Memahami RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama yang Diusulkan F-PKS

RUU Perlindungan Tokoh Agama

Ngelmu.co – Memahami RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama, yang diusulkan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sebagaimana dijabarkan Anggota Baleg DPR RI F-PKS, Almuzzammil Yusuf.

RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama

Ketua DPP PKS Bidang Polhukam itu mengatakan, salah satu program kampanye partainya pada Pemilu 2019, adalah memperjuangkan RUU Perlindungan Ulama, Tokoh, dan Simbol Agama.

Berikut penjabaran selengkapnya, seperti tertulis dalam 15 poin di bawah ini:

1. Setelah dibahas di Badan Legislasi DPR RI, disepakati penamaannya menjadi RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama.

Kami menyetujui perubahan tersebut, selama substansinya sama, yaitu untuk melindungi dan memuliakan tokoh agama dan simbol agama.

2. Kami mengapresiasi dan berterima kasih, kepada semua Fraksi di DPR RI yang menyetujui RUU ini masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2020.

Dengan mengakomodir substansi RUU Perlindungan Kyai dan Guru Ngaji yang diusulkan oleh PKB. Untuk itu, selain Fraksi PKS, pengusul RUU ini adalah Fraksi PKB dan PPP.

3. RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama ini, berangkat dari filosofi sila pertama Pancasila, UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28E, Pasal 29 ayat 1-2 dan 31 ayat 3.

Dalam pasal-pasal konstitusi tersebut, mengatur dan memberikan jaminan atas hak asasi setiap orang untuk berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.

Hak setiap orang untuk beragama, negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, dan hak atas perlindungan diri dari ancaman ketakutan, penyiksaan, untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia.

Serta pemerintah, mengusahakan pendidikan yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta akhlak mulia, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

4. Sosiologis historis peran tokoh agama sangat penting, dalam mewujudkan harapan landasan filosofis tersebut, harus difasilitasi oleh perlindungan hukum negara.

Tidak boleh terkendala persekusi, penghadangan, intimidasi oleh siapapun di lapangan, agar peran mereka maksimal.

5. Pendidikan formal saja tidak akan cukup, untuk mengisi tuntutan filosofi tadi.

Justru, tokoh agama yang memiliki pengaruh dan kharisma di publik, yang kuat untuk bisa memberi muatan pendidikan moralitas, agar lebih efektif.

6. RUU ini dibuat untuk melindungi para tokoh agama secara khusus, karena mereka adalah orang yang rentan mendapatkan ancaman, baik fisik maupun non fisik.

Begitupun kriminalisasi, intimidasi, karena ketidaksetujuan orang lain atas dakwah atau ajaran yang mereka sampaikan.

Jadi, penegak hukum punya dasar hukum dan keberpihakan yang jelas, mana pihak yang harus mereka lindungi, jika ada penolakan.

7. Perlindungan tokoh agama yang dimaksud dalam RUU ini adalah bahwa harus ada aturan hukum yang mencegah penghadangan, intimidasi, dan persekusi kepada ulama, dan para tokoh agama-agama di Indonesia.

8. Tokoh agama yang kami maksud adalah setiap pemuka agama di Indonesia yang mengajarkan nilai-nilai agama, dan berceramah di hadapan masyarakat luas.

Jadi, tokoh agama di sini, tidak hanya pendakwah yang beragama Islam, tapi juga pemuka agama yang diakui di Indonesia.

Baca Juga: Usulan PKS Soal RUU Perlindungan Ulama dan Tokoh Agama Masuk Baleg DPR

9. Sedangkan perlindungan simbol agama-agama yang kami maksud adalah:

  • Setiap bentuk kitab suci,
  • Citra, gambar, atau tulisan yang berisi kalimat tauhid, salib,
  • Lambang-lambang agama yang ada di Indonesia,
  • Citra, gambar, atau tulisan yang bermakna Tuhan, dan
  • Seluruh rumah-rumah Ibadah.

10. Selama ini, simbol semua agama belum terdefinisikan dengan jelas dan tegas.

Sehingga ada upaya stigmatisasi negatif bagi yang mengenakannya, serta pembiaran, ketika simbol agama tersebut dihinakan, hingga dibakar.

Padahal, simbol agama ini harus terdefinisikan dan dihormati.

Pelecehan terhadap simbol agama manapun, bisa mengundang konflik sosial, baik intern maupun antar umat beragama.

Untuk itu, diperlukan perlindungan terhadap simbol agama-agama.

11. RUU ini lahir dari aspirasi masyarakat yang risau dengan adanya pembakaran bendera Tauhid, dan stigmatisasi negatif terhadap simbol Tauhid (laailaahaillah).

Persekusi, penghadangan, intimidasi, hingga tindakan kekerasan, serta kriminalisasi terhadap tokoh agama.

Termasuk di dalamnya, para ulama atau ustadz yang akan mengisi ceramah di beberapa daerah.

12. Mereka berdakwah mengajarkan Islam sesuai ajaran agama. Namun, ditolak, dihadang, dan direndahkan, oleh kelompok tertentu.

Dampaknya, pihak berwajib tidak memproses izin acara tersebut, sehingga acara tidak terselenggara. Masyarakat yang dirugikan.

13. Kita perlu melindungi hak kebebasan berbicara dan kebebasan berpendapat para tokoh agama manapun, sesuai dengan ajaran agamanya.

Hal ini semakin penting, karena para tokoh agama adalah figur yang sering tampil di muka umum, menyampaikan ajaran agama.

Mereka menghadapi risiko menghadapi perbedaan pandangan. Sedangkan perbedaan pandangan ini, bisa menjadi sumber konflik.

14. Tanpa perlindungan ini, para ulama berpotensi menghadapi bahaya dari pihak-pihak yang belum dewasa dalam menyikapi perbedaan pendapat.

Padahal, masyarakat sangat memerlukan tokoh agamanya, karena mereka adalah guru dan suri teladan. Mereka juga amat dihormati oleh masyarakat.

15. Terakhir, dengan adanya UU ini, kita berharap tidak ada lagi ulama atau tokoh agama yang berceramah sesuai dengan ajaran agamanya, dipersekusi dan dikriminalisasi.

Tidak ada lagi stigmatisasi negatif dan pembakaran terhadap simbol atau bendera Tauhid, yang merupakan simbol prinsip yang mendasar bagi umat Islam.