Masjid Babri Dihancurkan, Muslim India: Tak Masalah Suara Ditekan, Kami Cerita dengan Cara Sendiri

Penghancuran Masjid Babri 1992
Penghancuran Masjid Babri, oleh massa Hindu, di kota Ayodhya, India utara, tahun 1992. [Getty Images]

Ngelmu.co – Presiden Majelis Ittihadul Muslimin seluruh India, Asaduddin Owaisi, diminta menanggapi tentang peletakan batu pertama kuil Dewa Rama, di situs suci Ayodhya, negara bagian Uttar Pradesh.

Pasalnya, selama ini dirinya begitu vokal, mengkritik keputusan pengadilan terhadap Masjid Babri.

“Masjid Babri adalah masjid, dan akan selalu menjadi masjid. Ini adalah keyakinan saya, yang tak dapat direbut; dari saya atau dari siapapun,” tegas Owaisi, seperti dilansir outlookindia.com, Rabu (5/8).

“Sejarah akan mengingat apa yang terjadi pada Desember 1949, ketika patung-patung di-tempatkan secara diam-diam di masjid,” imbuhnya.

“Dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan penghancurannya pada tahun 1992,” lanjutnya lagi.

Menurut Owaisi, selama umat Islam dan orang-orang yang percaya pada keadilan masih memberi perhatian, pihaknya akan terus bersuara.

“Kami akan terus mengatakan pada generasi baru, bahwa masjid kami telah dihancurkan,” tuturnya.

“Tidak masalah jika suara kami ditekan. Kami akan menceritakannya dengan cara kami sendiri,” sambung Owaisi.

Peletakan batu pertama untuk pembangunan kuil Dewa Rama, dilakukan pada Rabu (5/8) kemarin.

Perdana Menteri India, Narendra Modi, berpartisipasi dalam acara tersebut; meletakkan batu bata perak seberat 40 kilogram.

Baca Juga: Apa Kelompok Israel yang Protes Hagia Sophia Lupa Negaranya Pernah Ubah Masjid Jadi Bar?

Sebagai informasi, Masjid Babri, dibangun oleh komandan pasukan Mughal, Mir Baqi, dengan izin kaisar Mughal India, Zahiruddin Babur.

Masjid itu dibangun di puncak bukit Ayodhya, di mana pada tahun 1528-1529, tak ada kuil atau bangunan lainnya.

Dilansir Hidayatullah, sejarah singkat itu tertulis di dalam masjid; di atas mihrab-nya.

Babri, tetap berfungsi sebagai masjid bagi para Muslim, sampai 22 Desember 1949.

Hingga pada 23 Desember 1949 malam, beberapa orang penghasut Hindu, menempatkan sebuah patung Rama, di dekat mimbar masjid.

Pagi harinya, mereka menyebarkan berita bahwa patung Rama muncul, sehingga masjid itu harus diubah menjadi kuil Dewa Rama.

Picik. Tindakan mereka memicu kontroversi, terlebih mayoritas masyarakat India, beragama Hindu.

Akhirnya, kasus itu dibawa ke pengadilan kota. Hasilnya? Diberlakukan larangan kepada Muslim dan Hindu untuk menggunakan Masjid Babri, sebagai tempat ibadah.

Mengikuti perintah pengadilan, di hari yang sama, masjid resmi ditutup.

Kemudian umat Hindu, mengajukan gugatan sipil di tahun 1950; agar mereka bisa melakukan puja di masjid, dan Muslim, bisa sholat di sana.

Tetapi pengadilan kota Ayodhya, pada 26 Januari 1986, hanya mengizinkan Masjid dibuka, untuk umat Hindu. Muslim? Dilarang total memasuki bangunan Masjid.

Di tahun yang sama, organisasi sayap kanan Hindu, Vishwa Hindu Parishad (VHP), membentuk sebuah komite untuk pembangunan kuil Hindu di lokasi Masjid Babri.

Tahun 1992, Masjid Babri pun dihancurkan; meskipun ada perintah Mahkamah Agung, yang menentang penghancurannya.

Aturan itu jelas di bawah perlindungan, dari Partai Kongres dan partai nasionalis Hindu, Partai Bhartiya Janta (BJP); yang kini berkuasa di India.

Kasus Masjid Babri, berlanjut hingga 2010. Pengadilan Tinggi Allahabad, membagi tanah situs Masjid Babri, menjadi dua; untuk umat Hindu dan kaum Muslim.

Tapi harus diingat, bahwa pengadilan tidak pernah bisa menyebutkan bukti, bahwa tempat itu merupakan kuil Hindu, sebelum pembangunan Masjid Babri.

Kasus itu pun bergulir hingga ke MA, di mana kedua pihak, ingin membatalkan putusan tadi.

MA yang membatalkan putusan Pengadilan Tinggi, pada tahun 2011.

Di tahun 2017, MA India menyarankan, agar para pelaku perkara menyelesaikan perselisihan di luar pengadilan, tetapi tidak berhasil.

Hingga pada 8 Maret 2019, pengadilan tinggi membentuk kelompok mediasi; di bawah kepemimpinan seorang Muslim—mantan hakim MA—Ibrahim Kalifulla.

Tetapi pada 2 Agustus 2019, pengadilan menyatakan mediasi ‘gagal’, dan melanjutkan sidang perselisihan, dan disimpulkan pada 16 Oktober 2019.

Putusan pengadilan terakhir, disampaikan pada 9 November 2019.

Pengadilan, tetap tak mengatakan bahwa situs Masjid Babri, awalnya adalah sebuah kuil.

Pihaknya hanya memutuskan, bahwa situs kontroversial itu, harus diserahkan kepada komite yang dibentuk, guna mengawasi pembangunan kuil Hindu.

Sementara sebidang tanah lain, di-alokasikan kepada umat Islam, untuk membangun masjid.

Dalam putusannya, pengadilan tidak menyebut secara spesifik, alasan penyerahan situs Masjid Babri kepada umat Hindu.

Mengabaikan pertengkaran soal apakah situs yang di-sengketakan itu, awalnya merupakan masjid atau kuil.

Pengadilan hanya menyatakan dengan sewenang-wenang, bahwa secara keseluruhan, tanah Masjid harus diserahkan kepada Komite.

Vonis terakhir, memang mewakili konsep keadilan dalam satu sisi. Namun, di sisi lain? Tetap lebih condong kepada rekayasa politik; RSS, BJP, dan VHP.