedar.

“Masih terbuka banyak bidang yang dapat dikembangkan dalam pembangunan ekonomi dan investasi di negeri ini.”

PA 212

Ketua PA [Persaudaraan Alumni] 212 Slamet Maarif, menyebut keputusan pemerintah kali ini harus disyukuri.

Sebab, Jokowi sebagai kepala negara, mendengar keluhan para ulama hingga ormas Islam.

“Bersyukur pemerintah merespons keluhan dan masukan ulama, dan ormas Islam. Kita apresiasi,” kata Slamet, Selasa (2/3).

Namun, pihaknya masih akan memantau dinamika yang terjadi pasca pencabutan lampiran dalam Perpres 10/2021.

“Langkah kelanjutan, akan kita pertimbangkan kembali dengan melihat perkembangan di lapangan, karena yang dicabut lampirannya saja,” tegas Slamet.

Parpol

Selain PBNU, MUI, Muhammadiyah, PA 212, dan tokoh Papua, partai-partai politik juga ikut menanggapi keputusan Jokowi kali ini.

PKS

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu, mengapresiasi keputusan Presiden Jokowi.

“Kami PKS, sudah dengan tegas menolak investasi miras. Termasuk MUI, PBNU, Muhammadiyah, Majelis Rakyat Papua, PW GKI [Persekutuan Wanita Gereja Kristen Indonesia] Papua, dan elemen masyarakat lainnya yang juga menolak lampiran Perpres investasi miras.”

“Jadi, sudah semestinya Pak Jokowi, melakukan pencabutan aturan itu,” jelas Syaikhu, Rabu (3/3).

Ia juga menyoal miras sebagai induk dari segala kejahatan serta ancaman bagi generasi muda.

“Indonesia maju yang selalu digaungkan, jadi kehilangan maknanya,” tegas Syaikhu.

“Ini jadi pelajaran. Pemerintah, ke depan agar lebih cermat dan bijaksana dalam membuat aturan,” imbuhnya.

“Harus betul-betul sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, dan komitmen mewujudkan revolusi mental,” lanjutnya lagi.

Terpisah, Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini pun menyampaikan harapannya.

Ke depan, tuturnya, kebijakan pemerintah dalam urusan investasi harus benar-benar menimbang nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, moral agama, dan masa depan generasi bangsa.

“Tidak ada kata terlambat untuk mengoreksi kebijakan pemerintah yang menyalahi dasar negara dan konstitusi,” tegas Jazuli, secara tertulis, Selasa (2/3).

Ia juga menjelaskan, penolakan PKS atas ketentuan tersebut adalah upaya mengingatkan kekhilafan pemerintah [yang salah dalam perspektif Pancasila, UUD 1945, dan pertimbangan moral semua agama di Indonesia].

Jazuli menekankan, bahwa masuknya industri miras sebagai DPI [daftar investasi positif], akan menimbulkan mudarat bagi masa depan bangsa.

Maka itu PKS, bersama sejumlah fraksi di DPR, mengusulkan RUU Larangan Minuman Beralkohol dalam Prolegnas.

“Kita ingin menjaga generasi bangsa Indonesia sehat fisik, pikiran, mental, dan spiritual,” kata Jazuli.

“Sementara miras, jelas merusak itu semua, serta menjadi faktor utama kriminalitas dan gangguan kamtibmas,” sambungnya.

Di akhir, anggota Komisi I DPR itu berharap, pencabutan aturan tersebut menjadi pelajaran bagi pemerintah.

Begitu pun pihak lain yang berkuasa, agar jangan sekali-kali membuka investasi dan industri miras, karena kepentingan ekonomi.

PPP

Partai Persatuan Pembangunan pun mengapresiasi, “Alhamdulillah, PPP berterima kasih kepada Presiden Jokowi.”

“Atas dicabutnya lampiran Perpres 10 Tahun 2021 terkait dengan investasi miras,” kata Waketum PPP Arsul Sani, Selasa (2/3).

Presiden Jokowi, menurutnya, telah mendengar setiap masukan dari para ormas terkait Perpres 10/2021.

“Ini berarti apa yang disampaikan oleh para ulama dan ormas Islam, khususnya NU, Muhammadiyah, dan MUI, didengarkan oleh Presiden.”

“Menurut saya, Presiden telah bersikap ‘sami’na wa atha’na’ atau saya dengarkan dan taati, apa yang menjadi aspirasi dan suara umat Islam.”

“Sekali lagi, alhamdulillah, beliau mendengarkan suara-suara para kyai dan tokoh Islam tersebut.”

“Tanpa banyak waktu, langsung merespons secara positif dengan pencabutan lampiran terkait investasi miras tersebut,” tutupnya.

Terpisah, Ketua DPP PPP Achmad Baidowi (Awiek), meminta agar para menteri Jokowi, berhati-hati dalam membuat keputusan.

Ia pun mendorong, para menteri untuk membuat kebijakan dengan tidak mengabaikan aspirasi publik.

“Selanjutnya, kami menyarankan agar para menteri dan orang-orang di lingkaran presiden untuk selalu berhati-hati dalam memberikan masukan ataupun menyusun draf keputusan.”

“Lebih mendengarkan pihak terkait, agar kebijakannya dapat diterima dengan baik, karena berdasarkan aspirasi publik,” tegas Awiek.

PKB

Loso yang merupakan anggota DPRD Sumut dari Partai Kebangkitan Bangsa, memuji langkah Presiden Jokowi.

“Kita berharap, pencabutan Perpres ini mengakhiri polemik, khususnya terkait usaha pelegalan miras di Tanah Air,” tuturnya, di Medan, Selasa (2/3).

Loso juga berharap, di masa mendatang, pemerintah hendaknya mengkaji secara menyeluruh konskuensi dari sebuah peraturan yang diberlakukan.

“Harusnya, ada penelaahan mendalam. Apalagi menyangkut hajat orang banyak, dan berkaitan pula dengan norma-norma agama,” tegasnya.

Loso juga mendukung pernyataan Ketua MPR dari partainya, Jazilul Fawaid (Gus Jazil) yang menyebut keberadaan miras lebih banyak mudaratnya, daripada manfaat.

Maka ke depan, ia berharap pemerintah, lebih mempertimbangkan masukan serta pandangan dari tokoh lintas agama [terkait kebijakan atau peraturan yang berhubungan langsung dengan norma agama].

PAN

Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional DPR Guspardi Gaus, menilai sikap presiden sangat tepat, karena dapat meredam polemik di tengah publik.

“Saya ucapkan terima kasih kepada presiden yang peka dan mau mendengarkan jeritan dan suara elemen bangsa,” tuturnya, Selasa (2/3).

“Mereka khawatir dan cemas jika Perpres tersebut diberlakukan,” jelas Guspardi.

Jika Jokowi, tidak mendengarkan pendapat ulama, menurutnya, situasi akan semakin tidak kondusif.

Terlebih, baru-baru ini, terjadi sejumlah kasus yang dipicu miras atau minuman beralkohol.

Bahkan, hingga melibatkan oknum anggota kepolisian yang juga merenggut nyawa manusia.

“Dampak negatif miras ini jelas merusak generasi dan moral bangsa,” tegas Guspardi.

Ia pun mengingatkan, agar ke depan, pemerintah lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan yang bersifat sensitif.

“Masyarakat pasti mengapresiasi sikap Jokowi yang mau menerima masukan dan saran dari elemen bangsa,” kata Guspardi.

Harapannya, momentum pencabutan lampiran industri miras dalam Perpres 10/2021 adalah tanda pemerintah mau mendengar aspirasi masyarakat.

Bukan Kali Pertama

Namun, respons berbeda muncul dari Ketua Fraksi PAN DPR Saleh Partaonan Daulay.

Ia menyinggung, Presiden Jokowi yang kerap merevisi aturannya sendiri.

Saleh menduga, ada yang tidak beres di biro hukum kepresidenan dalam menyusun setiap peraturan baru.

Para pejabat biro hukum tersebut, menurutnya, kurang peka terhadap situasi sosial, politik, budaya, dan keagamaan.

“Fakta, bahwa ini bukan kali pertama presiden mencabut atau merevisi Perpres yang dikeluarkan,” kata Saleh, secara tertulis, Selasa (2/3).

“Wajar jika ada spekulasi di masyarakat yang menyatakan bahwa biro hukum kepresidenan kurang peka di tengah masyarakat,” imbuhnya.

Sebab, Saleh menilai, presiden pasti memiliki ahli dan biro hukum khusus untuk merumuskan kebijakan.

Mereka, lanjutnya, yang bertanggung jawab mengkaji secara filosofis, sosiologis, dan yuridis sebuah aturan [sebelum diajukan ke meja presiden].

Tim tersebut, lanjut Saleh, seharusnya mampu memotret dengan baik kondisi di tengah publik.

Sehingga peraturan yang dikeluarkan pemerintah pun tidak menimbulkan resistensi di masyarakat.

“Kalau begini, ‘kan bisa jadi orang menganggap bahwa Perpres itu dari presiden,” kata Saleh.

“Padahal, kajian dan legal drafting-nya pasti bukan presiden. Ini yang perlu, menurut saya, perlu diperbaiki di pusaran tim kepresidenan,” tegasnya.

Golkar

Partai Golkar menilai Presiden Jokowi, tidak ragu mencabut aturan izin investasi miras karena mendengar masukan dan kritik dari masyarakat.

“Tidak ada salahnya sebuah kebijakan berubah, jika kebijakan tersebut mendapatkan masukan dan kritik yang konstruktif dari masyarakat.”

Demikian kata Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily, Selasa (2/3).

Hal tersebut, lanjutnya, justru menunjukkan bahwa Jokowi, menerima semua masukan dan kritik dari masyarakat.

Jika kritik tersebut sangat konstruktif, maka Jokowi akan mempertimbangkannya secara matang.

“Presiden, tak ragu untuk memperbaiki kebijakan itu. Termasuk soal investasi dalam hal minuman beralkohol,” klaim Ace.

“Sikap Presiden Jokowi, jelas menunjukkan bahwa beliau mendengar masukan dari masyarakat,” sambungnya.

“Terutama dari ormas NU, Muhammadiyah, dan lainnya,” tutup Ace.

NasDem

DPP NasDem juga menyambut baik keputusan Presiden Jokowi yang menghapus ketentuan investasi bagi industri miras.

Indonesia, kata Ketua DPP NasDem Bidang Agama dan Masyarakat Adat Hasan Aminuddin, bisa mendatangkan investasi tanpa melibatkan miras.

“Sebenarnya, Indonesia kaya. Tidak harus menjual miras, ya,” tuturnya di Kantor DPW DKI, Menteng, Selasa (2/3).

Indonesia, lanjutnya, memiliki kekayaan hayati yang cukup melimpah. Potensi itulah yang dapat dikembangkan. Salah satunya sektor pertanian.

“Kita bangkit dari [sifat] malas bekerja, maka indonesia, akan banyak potensi untuk bisa ekspor. Bukan hanya miras,” tegas Hasan.

Ia juga menilai, keputusan Jokowi mencabut aturan investasi miras sebagai bentuk perhatian negara terhadap keresahan masyarakat.

Hasan pun mengingatkan, bahwa seharusnya masyarakat menjauhkan diri dari minuman beralkohol.

“Karena ini bagian merusak akhlak anak bangsa, generasi penerus. Terima kasih Pak Jokowi, atas respons yang cukup luar biasa,” ujarnya.

Respons Politikus NasDem Sebelumnya

Politikus NasDem Martin Manurung, sebelumnya mengatakan, “Saya yakin pemerintah sudah melakukan kajian yang komprehensif dan selektif sebelum memutuskan hal tersebut.”

Pada Sabtu (27/2) lalu, ia menyebut soal sejumlah daerah di Indonesia yang memiliki kearifan lokal berupa miras.

Sehingga Martin berharap, Perpres 10/2021 dapat membuat Bali, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua, punya standarisasi kesehatan atas miras.

“Selama ini memang banyak daerah di Indonesia yang memiliki kearifan lokal berupa minuman khas yang beralkohol, seperti sopi, tuak, arak, ciu, dan lain sebagainya.”

“Akan tetapi karena tidak ada standarisasi dan pembinaan, minuman tersebut kurang mengikuti standard higienis, kesehatan dan keselamatan.”

“Sehingga, ketimbang menghasilkan devisa, malah menghasilkan korban, bahkan korban jiwa.”

“Dengan keluarnya Perpres tersebut, minuman-minuman khas kita akan memiliki standar yang lebih baik dan sehat,” klaim Martin.

Ia juga bicara soal kehadiran investasi miras yang menurutnya, bisa menambah potensi pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja.

“Bayangkan, berdasarkan data UN Comtrade, nilai impor kita untuk minuman beralkohol jenis wine dan wiski saja, di tahun 2018, mencapai kisaran US$ 28 juta.”

“Kalau ada investasi di dalam negeri, tentu akan mengurangi impor, menambah pendapatan daerah, dan penyerapan tenaga kerja,” kata Martin.

Gerindra

Politikus Partai Gerindra yang juga Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, enggan mengomentari hal ini.

Soal pencabutan izin investasi miras, ia menyerahkan sepenuhnya ke Pemerintah Pusat.

“Itu kebijakan pusat, biarlah menjadi kebijakan pusat antara pemerintah eksekutif dengan DPR,” kata Riza, di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (2/3).

Masalah investasi miras, menurutnya, sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah pusat.

Sebagai wagub, ia menjelaskan bahwa pihaknya di pemerintahan daerah, hanya akan mengikuti ketika sudah menjadi kebijakan.

“Kami di pemerintah daerah punya kewenangan wilayah masing-masing, dan tidak bisa mencampuri kebijakan pemerintah pusat,” kata Riza.

Sementara soal keputusan Jokowi, menarik kembali aturan yang dibuatnya sendiri, Riza mengatakan, “Saya yakin apa yang diputuskan oleh pemerintah pusat bersama DPR adalah keputusan yang terbaik.”

PDIP

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menyebut Presiden Jokowi terbuka terhadap kritik.

“Presiden Jokowi, terbuka terhadap kritik,” kata politikus senior PDIP Hendrawan Supratikno, melalui pesan singkat, Selasa (3/2).

Perpres miras, lanjutnya, sebenarnya dibuat untuk mewadahi kearifan lokal.

Pasalnya, ada beberapa daerah yang menggunakan minuman beralkohol sebagai bagian dari tradisi.

Namun, Hendrawan menilai, Jokowi melihat kembali respons publik, dan mengutamakan kearifan nasional sebagai alasan mencabut aturan tersebut.

Lebih lanjut, ia justru mengkritik orang-orang di lingkaran Istana.

Hendrawan menilai, bawahan Jokowi tidak peka terhadap potensi penolakan dari masyarakat.

“Saat [Jokowi] menandatangani [Perpres 10/2021], pembantu-pembantunya belum mengantisipasi potensi resistensi yang muncul,” pungkasnya.

Baca Juga: Setelah Banyak Penolakan, Perpres Investasi Miras Akhirnya Dicabut Presiden Jokowi

Pada Selasa (2/3) kemarin, Presiden Jokowi mencabut lampiran perpres yang mengatur izin investasi bagi industri miras.

“Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan, lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri miras yang mengandung alkohol, saya nyatakan dicabut.”

Demikian kata Jokowi, dalam siaran pers virtual, mengutip kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (2/3).

Ia juga menyampaikan alasan, mengapa akhirnya mencabut lampiran Perpres terkait investasi miras ini.

“Setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama MUI, Nahdlatul Ulama [NU], Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya, serta tokoh-tokoh agama yang lain, dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah.”

Perpres 10/2021 sendiri, terbit pada 2 Februari 2021 lalu, sebagai aturan turunan dari UU Cipta Kerja.

Perpres 10/2021, memang bukan hanya mengatur soal miras, tetapi mengenai penanaman modal.

Namun, dalam beleid, dibahas soal izin investasi industri miras [di Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua] dengan memperhatikan budaya dan kearifan lokal.

Namun, penamanan modal untuk industri di luar empat provinsi itu bisa berjalan jika ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal [berdasarkan usulan gubernur].

Hal tersebut termuat dalam Lampiran III angka 31 dan 32, huruf a dan b.