Berita  

Mantan Direktur Kemahasiswaan Benarkan soal Materi Sexual Consent di PKKMB UI

Kamarudin PKKMB UI

Ngelmu.co – Mantan Direktur Kemahasiswaan Universitas Indonesia (UI), Kamarudin, membenarkan adanya pendekatan sexual consent, dalam Program Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) 2020.

Tepatnya pada materi presentasi, ‘Peduli, Hindari, dan Cegah Tindak Kekerasan Sexual’, yang disampaikan oleh Puska Gender UI.

“Itu benar. Saya, menyaksikan langsung bahwa ada materi itu yang dimuat di akun YouTube resmi, milik Direktorat Kemahasiswaan UI,” tegas Kamarudin, di Depok, Senin (21/9).

“Menurut saya, pendekatan sexual consent (persetujuan antar pihak dalam melakukan aktivitas seksual) dalam materi tentang kekerasan seksual itu, kontroversial,” sambungnya.

“Apalagi yang disampaikan, berasal dari rancangan undang-undang yang belum resmi jadi undang-undang,” lanjutnya lagi.

Menurut Dosen Ilmu Politik UI ini, banyak kolega–para dosen UI–yang juga tidak setuju dengan materi tersebut.

Mereka mendukung, agar pihak Direktorat Kemahasiswaan, menarik materi itu dari kanal YouTube.

“Banyak teman-teman dosen UI, yang tidak setuju dengan materi tersebut,” beber Kamarudin.

Baca Juga: Beberapa Poin Tuai Kritik, UI Ubah Pakta Integritas Maba 2020

Lebih lanjut ia mengatakan, seharusnya pemateri tak hanya membingkai materi pencegahan kekerasan seksual dengan pendekatan sexual consent.

Namun, dengan menggunakan pendekatan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, norma-norma agama, dan budaya di Indonesia.

“Paradigma sexual consent adalah paradigma feminisme liberal barat,” kata Kamarudin.

“Yang justru memberikan justifikasi, untuk menerabas batas-batas norma kita sebagai bangsa yang menghormati norma agama dan budaya ketimuran,” imbuhnya.

“Jadi dengan pendekatan sexual consent, tidak penting hukum halal-haram dalam agama, tidak penting melanggar hukum atau tidak, tidak penting apakah itu pantas atau tidak pantas,” lanjutnya lagi.

“Yang paling penting adalah kedua belah pihak setuju atau consent, untuk melakukan aktivitas sex. Ini tentu bahaya,” kritik Kamarudin, tegas.

Ia mengatakan, seharusnya, pendidikan sex mengajarkan mana yang boleh pun tidak, dalam bingkai norma hukum dan agama.

“Bukan sekadar consent–persetujuan dua pihak yang menimbulkan sikap permisif terhadap perilaku seks bebas,” tutur Kamarudin.

“Materi pencegahan kekerasan seksual harus komprehensif, tidak boleh parsial,” sambungnya.

Baca Juga: Pengertian Analisis: Menurut Para Ahli, Tujuan, Hingga Contohnya

Ia menegaskan, materi seperti ini, tak pernah ada saat dirinya masih di-amanahkan sebagai Direktur Kemahasiswaan UI.

“Waktu itu, era saya, memang tidak ada materi itu,” jelas Kamarudin.

“Mungkin Direktur Kemahasiswaan UI saat ini, punya misi khusus, sehingga materi ini diwajibkan ada untuk mahasiswa baru,” lanjutnya.

Maka Kamarudin pun menyarankan, agar pihak Direktorat Kemahasiswaan, ke depannya bisa lebih berhati-hati dalam menyampaikan materi kepada mahasiswa baru.

Sehingga, tidak membuat mahasiswa serta para orang tua terkejut sekaligus khawatir, dengan materi yang disampaikan oleh pemateri.

“Saya bersyukur Direktorat Kemahasiswaan UI, sudah menariknya,” kata Kamarudin.

“Artinya, mereka menyadari ini sebuah kesalahan yang seharusnya tidak dilanjutkan,” sambungnya.

“Saya kira, ke depan, sebaiknya Direktorat Kemahasiswaa UI, harus lebih hati-hati dan selektif memilih materi yang disampaikan kepada mahasiswa baru,” imbuhnya lagi.

“Agar tidak membuat kontroversi dan kekhawatiran terhadap mahasiswa baru dan orang tua,” pungkas Kamarudin.