Mantan Pelawak ini Sebut Reuni 212 adalah Peradaban yang Bermartabat

Ngelmu.co, JAKARTA – Mantan pelawak “Bagito” Deddy Gumelar atau akrab disapa dengan Miing menyebut reuni mujahid 212 yang digelar pada Ahad (2/12/2018) lalu sebagai peradaban yang bermartabat.

Hal itu sekaligus membantah pernyataan pengamat politik Boni Hargens yang menyebut reuni 212 sebagai politisasi simbol identitas. Miing  mengatakan tidak mengerti ketika Boni mengatakan mencari martabat. Menurut Miing, Reuni 212 itu cukup bermartabat.

“Saya menyaksikan sebuah peristiwa peradaban manusia. Salah satu indikator sederhanaya, Gubernur DKI mengatakan, tahun baru, tamu yang datang ke Monas tidak sebanyak 212. Tapi sampahnya jauh lebih banyak. Itu saja dalam konteks budaya sudah kelihatan indikatornya, bahwa masyarakat yang datang ke 212 sangat berbudaya, sangat bermartabat,”kata pria yang menjadi politisi PAN tersebut dalam Indonesia Lawyers Club (ILC) yang ditayangkan di TV One, Selasa malam.

Selanjutnya, yang kedua Miing mengatakan dirinya juga sempat diingatkan oleh peserta 212 untuk tidak menginjak rumput. “Pak-pak jangan terlalu ke tengah,”katanya.

Lebih lanjut, Miing mengatakan ada juga orang yang menginjak rumput diingatkan. Miing mengatakan semua peserta Reuni 212 ingin berbuat baik dan menyumbangkan apa yang ia punya.“Sampai ada anak muda, tertulis di belakangnya, ‘saya tidak bisa membantu apa-apa kecuali menerima sampah,”tandasnya.

Pria yang menjadi pembawa acara tersebut juga menceritakan dirinya melihat ibu dan dua anaknya tidur dengan HP tergeletak di sampingnya. Ibu itu tampak tenang tanpa khawatir akan terjadi kehilangan. “Tasnya disana, hanphonde disana, tangan disana, tak khawatir hilang, dan memang aman semuanya, sehingga pak Polisi tugasnya lebih ringan,”jelas dia.

Ia juga menyaksikan laskar berpakaian putih-putih yang ramah, tersenyum dan menawarkan bantuan kepada peserta yang lelah menggendong anaknya. “Buk saya gendongkan anaknya, tidak ada muka beringas disana,”ujar dia.

Panitia, kata Miing, juga mengundang orang non muslim dan Tionghoa hingga penyandang disabilitas. “Semuanya dihormati, ibu-ibu yang cantik-cantik menyediakan berbagai makanan prasmanan disitu, sangat beradab,”tandasnya.

Sebelumnya, pengamat politik, Boni Hargens menyebut Reuni 212 mempolitisasi simbol-simbol identitas kelompok. Politik yang ideal, menurutnya adalah politik martabat.“Politisasi identitas ini ada kesan pemaksaan untuk mempolitisasi simbol-simbol identitas-identitas kelompok dan itu yang terjadi di level melihat tadi pada Reuni 212,” kata Boni.