Menteri Pengkhianat

Menteri Pengkhianat

Ngelmu.co – Menteri pengkhianat … Awalnya, Hulagu ragu untuk menyerbu Baghdad, ibu kota khilafah Abbasiyah, karena takut kena kutukan langit, sebagaimana nasihat orang-orang bijak di sekitarnya.

Sejarah Menteri Pengkhianat

Tetapi keraguannya hilang, setelah menerima surat dari seorang ulama syi’ah terkenal, Nashruddin ath-Thusi, yang meyakinkannya, tidak akan mengalami gangguan apa pun, jika ia membunuh khalifah Abbasi.

Sejak itu, Hulagu melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan rencananya, di antaranya menjalin komunikasi intensif dengan salah seorang menteri utama di pemerintahan Abbasiyah.

Ia bernama Muayiduddin bin al-Alqami, seorang penganut syi’ah rafidhi (penolak khilafah Abu Bakar dan Umar ra).

Menteri syi’ah ini menjadi orang kedua dalam khilafah Abbasiyah, orang kepercayaan khalifah al-Musta’shim Billah.

Hampir seluruh kebijakan khalifah ini ditentukan oleh Menko yang satu ini. The real president.

Dalam komunikasinya, Hulagu meminta Muayiduddin untuk mengurangi anggaran militer, mengurangi jumlah tentara.

Mengalihkan perhatian negara dari urusan persenjataan dan perang, serta mengaryakan pasukan di pekerjaan-pekerjaan sipil seperti pertanian, industri, dan lainnya.

Pemangkasan Tentara

Permintaan Hulagu ini dipenuhi sang menteri. Tentara yang tadinya berjumlah 100.000 pasukan di masa akhir pemerintahan al-Mustanshir Billah, tahun 640 H, dipangkas menjadi 10.000 pasukan pada tahun 654 H. Ini tentu melemahkan kemampuan militer negara.

Akibat pengurangan anggaran militer, banyak tentara yang hidup miskin, bahkan meminta-minta di pasar-pasar.

Latihan-latihan militer dihentikan, hingga mereka tidak punya kemampuan membuat rencana, manajemen dan kepemimpinan.

Akibat lanjutannya, kaum Muslimin melupakan berbagai ilmu perang dan tidak pernah berpikir tentang nilai-nilai jihad.

Semua perkembangan dan situasi ini diketahui Hulagu, melalui Menko tadi, hingga Hulagu memutuskan untuk bergerak menuju Bagdad, karena sebelumnya, Bagdad dikenal sangat kuat.

Hulagu mulai pengepungan Baghdad dari arah selatan, Katbugha dari arah utara, dan Pigo dari arah selatan, hingga membuat khalifah terkejut dan ketakutan.

Khalifah mengadakan pertemuan mendadak dengan semua penasihat dan menterinya.

Menteri Pengkhianat Manfaatkan Keadaan

Dalam pertemuan ini, sang Menko pengkhianat mengusulkan agar khalifah mengadakan ‘perundingan damai’ dengan musuh, memberikan sejumlah konsesi kepada mereka..

Sang Menko memberikan gambaran tentang perbedaan sangat jauh, antara kekuatan Hulagu, dan kekuatan kaum Muslimin, agar tidak muncul ide untuk melakukan perlawanan.

Pendapat sang Menko inilah yang akhirnya menjadi keputusan rapat kabinet.

Hanya ada dua menteri yang menginginkan perlawanan, yaitu Mujahiduddin Aibek dan Sulaiman Syah. Tetapi ide ini terlambat.

Sebab, masa persiapan sudah lewat, sehingga perlawanan yang kemudian dilakukan oleh kedua menteri ini, tak mampu menghadapi pasukan Tatar.

Khalifah bingung, tidak tahu harus berbuat apa. Di tengah kebingungan ini, menteri pengkhianat bangsa datang, memanfaatkan kesempatan.

Ia menyarankan agar duduk bersama Hulagu di meja perundingan.

Khalifah menyetujui usulan tersebut, lalu mengutus sang menteri, Muayiduddin dan Makika, seorang bangsawan Kristen.

Jebakan Menteri Pengkhianat

Perundingan berlangsung sangat rahasia, dan Hulagu memberikan sejumlah janji, di antaranya sang menteri akan diangkat menjadi penguasa Irak, setelah khilafah dihancurkan.

Janji-janji lainnya yang disepakati, keadaan perang akan segera diakhiri, anak Hulako akan dinikahkan dengan anak khalifah, al-Musta’shim tetap menduduki kursi pemerintahan, dan akan diberikan keamanan kepada semua penduduk Bagdad.

Itu semua bersyarat, penghancuran semua benteng di Irak, penutupan semua parit, penyerahan semua senjata, dan pemerintah Bagdad berada dalam pengawasan Tatar.

Janji-janji itu hanya tipu daya belaka. Hulagu tidak bisa menunggu lebih lama lagi, karena biaya pasukan semakin besar, dan musim dingin semakin mencekam.

Hulagu kemudian mulai menembakkan bola-bola api dan batu ke Bagdad, selama empat hari, terus menerus, hingga membuat khalifah dan penduduk panik.

Khalifah bertanya kepada sang pengkhianat, apa yang harus diperbuat? Sang menteri menyarankan, agar keluar, menemui Hulagu untuk berunding.

Hulagu setuju bertemu khalifah, tetapi dengan syarat, tidak sendirian.

Ia harus membawa serta semua menteri, pejabat-pejabat negara, para ahli fikih Bagdad, semua ulama Islam, dan tokoh-tokoh masyarakat.

Semua harus dihadirkan, agar hasil perundingan mengikat semua pihak, kata Hulagu memperdaya.

Khalifah tidak punya pilihan, kecuali harus mengikuti keinginan Hulagu, hingga ia datang dengan rombongan besar, berjumlah 700 orang, termasuk sang menteri pengkhianat.

Ketika mendekati kemah Hulagu, rombongan ditahan oleh para pengawal Hulagu dan tidak diijinkan masuk.

Hanya khalifah bersama 17 pendampingnya yang diperkenankan masuk, sedangkan rombongan lainnya, diinterogasi dan dibunuh di tempat terpisah.

Baca Juga: Pencitraan dan Imunitas Keimanan

Mereka Dibunuh

Seluruh rombongan telah dibunuh, kecuali khalifah, karena Hulagu ingin memanfaatkannya untuk tujuan lain.

Hulagu memaksa khalifah mengeluarkan perintah kepada seluruh penduduk Bagdad, agar melucuti senjata dan tidak melakukan perlawanan apa pun.

Khalifah kemudian dirantai dan diseret ke kota, untuk menunjukkan tempat penyimpanan harta keluarga dan para menteri Abbasiyah.

Kedua anaknya dibunuh di hadapannya. Khalifah dipaksa memanggil tokoh-tokoh ulama Sunnah yang daftar nama-nama mereka telah diberikan oleh sang menteri pengkhianat, kepada Hulako, untuk dubunuh.

Terakhir, khalifah dibunuh dengan cara diinjak-injak lehernya, agar tidak mengeluarkan darah, karena menurut sebagian pembantu Hulako, jika darah khalifah Muslim menetes ke tanah, maka kaum Muslimin akan menuntut balas atas kematiannya, suatu saat.

Pesan: Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari fakta sejarah yang memilukan ini. Amin.

Sejarah sering terulang, waspadalah.

Oleh: Ustaz Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc