Mahasiswa Masih Diam, Alumnus UI Kirim Surat Terbuka kepada Ketua BEM UI

Ngelmu.co – Pemilu Serentak 2019 memang sudah selesai digelar. Namun, masalah demi masalah terus bermunculan. Dugaan kecurangan serta manipulasi data semakin disuarakan. Bangsa terbelah, pemerintahan pun dianggap korup. Namun, mengapa mahasiswa masih diam? Seolah tidak bereaksi, padahal kapal sudah mulai oleng.

Diamnya mahasiswa ini, dianggap sebagai tidak adanya rasa keprihatinan serta tanggung jawab pada diri mereka. Hingga Pengamat Sosial-Politik yang juga merupakan Alumnus Universitas Indonesia, Arief Munandar mengaku resah.

Ia pun menuliskan surat terbuka kepada para Ketua BEM Fakultas se-Universitas Indonesia:

Surat Terbuka Pernyataan Keprihatinan kepada Para Ketua BEM Fakultas se-Universitas Indonesia

Kepada Yth.
Saudara Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia
Saudara-saudara Para Ketua BEM Fakultas se-Universitas Indonesia

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Saya menuliskan surat terbuka ini diiringi keprihatinan mendalam. Saya bertanya-tanya, ke mana para mahasiswa Universitas Indonesia (UI), di tengah kondisi bangsa yang terpuruk ke titik nadirnya, pasca Pemilu 17 April 2019, yang merupakan Pemilu paling kisruh dan paling jorok sepanjang usia Republik ini?

Apakah kalian buta, tuli, dan bisu?
Ataukah hati nurani kalian sudah mati?

Dugaan kecurangan yang masif dan sistemik sudah mengoyak, hingga compang-camping kepercayaan rakyat terhadap penyelenggaraan Pemilu yang lalu.

Pengerahan berbagai institusi yang sejatinya merupakan pelayan seluruh rakyat, untuk mengamankan kemenangan Petahana, sudah sedemikian terang-benderang, sehingga menyesakkan dada, dan mencekik kesadaran anak-anak bangsa yang masih berusaha menjaga akal sehat mereka.

Manuver para pejabat publik yang khianat dan politisi busuk, sudah melampaui derajat yang paling menjijikkan, dan melibas habis nalar kolektif masyarakat.

Lalu kalian di mana, wahai mahasiswa Universitas Indonesia? Lupakah kalian bahwa almamater di mana kalian bernaung menyandang nama bangsa yang harus dijaga kehormatan dan kemuliaannya?

Lupakah kalian bahwa kita punya slogan Veritas, Probitas, Iustisia?

Kok kalian bisa diam saja ketika kebenaran, kejujuran, dan keadilan diperkosa dan dihinakan dalam momen terpenting dari siklus kehidupan NKRI sebagai negara yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat?

Mengapa tidak ada teriakan keras dari BEM terhadap polah penguasa yang memamerkan kedurjanaan yang jelas melampaui batas? Lalu di manakah peran BEM sebagai lokomotif gerakan mahasiswa yang semestinya meresonansikan jeritan rakyat yang merindukan keadilan dan perubahan?

Apalagi yang kalian tunggu?

Tidak malukah kalian jika akhirnya emak-emak dan rakyat jelata yang harusnya kalian bela, kemudian berbaris turun ke jalan, untuk meneriakkan sendiri kegetiran, kegeraman, dan kemarahan atas suara hati dan rasa keadilan mereka yang dirampas penguasa?

Sungguh saya tak mengerti, ke mana hilangnya gelora teriakan “Hidup mahasiswa, hidup rakyat Indonesia!”

Saya juga tidak paham, apakah memang suara kalian para mahasiswa sudah dibeli oleh penguasa, ataukah nyali kalian sudah dikebiri oleh rasa takut terhadap risiko perjuangan.

Biarlah waktu yang akan menjawab, dan sejarah yang akan mencatat.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ditulis Oleh: Arief Munandar, Pengamat Sosial-Politik, Alumnus UI.